Rayyan terpekur di malam yang sunyi itu, duduk sendirian di balkon kamar dengan helaan napas yang terus terdengar panjang. Dia meraba-raba hatinya, menekannya di sana, meresapi segala yang dia rasakan setelah satu bulan berlalu dengan dirinya dan Rayya yang telah mencari tahu banyak hal terkait kehamilan Rayya yang beresiko tinggi. Mereka baru saja tiba di Jakarta lima jam yang lalu, jam sembilan malam tiba di rumah, dan Rayya langsung lelap begitu selesai membersihkan diri, pun dengan Rayyan yang ikut terlelap, namun dia justru kembali bermimpi melihat Rayya terbaring pucat pasi di brankar rumah sakit. Mimpi yang muncul karena ketakutan yang menyiksanya selama beberapa minggu terakhir. Hatinya masih dipenuhi kebimbangan, belum sepenuhnya ikhlas untuk membiarkan Rayya hamil. Berb