Chapter 6

1252 Kata
Dimas dan Mikaila lantas terdiam di tempat mereka setelah Dimas membuka pintu tersebut. Mereka berdua bahkan tak mampu mengatakan apa-apa. Dimas lalu menatap pelan ke arah Mikaila yang juga menatapnya.    Selama beberapa detik, keduanya hanya saling menatap tanpa mengatakan apapun karena begitu tercengang dengan apa yang terjadi. Bagaimana tidak? Ribuan potongan kertas yang telah dihancurkan menggunakan mesin pemotong berhamburan keluar hingga memenuhi kaki mereka.    Namun tak lama kemudian, mereka berdua tertawa karena kebodohan mereka sendiri. Mikaila yang telat memberitahu dan Dimas yang terlalu terburu-buru membuka pintu tersebut.    “Kupikir isinya hanya berkas-berkas yang tak terpakai” Ucap Dimas. “Ya, berkas tak terpakai yang telah dihancurkan” Ujar Mikaila. “Kenapa kau tak bilang?” Tanya Dimas. “Kenapa kau membuka pintunya sebelum aku selesai menjelaskan?” Tanya Mikaila kembali yang membuat keduanya kembali tertawa.    “Lalu kita harus bagaimana?” Tanya Dimas. Beberapa saat kemudian. “Maafkan kami” Ucap Mikaila pada petugas yang berwenang atas kertas-kertas yang telah dihancurkan tersebut.    Setelah kejadian tadi, Mikaila memang segera menghubungi petugas tersebut karena ia dan Dimas jelas tak bisa membersihkan kertas-kertas tersebut sendirian. Dan untungnya, petugas tersebut belum pulang yang membuat Mikaila merasa sangat beruntung.    Dan kini, mereka tengah memerhatikan beberapa pegawai lainnya yang tengah membersihkan kekacauan yang ia dan Dimas sebabkan.    “Karena ini kesalahan pertamamu, jadi aku akan memaafkanmu” Ujar petugas tersebut, Pak Wira.    “Terima kasih” Ucap Mikaila seraya tersenyum. “Kau masih bisa tersenyum setelah membuat keributan di jam pulang seperti ini?” Tanya Wira berusaha terlihat galak di depan Mikaila. Namun bukannya takut, Mikaila justru terkekeh dibuatnya membuat sang petugas menggeleng-gelengkan kepalanya.    Sementara itu, Dimas yang berada di samping Mikaila menatap wanita itu seraya tersenyum. Saat ini, Mikaila terlihat sangat lucu di matanya. Kesan cuek yang Mikaila tinggalkan ketika pertemuan pertama mereka, kini telah hilang.    “Tapi, apa yang kalian lakukan di sini? Bukankah ini sudah waktunya pulang kerja?” Tanya Wira. “Ah, itu. Karena Pak Dimas masih baru di sini, jadi aku memandunya untuk berkeliling perusahaan. Dan jam pulang kerja adalah satu-satunya waktu yang bisa kami gunakan” Jelas Mikaila yang dibalas anggukan kepala oleh Wira sebagai tanda bahwa ia mengerti.    “Kalau begitu sekarang kalian pulanglah. Biar kami yang menyelesaikan ini” Pintah Wira. “Baiklah kalau begitu. Terima kasih” Ucap Mikaila kemudian segera mengajak Dimas pergi dari sana karena takut kalau Wira akan berubah pikiran lalu menyuruh mereka untuk ikut kerja bakti di malam ini.    “Syukurlah” Gumam Mikaila setelah ia dan Dimas berada di dalam lift. “Kenapa?” Tanya Dimas. “Pak Wira itu terkenal jahat di sini. Jika ada yang membuat kesalahan di areanya, maka dia tidak akan memberimu ampun. Jadi kalau dia memberimu kesempatan untuk pergi, maka cepatlah pergi karena dia bisa berubah pikiran setiap saat” Jelas Mikaila yang dibalas anggukan oleh Dimas.    “Tapi untuk apa kertas-kertas tadi dikumpulkan dalam satu ruangan tadi? Bahkan isinya hanya kumpulan kertas-kertas tadi” Tanya Dimas.    “Oh itu, biasanya perusahaan akan mendaur ulang kertas-kertas itu sendiri dalam jumlah yang sangat besar, jadi mereka mengumpulkannya hingga mencapai batas yang ditentukan. Bukan hanya kertas, benda-benda yang bisa di daur ulang lainnya juga dikumpulkan. Hanya saja tempat penyimpanan benda-benda tersebut berbeda-beda” Jawab Mikaila.    “Lalu kenapa mereka tidak membuat sebuah pabrik untuk daur ulang dan mengumpulkan kertas-kertas itu di sana?” Tanya Dimas. “Pabrik daur ulang? Tentu saja perusahaan punya itu. Tapi terkadang penyimpanan di sana sangat penuh sampai tidak memuat benda-benda lainnya. Maka dari itu, perusahaan menyiapkan beberapa ruangan di sini untuk menjadi ruang penyimpanan kedua. Setelah ruang penyimpanan di pabrik telah berkurang, barulah benda-benda yang ada di sini di bawa ke sana” Jelas Mikaila.    “Kenapa tidak buat dua pabrik saja?” Tanya Dimas. “Kalau itu aku tidak tahu. Mungkin kau bisa tanya langsung pada Pak Wira atau Pak Alvis” Jawab Mikaila seraya mengendikkan pundaknya bertepatan dengan lift yang terbuka di lantai dasar.    “Eh, kau mau ke mana?” Tanya Dimas sembari menahan lengan Mikaila. “Keluar, pulang” Jawab Mikaila. “Akan kuantar” Tawar Dimas. “Tidak perlu. Aku bisa pulang sendiri” Tolak Mikaila. “Kuantar saja. Anggap ini balasan karena telah memanduku hari ini” Ucap Dimas. “Terima kasih. Tapi lain kali saja” Tolak Mikaila kemudian melepas pegangan Dimas dari lengannya lalu pergi dari sana meninggalkan Dimas yang menghela nafas.    -------                            “Apa lagi kali ini?” Tanya Conradinez yang saat ini baru saja tiba di kamarnya dan langsung menerima telepon dari Clarissa. “El tidak menjawab teleponku” Rajuk Clarissa. “Terus kenapa kau menghubungiku?” Tanya Conradinez kesal. “Lalu aku harus menghubungi siapa untuk bertanya?” Tanya Clarissa. “Tanyakan pada dirimu sendiri” Kesal Conradinez yang membuatnya mendengar dengusan dari wanita itu. “El sekarang berada di London. Jadi jangan menerorku selama satu minggu ke depan untuk bertanya tentang El” Lanjutnya.    “Apa?! Kenapa kau tidak memberitahuku?” Tanya Clarissa terkejut. “Memangnya apa yang akan kau lakukan kalau tahu?” Tanya Conradinez seraya memutar bola matanya. “Maka dari itu kau harus membantuku berpikir” Ucap Clarissa. “Untuk apa? Ini ‘kan masalahmu” Ujar Conradinez. “Dasar tidak punya hati” Kesal Clarissa kemudian langsung memutuskan sambungan teleponnya begitu saja. “Kalau aku tidak punya hati, maka sekarang aku pasti sudah berada di peti” Gumam Conradinez kemudian melempar ponselnya ke atas tempat tidur.    Apa kalian bertanya-tanya kenapa Conradinez tidak mengabaikan Clarissa saja? Itu karena ia tak tega harus ikut menjauhi Clarissa yang bahkan tak memiliki satu teman pun. Wanita itu bahkan harus berjuang sendiri untuk mencapai keinginannya tanpa bantuan siapa pun. Walau akhirnya hal itu menjadi penyebab hubungannya dan Mikaila terguncang.    -------                            “Bagaimana pekerjaanmu hari ini?” Tanya Celine pada Mikaila. Keduanya kini tengah duduk di ruang tengah untuk menonton televisi seperti biasa. “Seperti biasa. Pekerjaan yang diberikan Pak Alvis sangat banyak” Jawab Mikaila membuat Celine terkekeh. “Lalu Mama? Mama tidak melakukan pekerjaan yang berat, ‘kan?” Tanyanya seraya menatap curiga pada Celine.    “Astaga, kamu ini masih tidak percaya sama Mama. Memangnya pekerjaan berat apa yang bisa Mama lakukan di sini?” Tanya Celine. “Mungkin saja Mama melakukan pekerjaan berat di belakangku” Canda Mikaila. “Dasar, anak ini” Dengus Celine membuat Mikaila terkekeh. “Mik” Panggil Celine setelah mereka terdiam cukup lama. “Ada apa, Ma?” Tanya Mikaila. “Mmm, besok...” Ucap Celine memberi jeda. Ia merasa tak sanggup setiap ingin mengatakan hal ini pada Mikaila. “Dia akan datang lagi?” Tebak Mikaila tepat sasaran. “Iya” Jawab Celine. “Tapi dia tidak akan menginap di sini kalau kamu tidak mau” Lanjutnya cepat. “Itu terserah Mama” Ucap Mikaila setelah terdiam beberapa saat. “Mik” Gumam Celine merasa tak enak pada putrinya itu. “Malam ini aku ingin tidur cepat karena besok harus bangun pagi” Ucap Mikaila. “Mama juga tidurlah, sudah jam sembilan” Lanjutnya seraya tersenyum kemudian beranjak dari sana masuk ke dalam kamarnya.    Celine lantas menghela nafasnya. Setiap kali membahas itu, Mikaila selalu saja menghindar dan mengatakan itu terserah padanya. Meski begitu, ia tahu kalau Mikaila tak suka jika orang itu datang ke sini. Terbukti dengan Mikaila yang selalu tinggal di dalam kamar setelah pulang kerja jika orang itu berada di sana.    Sementara itu, Mikaila yang telah sampai di kamar segera merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur dengan mulut yang tak berhenti menggerutu kesal.    “Kenapa dia selalu datang ke sini?” Tanya Mikaila. “Kalau pun datang, kenapa terus menginap di rumah ini? Padahal ada banyak hotel mewah yang bisa dia datangi” Gerutu Mikaila. “Dan lagi, kenapa Mama sangat bodoh selalu menerima pria itu di sini?” Gumam Mikaila kemudian menendang-nendangkan kakinya ke udara untuk melampiaskan rasa kesalnya.    “Jika menolak, Mama pasti akan merasa tidak tega. Dan kalau menerima, Mama pasti akan merasa tidak enak padaku. Lalu aku harus jawab apa?” Tanya Mikaila.    “Kenapa juga aku harus dihadapkan dengan situasi seperti ini? Kenapa?!” Kesal Mikaila lalu menutup kedua mata menggunakan sebelah lengannya. Sampai kapan ia harus berada dalam situasi seperti ini? Ia merasa sangat lelah menghadapinya selama bertahun-tahun.    “Rasanya ingin melarikan diri saja” Gumam Mikaila kemudian menghela nafas. -------                            Love you guys~           
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN