Langkah tegas Conradinez menggema di lobi perusahaan begitu ia masuk ke dalam gedung tersebut. Semua karyawan yang melihatnya lantas menundukkan kepala dan memberi salam pada pria itu. Namun karena melihat aura dingin Conradinez yang berbeda sejak beberapa hari terakhir, jadi tak ada yang berani tersenyum pada pria itu seperti biasa. Melihat wajahnya pun tak berani.
Buk!
“Akh!”
Hening.
Mata Conradinez lantas melirik pada seorang karyawan wanita yang kini tengah terduduk di lantai bersama map-mapnya setelah menabrak Conradinez. Setelah kejadian itu, tak ada satu pun karyawan yang beranjak dari tempat mereka karena terkejut dan panik seakan merekalah yang berbuat salah.
Karyawan wanita tadi? Jangan ditanya. Wajahnya bahkan telah pucat pasi saat ini. Ingin meminta maaf pun tak sanggup, suaranya tiba-tiba saja tak bisa keluar. Andai tak ada desas-desus yang mengatakan tentang mood Conradinez beberapa hari terakhir, mungkin ia tidak akan setakut ini.
“Kau pikir ini sedang berada di dunia novel? Menabrak seorang pria lalu saling jatuh cinta dan hidup bahagia selamanya?” Sinis Conradinez membuat karyawan tersebut cegukan.
“M, m, maafkan s, saya., P, P, Pak. S, saya t, tidak sengaja. M, maafkan saya” Ucap karyawan tersebut ketakutan seraya mengatupkan kedua tangannya memohon pada Conradinez.
“Kalau kau tidak bisa melihat dengan benar, berhenti dari jabatanmu sekarang” Pintah Conradinez kemudian berlalu dari sana begitu saja meninggalkan karyawan tadi yang terdiam membeku karena ucapan sang bos.
“P, Pak...” Teriak karyawan tadi seraya menatap kepergian Conradinez.
“Tidak apa-apa” Ucap Geri yang tiba-tiba datang seraya menepuk pundak karyawan tersebut. “Lanjutkanlah pekerjaanmu” Pintahnya kemudian pergi dari sana menyusul Conradinez membuat karyawan itu bengong.
Dug... Dug... Dug...
“Astaga, ada apa dengan jantungku?” Gumam karyawan itu seraya memegang dadanya. Perasaan takut yang ia rasakan bahkan telah terganti oleh debaran jantungnya yang tiba-tiba saja berbedar dengan kencang.
“Hei, kau tidak apa-apa?” Tanya seorang karyawan lain yang menghampiri karyawan tersebut membuat lamunannya buyar.
“Ah, ya. Aku tidak apa-apa” Jawab karyawan tersebut. Meski begitu, pikirannya masih berada pada Geri yang tadi berbicara padanya.
Di sisi lain, Conradinez masuk ke dalam ruangannya masih dengan aura dingin yang melekat padanya. Menghela nafas kasar, Conradinez duduk di kursi kebesarannya lalu berputar-putar hingga kursi tersebut berhenti di hadapan dinding kaca yang memperlihatkan bangunan-bangunan kota Jakarta.
Bisa dibilang, pagi hari selama dua minggu terakhir adalah pagi terburuk baginya. Ah, tidak. Tapi merupakan hari terburuk baginya karena tak bisa bertemu dengan Mikaila. Bertemu pun wanita itu akan menolak keberadaannya dan pergi begitu saja.
Dan pagi ini adalah pagi yang lebih buruk darinya. Bagaimana tidak? Saat ia menelepon Mikaila tadi, ternyata wanita itu memblokir nomornya hingga ia tak bisa menghubungi Mikaila lagi kecuali wanita itu membuka blokir nomornya.
Masih belum menyerah, Conradinez lalu mengeluarkan ponsel dari saku jasnya kemudian kembali menghubungi Mikaila. Namun lagi-lagi, yang ia dengar hanya suara operator membuatnya mendengus kesal.
“Kenapa sulit sekali menyelesaikan masalah ini?” Tanya Conradinez frustasi kemudian menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.
“Padahal dia hanya perlu mendengarkan penjelasanku” Gumam Conradinez lalu menghela nafas. “Tapi apa dia akan percaya? Meyakinkannya tentang perasaanku saja butuh waktu empat tahun. Apa lagi ini?” Lanjutnya.
“Terlebih...” Gumam Conradinez lagi sengaja tak meneruskan ucapannya. Sepertinya kali ini benar-benar akan sulit baginya untuk meyakinkan Mikaila kalau ia tak selingkuh dengan Clarissa.
“El, sialan!” Rutuk Conradinez.
-------
Mikaila berhenti di tempatnya sejenak sebelum masuk ke dalam lift saat melihat Dimas yang berada di dalam lift tersebut. Namun tak lama kemudian, ia pun masuk ke dalam.
“Pagi” Sapa Dimas seraya tersenyum lebar pada Mikaila.
“Selamat pagi, Pak Dimas” Balas Mikaila.
“Tidak bisakah kita bicara santai saja? Lagi pula sepertinya perbedaan umur kita tak banyak” Tanya Dimas.
“Kita berada di kantor, Pak” Ucap Mikaila.
“Berarti kalau tidak berada di kantor, kita boleh bicara santai?” Tanya Dimas yang tak dibalas oleh Mikaila. Namun ia mengartikan diam Mikaila sebagai jawaban ‘iya’. “Baiklah” Ucapnya.
“Ngomong-ngomong kau datang pagi sekali” Ucap Dimas.
“Anda juga, Pak” Ujar Mikaila.
‘Andai Conradinez tak selalu datang ke rumah pagi-pagi, aku juga tidak akan datang sepagi ini. Untung saja semalam aku sudah memblokir nomornya jadi dia tidak akan bisa menghubungiku’ Batin Mikaila menggerutu.
“Aku memang harus datang pagi-pagi untuk menunjukkan kinerja baikku karena aku masih baru di sini” Ucap Dimas membuyarkan lamunan Mikaila.
“Jadi Anda berniat bermalas-malasan jika sudah cukup lama bekerja di sini?” Tanya Mikaila membuat Dimas terkekeh.
“Tentu saja tidak. Tapi mungkin aku tidak akan datang sepagi ini lagi” Ucap Dimas.
“Lantai tujuan Anda sudah sampai” Ujar Mikaila bertepatan dengan pintu lift yang terbuka.
“Kau benar. Kalau begitu aku keluar duluan. Selamat bekerja dan sampai jumpa nanti” Ucap Dimas kemudian keluar dari lift menuju ruangannya.
“Sepertinya dia memang se-friendly itu dengan orang lain” Gumam Mikaila saat melihat Dimas menyapa karyawan lain dengan sangat akrab. Setelahnya, pintu lift pun tertutup.
Seraya bersenandung ria, Mikaila menyimpan tas lalu duduk di kursinya dan menyiapkan laporan-laporan hari ini yang akan ia serahkan pada Alvis.
Di sisi lain, Dimas yang juga baru sampai di ruangannya tak pernah memudarkan senyum yang tak berhenti mengembang sejak bertemu Mikaila di lift tadi. Pagi hari yang sangat menyenangkan baginya. Dan mungkin, ia akan datang di jam seperti ini setiap hari untuk bisa bertemu dengan wanita itu setiap pagi.
Tok... Tok... Tok...
“Masuk” Pintah Dimas. Tak lama kemudian, pintu terbuka dan seorang karyawan masuk ke dalam.
“Selamat pagi, Pak” Ucap karyawan bernama Dani tersebut.
“Pagi” Balas Dimas.
“Maaf mengganggu Anda” Ucap Dani.
“Tidak apa-apa, masuklah” Pintah Dimas ramah.
“Ini laporan yang harusnya saya serahkan pada Anda kemarin untuk ditandatangani tapi baru selesai hari ini” Ucap Dani seraya menyerahkan sebuah map pada Dimas yang langsung diterima pria itu dan memeriksanya.
“Apa ini akan diserahkan pada Pak Alvis?” Tanya Dimas setelah memeriksa laporan tersebut.
“Iya, Pak” Jawab Dani.
“Kalau begitu biar saya saja” Ucap Dimas.
“Eh, jangan, Pak. Biar saya saja. Itu sudah jadi tugas saya” Tolak Dani.
“Tidak apa-apa. Biar saya yang memberikan laporan ini pada Pak Alvis. Kamu kembali bekerja saja” Pintah Dimas. “Kembalilah” Lanjutnya seraya tersenyum meyakinkan pada Dani.
“B, baiklah, Pak. Kalau begitu saya permisi dulu” Pamit Dani kemudian keluar dari sana dengan penuh rasa syukur karena tidak harus sembunyi dari Mikaila pagi ini.
Sementara itu, Dimas kembali tersenyum lebar karena ia kembali memiliki alasan untuk bertemu dengan Mikaila lagi. Ia pun segera menandatangani laporan tadi lalu keluar dari ruangannya untuk menemui Mikaila.
“Hai” Sapa Dimas begitu sampai di meja Mikaila membuat wanita itu tersenyum. “Kau terlihat sangat serius” Ucapnya.
“Saya harus menyerahkan beberapa laporan pada Pak Alvis siang ini” Ujar Mikaila.
“Kalau begitu aku ingin menambahkan ini” Ucap Dimas seraya memberikan laporan yang tadi diberikan oleh Dani.
“Dasar s**u Dancow sialan” Maki Mikaila dengan suara yang sangat pelan agar Dimas tak mendengarnya saat ia melihat judul dari laporan tersebut.
“Ada apa?” Tanya Dimas.
“Ah, tidak apa-apa” Jawab Mikaila seraya tersenyum.
“Apa siang ini kau memiliki janji lagi?” Tanya Dimas yang dibalas gelengan oleh Mikaila setelah terdiam beberapa saat. “Baguslah. Bagaimana kalau kita makan siang bersama nanti?” Ajaknya.
“Baiklah” Ucap Mikaila membuat Dimas tersenyum.
“Kalau begitu aku kembali ke ruanganku dulu” Pamit Dimas yang hanya dibalas anggukan oleh Mikaila.
“Tidak ada salahnya ‘kan kalau makan siang dengan teman kantor?” Tanya Mikaila pada dirinya sendiri. “Ini bukan sel...” Ucapannya lantas terhenti saat ia mengingat sesuatu.
“Tidak, tidak. Selingkuh? Aku bahkan tidak memiliki pacar sekarang. Siapa yang berani menuduhku selingkuh?” Gumam Mikaila masa bodoh kemudian melanjutkan pekerjaannya.
-------
“Mobil Anda sudah siap, Tuan” Lapor Geri begitu masuk ke dalam ruangan Conradinez.
Setelahnya, Conradinez pun membereskan berkas-berkasnya, memakai jas, lalu beranjak dari sana. Siang ini, ia berencana menjemput Mikaila untuk mengajaknya makan siang secara tiba-tiba dan mencoba menjelaskan semuanya untuk kesekian kalinya.
Setelah tiba di lobi, Conradinez segera masuk ke dalam mobil yang telah menunggunya dan menghiraukan para karyawan yang memberi salam padanya.
“Tambah kecepatannya, aku tidak ingin terlambat sampai di sana” Pintah Conradinez.
“Baik, Tuan” Ucap Geri kemudian mulai menambah kecepatan mobilnya di tengah jalanan Kota Jakarta yang mulai dipadati oleh kendaraan karena sebentar lagi waktunya makan siang jadi orang-orang mulai keluar untuk mencari makan.
Beberapa saat kemudian, mereka pun tiba di depan perusahaan tempat Mikaila bekerja. Ia juga sengaja memarkirkan mobilnya tak jauh dari pintu masuk. Karena jika ia memarkirkan mobilnya tepat di depan lobi, Mikaila pasti akan lebih dulu menghindar dan akhirnya ia tak akan bisa bertemu wanita itu.
Maka dari itu, ia lebih memilih parkir di sini karena nantinya ia bisa melihat Mikaila keluar untuk mencari taksi seperti biasa.
Namun tak lama kemudian, Conradinez lantas mengepalkan kedua tangannya, rahangnya mengeras, matanya menatap tajam pada pemandangan yang baru saja ia lihat hingga membuat darahnya mendidih. Dan sepertinya rencananya siang ini akan gagal.
-------
Love you guys~