Chapter 4

1483 Kata
“Apa jadwalku hari ini?” Tanya Alvis pada Mikaila. “Hari ini Anda memiliki rapat bersama klien dari Jepang pukul sepuluh nanti dan janji makan siang bersama Pak Lucky Wijaya” Jelas Mikaila.    “Besok?” Tanya Alvis lagi. “Besok adalah jadwal rutin Anda pergi ke pabrik setelah jam istirahat, Pak” Jawab Mikaila.    “Lusa?” Tanya Alvis lagi. “Lusa Anda akan pergi ke Bandung untuk mengecek cabang yang ada di sana, Pak” Jawab Mikaila. “Besok lusa?” Tanya Alvis untuk keempat kalinya. “Besok lusa merupakan rapat bulanan bersama direktur dan manajer” Jawab Mikaila. “Untuk seterusnya, Anda belum memiliki jadwal lain Pak” Lanjutnya membuat Alvis tersenyum.    “Kalau begitu kosongkan jadwalku setelah rapat bulanan selama satu minggu” Pintah Alvis. “Aku akan pergi berlibur bersama istriku ke Maldives” Lanjutnya.    “Sepertinya kali ini Anda kembali melakukan sesuatu yang dilarang istri Anda” Canda Mikaila membuat Alvis terkekeh.    “Dari mana kau tahu?” Tanya Alvis. “Kemarin aku beli Harley model terbaru. Kau tahu ‘kan, dia tidak suka kalau aku mengoleksi banyak motor?” Lanjutnya.    “Ya, dan ini sogokan ke enam belas yang Anda lakukan sejak saya bekerja pada Anda” Ucap Mikaila.    “Benarkah? Berarti aku sudah menyogoknya ratusan kali sejak kami menikah” Ujar Alvis membuat keduanya tertawa. Setelah saling melempar candaan, Mikaila pamit dari ruangan Alvis untuk kembali ke tempatnya.    Setelah duduk di kursinya, Mikaila terdiam sejenak seraya memikirkan percakapannya dengan Alvis. Iri? Tentu saja. Kenapa kehidupan orang lain bisa begitu sempurna? Ia juga ingin hidup bahagia seperti itu. Tidak, tidak. Ia sama sekali tak mengharapkan suami kaya seperti Alvis yang selalu mengajak istrinya liburan baik sebagai sogokan atau pun tidak. Ia hanya ingin... keluarga yang utuh. Hanya itu. Tapi semuanya telah terlambat.    Tring... Tring... Tring... Lamunan Mikaila buyar lantaran telepon di atas mejanya berbunyi. Ia lantas menghela nafas kemudian menjawab panggilan tersebut. “Dengan Mikaila Benhard sekretaris Pak Alvis, ada yang bisa saya bantu?” Tanya Mikaila.    “Ini aku, Dimas” Balas Dimas dari seberang telepon. “Ada yang bisa saya bantu, Pak?” Tanya Mikaila. “Bicara informal saja kalau sama aku” Pintah Dimas. “Kita berada di kantor, Pak” Ucap Mikaila membuat Dimas terkekeh. “Baiklah” Ujar Dimas. “Oh ya, apa besok jadwal Pak Alvis kosong?” Tanyanya. “Untuk dua minggu ke depan, Pak Alvis sudah memiliki jadwal Pak” Jawab Mikaila. “Kalau boleh tahu, ada perihal apa Anda bertanya? Jika ada hal yang mendesak, saya bisa...”    “Oh tidak-tidak, aku hanya bertanya” Potong Dimas membuat Mikaila mengerutkan keningnya bingung.    “Maaf, Pak. Apa maksud Anda?” Tanya Mikaila. “Tidak apa-apa” Jawab Dimas kemudian terkekeh. “Apa siang ini kau ada janji?” Tanyanya.    “Apa Anda masih ada keperluan dengan Pak Alvis, Pak?” Tanya Mikaila. “Hm? Oh, tidak. Kenapa?” Tanya Dimas balik. “Baik, Pak” Ucap Mikaila kemudian menutup teleponnya secara sepihak. “Dasar kurang kerjaan” Dengusnya kesal. Ia lantas mengendikkan pundaknya kemudian kembali melanjutkan pekerjaannya.    Di sisi lain, Dimas yang berada di ruangannya memandangi telepon yang masih ia genggam bingung. Beberapa kali ia mengucapkan kata ‘halo’ tapi sama sekali tak ada jawaban. Ia lantas terkekeh, apa ia baru saja ditolak padahal ia belum mengatakan ke mana ia ingin mengajak Mikaila siang nanti.    “Apa ada yang salah dengan pertanyaanku?” Tanya Dimas pada dirinya sendiri. “Apa harusnya aku langsung pada intinya?” Tanyanya lagi kemudian tersenyum.    -------                            “Kapan wawancara untuk pegawai baru dimulai?” Tanya Conradinez pada kepala HRD yang saat ini berada di hadapannya.    “Minggu depan, Pak” Jawab Vila, sang kepala HRD. “Siapa yang akan menyeleksi para kandidat?” Tanya Conradinez lagi. “Pak Gunawan, Bu Indri, dan Pak Hendra, Pak” Jawab Vila. “Apa tahun ini Anda juga akan ikut berpartisipasi untuk menyeleksi para kandidat, Pak?” Tanyanya.    “Tidak. Tapi ikutkan Brandon dalam proses penyeleksiannya” Pintah Conradinez. “Tapi bukankah setiap tahun kita hanya mengikutkan tiga orang untuk penyeleksi, Pak?” Tanya Vila. “Jadi aku tidak boleh menambah satu orang lagi?” Tanya Conradinez seraya menatap tajam pada Vila. Beberapa hari ini ia sudah sangat pusing dengan masalahnya dengan Mikaila. Dan sekarang Vila ingin menambah kekesalannya.    “Tidak, Pak. Saya tidak bermaksud seperti itu” Bantah Vila seraya menunduk takut. “Kalau begitu lakukan seperti yang saya perintahkan” Pintah Conradinez. “Ingat, saya tidak butuh karyawan yang hanya mementingkan kuantitas. Yang saya butuhkan hanya kualitas. Jadi pastikan mereka memilih berdasarkan kemampuan para kandidat, bukan berdasarkan orang dalam” Lanjutnya.    “B, baik, Pak” Ucap Vila. “Keluarlah” Pintah Conradinez. “S, saya permisi, Pak” Pamit Vila kemudian keluar dari sana. “Cih, seperti kau tidak melakukan itu juga” Keluh Vila dengan suara pelan setelah menutup pintu ruangan Conradinez. “Lagi pula kenapa harus Brandon si anak baru itu? Padahal masih ada Bu Gina dan Pak Dalton” Lanjutnya kemudian pergi dari sana.    Sementara itu, Conradinez kembali menggigiti kukunya seraya berpikir bagaimana cara agar ia bisa bertemu dengan Mikaila? Ia sengaja bangun pagi agar bisa bertemu dengan Mikaila, meneleponnya setiap waktu, bahkan menunggunya saat makan siang maupun saat pulang di depan perusahaan wanita itu, tapi ia sama sekali tak bisa bertemu dengan Mikaila.    Memangnya cara apa lagi yang harus ia lakukan? Di saat ia memikirkan hal itu, tiba-tiba saja sebuah ide muncul di kepalanya bagaikan lampu yang baru saja dinyalakan. Benar, kenapa ia tak mencoba cara ini sejak awal?    Ia lantas segera menekan tombol interkom di ujung mejanya yang langsung tersambung ke ruang sekretarisnya. “Ada yang bisa saya bantu, Pak?” Tanya Dito, sekretaris Conradinez. “Hubungkan saya dengan sekretaris Pak Alvis” Pintah Conradinez. “Pak Alvis dari Hoor Company, Pak?” Tanya Dito memastikan. “Ya” Jawab Conradinez. “Baik, Pak” Ucap Dito kemudian sambungan interkom keduanya pun terputus. Sembari menunggu teleponnya tersambung, Conradinez kembali melanjutkan pekerjaannya dengan tenang walau ia masih merasa sedikit ragu kalau Mikaila akan menerima teleponnya. Tak lama kemudian, telepon yang berada di ujung mejanya berbunyi membuat perhatiannya teralihkan. Ia lantas segera menjawab telepon tersebut.    “Sudah kubilang berhenti menghubungiku! Kita tidak memiliki hubungan apapun lagi!” Tegas Mikaila dengan suara pelan. Mungkin agar tidak ada yang mendengar percakapan mereka.    “Hubungan itu dijalani oleh dua orang, jadi kamu tidak boleh memutuskannya secara sepihak. Setidaknya dengarkan dulu penjelasanku, lalu putuskan apa yang mau kamu inginkan” Ucap Conradinez.    “Untuk apa aku mendengar penjelasan seorang pembohong?” Tanya Mikaila. “Apa selama ini aku pernah membohongimu?” Tanya Conradinez balik. “Mungkin saja. Aku bahkan tidak tahu apa sikapmu padaku selama ini tulus atau tidak” Ucap Mikaila membuat Conradinez menghela nafas kasar kemudian mengacak rambutnya.    “Apa kamu harus mempertanyakan hal itu?” Tanya Conradinez frustasi. “Sudah kubilang, aku berbohong waktu itu agar bisa bertemu denganmu. Aku tidak memiliki maksud yang lain” Ucapnya.    “Dengar Mikaila Benhard, aku mencintaimu sejak Ev memperkenalkanmu padaku dan sampai kapan pun aku akan terus mencintaimu tak peduli kamu mau percaya atau tidak” Tambah Conradinez membuat Mikaila terdiam.    “Aku akan menjemputmu nanti untuk makan siang. Kalau kamu tidak mau, maka aku akan masuk ke dalam untuk mencarimu” Ancam Conradinez kemudian memutuskan sambungan teleponnya tanpa mendengar jawaban Mikaila. Karena ia tahu, kalau kali ini wanita itu pasti akan mau bertemu dengannya.    -------                            “Hai” Sapaan itu membuat Mikaila berhenti sejenak saat membereskan barang-barangnya. Ia lantas melihat Dimas yang berdiri di depan mejanya seraya tersenyum menatapnya.    “Ada apa?” Tanya Mikaila. Karena ini sudah di luar jam kerja, jadi bolehkan ia bicara informal dengan Dimas? Lagi pula pria itu sendiri yang meminta.    “Aku ingin mengajakmu makan siang” Ucap Dimas. “Aku sudah memiliki janji” Jawab Mikaila kemudian kembali membereskan barang-barangnya. “Baiklah. Lain kali saja kalau begitu” Ucap Dimas seraya mengangguk-anggukkan kepalanya. “Oh, Dimas” Panggilan itu lantas membuat Mikaila dan Dimas mengalihkan pandangan mereka pada Alvis yang baru saja keluar dari ruangannya.    “Sir” Sapa Mikaila seraya berdiri menyambut pria paruh baya itu. “Apa kalian mau pergi makan siang bersama?” Tanyanya seraya berjalan mendekat pada kedua orang tersebut.    “Tidak, Pak” Jawab Mikaila mendahului Dimas yang hendak menjawab. “Lalu apa yang kalian lakukan di sini? Bukankah ini sudah waktunya makan siang?” Tanya Alvis. “Mr. Hengkara hanya bertanya beberapa pertanyaan seputar pekerjaan, Sir” Jawab Mikaila membuat Dimas tersenyum kecut.    “Benar, Sir. Karena masih baru di sini, jadi saya bertanya sedikit pada Miss Benhard seputar sistem kerja di sini” Sambung Dimas berbohong. Sistem kerja? Itu adalah hal pertama yang ia pahami saat memutuskan menerima tawaran untuk bekerja di sana.    “Ah~ Kalau begitu sekarang pergilah makan siang sebelum waktu istirahat selesai. Aku tidak mau kalau kalian sakit karena telat makan” Pintah Alvis.    “Baik, Sir” Jawab Mikaila dan Dimas bersamaan. Setelahnya, Alvis pergi dari sana karena ia juga akan pergi makan siang.    “Kenapa kau berbohong?” Tanya Dimas sepeninggal Alvis. “Lalu kau? Kenapa kau juga berbohong?” Tanya Mikaila. “Karena kau yang lebih dulu berbohong” Jawab Dimas. “Jangan jadikan tindakan orang lain sebagai alasan untuk melakukan sesuatu. Kau melakukan itu karena kau ingin. Tadi, kau bisa saja membantah ucapanku tapi tidak kau lakukan” Ucap Mikaila membuat Dimas terdiam.    “Selamat istirahat” Lanjut Mikaila kemudian pergi dari sana meninggalkan Dimas yang kini terkekeh setelah mencerna ucapan Mikaila dengan baik.    “Astaga, dia benar-benar sangat berkarisma” Ujar Dimas seraya tersenyum. Di sisi lain, Mikaila mendengus saat melihat mobil Conradinez yang telah terparkir manis di depan lobi menunggunya. Ia bahkan tak berhenti merutuki pria itu yang seenaknya parkir di sana. Setelah ini, ia pasti akan mendapat banyak pertanyaan karena pria itu.    Menghela nafas, Mikaila mulai melangkahkan kakinya menuju mobil pria itu dan masuk ke dalam.    -------                            Love you guys~           
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN