Mikaila menghela nafas seraya merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Ia baru saja menyelesaikan makan malam yang telat dua jam itu karena harus menyelesaikan pekerjaannya terlebih dahulu agar bisa beristirahat dengan tenang malam ini.
“Ah!” Seru Mikaila kemudian bangkit dari posisi baringnya kemudian berdiri lalu berjalan menuju meja belajarnya, membuka laci di sisi kanan dan mengeluarkan sebuah flashdisk.
“Aku hampir melupakanmu, my love” Gumam Mikaila seraya menatap flashdisk tersebut dengan mata berbinar dan senyum lebar kemudian memasukkan benda itu ke dalam tas kerjanya. Karena isi dari flashdisk tersebut adalah file yang akan menentukan masa depannya.
Setelah memasukkan benda itu ke dalam tasnya, ia pun kembali ke tempat tidur untuk tidur. Ia harus datang lebih cepat besok karena harus menemani Alvis ke Bandung untuk visit cabang yang ada di sana.
Namun baru saja ia memejamkan mata, tiba-tiba ponselnya berdering yang menandakan ada sebuah panggilan yang masuk. Ia lantas segera bangun dari tidurnya lalu mengambil ponselnya yang berada di atas meja rias.
“Siapa yang menelepon malam-malam begini?” Tanya Mikaila. “Siapa ini?” Tanyanya lagi saat melihat nomor baru yang tertera di sana. Tanpa menunggu lama, ia pun memutuskan untuk menjawab panggilan tersebut.
“Halo” Sapa Mikaila.
“Keluar sekarang juga atau aku akan memberitahu Ev tentang hubungan kita” Ancam orang tersebut kemudian langsung memutuskan sambungan telepon tanpa mendengar jawabannya. Dari suaranya pun, Mikaila tahu kalau dia adalah Conradinez.
Selama beberapa saat, Mikaila terdiam di tempatnya dengan ponsel yang masih berada di telinganya. Apa ia harus keluar? Ia sungguh tidak ingin bertemu dengan Conradinez lagi. Tapi jika tidak, maka Conradinez akan memberitahu Evelyn tentang hubungan mereka. Ia lantas menghela nafas sebelum memutuskan untuk pergi keluar menuruti ucapan pria itu.
Setelah tiba di depan kamarnya, ia tak mendengar suara televisi lagi yang berarti Celine telah berada di kamarnya. Dengan langkah pelan, ia pun melanjutkan langkahnya untuk keluar.
Sesampainya di depan rumah, ia terdiam di tempatnya saat melihat Conradinez berdiri di depan mobil pria itu seraya menunduk dengan kedua lengan berada di dalam saku celana. Di saat seperti, entah kenapa pria itu terlihat sangat keren.
Mikaila lantas segera menggeleng-gelengkan kepalanya untuk menghilangkan pikiran tersebut. Setelahnya, ia pun berjalan menghampiri Conradinez yang langsung berdiri tegak saat menyadari kehadiran Mikaila.
“Masuklah” Pintah Conradinez.
“Di sini saja” Tolak Mikaila.
“Dan menjadi bahan gosip tetanggamu?” Tanya Conradinez karena ia tahu betul kalau Mikaila tak suka dijadikan bahan gosip, terlebih bahan gosip para tetangganya.
Tanpa mengatakan apapun, Mikaila langsung masuk ke dalam mobil Conradinez yang disusul oleh pria itu. Mereka hanya masuk dan duduk di dalam tanpa beranjak dari sana.
“Apa kamu harus selalu mengancam seperti ini?” Tanya Mikaila seraya bersedekap tanpa menatap Conradinez.
“Karena kamu pasti tidak akan keluar kalau aku hanya meminta seperti biasa” Jawab Conradinez membela dirinya.
“Inilah yang tidak aku suka darimu. Kamu terlalu kekanakan” Ucap Mikaila.
“Apa itu alasan kamu selingkuh dengan pria itu?” Tuduh Conradinez menahan amarah dalam dirinya.
“Selingkuh? Kamu menuduhku selingkuh?” Tanya Mikaila seraya memutar tubuhnya ke kanan sembilan puluh derajat lalu menatap Conradinez tak percaya. “Sekarang kamu menuduhku selingkuh setelah apa yang kamu lakukan?!” Bentaknya.
“Aku bahkan baru mengenal Dimas dua hari yang lalu” Ucap Mikaila. “Di sini masalahnya bukan aku, tapi kamu! Kamu yang selingkuh di belakangku! Kamu yang jalan dengan wanita lain! Dan sekarang kamu menuduhku selingkuh?!” Bentaknya.
“Bukankah aku sudah menjelaskan semuanya?” Tanya Conradinez seraya menatap Mikaila.
“Menjelaskan semuanya? Hah! Aku bahkan tidak menemukan jawaban atas tindakanmu itu” Ucap Mikaila.
“Aku tidak tahu siapa wanita itu! Aku tidak tahu apa hubungan kalian! Aku tidak tahu apa alasan kalian saling berpelukan! Aku tidak tahu kenapa harus kamu yang berada di posisi itu! Dan aku tidak tahu kenapa kamu begitu ringan untuk memeluk wanita lain selain aku!” Bentak Mikaila membuat Conradinez terdiam seraya menunduk.
“Kenapa? Kenapa kamu tidak membalas ucapanku? Hah! Kamu tidak bisa menjawab karena tidak tahu jawabannya, ‘kan? Kamu tidak menjawab karena apa yang kukatakan benar, ‘kan?” Sindir Mikaila.
“Aku...”
“Tapi, tidak apa-apa. ” Potong Mikaila seraya mengubah posisi duduknya kembali menghadap ke depan. “Terserah kamu mau bersama wanita lain atau tetap menuduhku selingkuh. Justru lebih baik kalau kamu menganggap aku selingkuh darimu. Lebih mudah bagi kita untuk mengakhiri hubungan ini, bukan?” Ucapnya membuat Conradinez menatap Mikaila terkejut.
“Mulai sekarang, berhenti menghubungiku dan mengancamku seperti tadi karena aku tidak peduli lagi apa yang akan kamu lakukan” Ucap Mikaila kemudian keluar dari mobil Conradinez.
“Mik! Mik! Mikaila!” Panggil Conradinez berusaha mencegah Mikaila untuk keluar, namun percuma karena kini Mikaila telah masuk ke dalam rumahnya kembali. Sementara ia hanya bisa menatap nanar pada kepergian wanita itu.
“Argh!” Teriak Conradinez seraya menjambak rambutnya sendiri kemudian memukul-mukul kemudi mobilnya dengan keras untuk melampiaskan amarahnya.
“Argh!” Teriaknya lagi yang dibarengi dengan pukulan pada kemudi mobilnya yang kali ini lebih keras dari sebelumnya.
Setelanya, Conradinez meletakkan kepala di kemudi mobil dengan air mata yang tanpa sadar telah mengalir dari pelupuk matanya. Bukan ini tujuannya datang ke sini. Bukan ini hasil yang ia harapkan. Bukan ini akhir yang ia inginkan.
“Sial!” Maki Conradinez.
Di sisi lain, Mikaila kini telah tiba di kamarnya. Setelah keluar dari mobil Conradinez tadi, ia merasa kakinya sangat lemas hingga membuatnya hampir jatuh. Sekuat mungkin ia menahan kakinya dan terus berjalan. Tak hanya itu, ia pun berhasil menahan air matanya untuk tidak keluar.
Tapi kini, Mikaila tak bisa menahan kedua hal itu lagi. Ia lantas langsung terduduk di lantai dengan punggung yang bersandar di belakang pintu. Air matanya pun telah mengalir dari pelupuk matanya.
Ia lantas memeluk kedua lututnya lalu membenamkan wajahnya di sana dan berakhir menangis tanpa suara karena tak ingin membuat sang Ibu terbangun dan khawatir padanya.
Sesak. Itulah yang ia rasakan saat ini. Ia merasa sesak karena tak bisa mengeluarkan apa yang ingin ia keluarkan. Ia hanya bisa menangis tanpa suara dan menahan semuanya seraya memegang dadanya yang terasa sangat sesak itu.
Hubungannya dengan Conradinez telah berakhir. Kepercayaan yang ia bangun pada pria itu selama lima tahun terakhir, kini telah hilang. Satu-satunya pria yang ia pikir akan menjadi satu-satunya pria di hidupnya, kini telah berubah.
Tak ada lagi kepercayaan di antara mereka. Ia merasa seperti orang bodoh karena telah memberikan kepercayaannya pada Conradinez. Pria yang pada akhirnya mengkhianatinya. Dan itulah yang yang membuatnya semakin merasa sesak.
Sinar bulan yang masuk ke kamar Mikaila melalui jendela kamarnya menjadi saksi bisu tangisan menyakitkan wanita itu malam ini.
-------
“Paman” Panggil seorang gadis kecil dengan lolipop di tangan kanannya saat Dimas baru saja keluar dari kamar mandi setelah membersihkan tubuhnya. Saat ini pun, ia hanya menggunakan handuk di pinggulnya seraya mengeringkan rambutnya menggunakan handuk lain.
“Hm? Ada apa, Tuan Putri?” Tanya Dimas seraya menghampiri gadis kecil tersebut lalu duduk jongkok di hadapannya untuk mensejajarkan tinggi mereka.
Gadis kecil bernama Azahra berusia empat tahun yang merupakan keponakan pria itu. Hari ini, kakak perempuannya memang datang berkunjung ke rumahnya setelah dua bulan tidak datang ke sana.
Padahal setiap bulan, kakaknya selalu datang berkunjung. Entah apa alasan kakaknya melakukan itu, ia pun tak tahu. Meski begitu, ia tak mengeluh atau melarang dan menerima kunjungan tersebut dengan tangan terbuka.
“Bunda bilang, Paman jangan terlalu sering mandi malam. Nanti Paman bisa terkena flu” Ucap Azahra dengan suara khas anak kecilnya membuat Dimas terkekeh.
“Iya, Paman mengerti” Ujar Dimas.
“Tidak, tidak. Badan Paman masih basah jadi belum boleh memeluk Zahra. Nanti Zahra yang sakit dan Bunda akan khawatir” Tolak Azahra saat Dimas berniat memeluknya yang lagi-lagi membuat pria itu terkekeh.
“Sebenarnya kamu itu putri Bunda atau Paman? Kenapa kamu pintar sekali?” Tanya Dimas seraya mengacak rambut Azahra.
“Tentu saja Zahra putri Bunda. Zahra ‘kan cantik seperti Bunda” Ucap Azahra membuat Dimas kembali terkekeh.
“Lalu di mana Bunda dan Nailah?” Tanya Dimas.
“Bunda dan Nailah ada di dapur” Jawab Azahra.
“Ayah?” Tanya Dimas lagi.
“Kalau Ayah masih di jalan” Jawab Azahra.
“Baiklah. Kalau begitu sekarang Zahra pergi ke Bunda dulu, Paman mau pakai baju. Ok?” Pintah Dimas yang dibalas anggukan oleh Azahra kemudian keluar dari kamar Dimas.
Setelah kepergian Azahra, Dimas lantas segera mengeringkan tubuhnya kemudian berjalan menuju lemari, mengambil baju lalu memakainya. Ia tak ingin membuat kakaknya menunggu lama.
Seusai memakai baju, Dimas berjalan menuju tempat tidur untuk mengambil ponsel yang tadi ia letakkan di sana. Ia pun menyalakan dan memeriksa apakah ada pesan atau panggilan masuk yang ia lewatkan. Namun, hasilnya nihil. Tak ada satu pun pesan yang belum terbaca atau pun panggilan tak terjawab yang membuatnya menghela nafas.
“Apa dia sedang sibuk?” Tanya Dimas pada dirinya sendiri. “Kenapa...” Ucapannya lantas terhenti saat ia mengingat sesuatu. Suatu hal yang membuatnya merasa seperti orang bodoh karena mengharapkan sesuatu yang jelas-jelas tidak akan terjadi malam ini.
“Apa yang kau harapkan saat dia saja tidak tahu nomor ponselmu, Dimas?” Tanya Dimas pada dirinya sendiri. “Aku bahkan juga tidak tahu nomor ponselnya” Gumamnya kemudian terkekeh.
“Besok kami harus bertukar nomor ponsel” Gumamnya lagi seraya tersenyum.
Setelah merutuki dirinya yang bodoh, Dimas pun memutuskan untuk keluar dari kamarnya dan segera bertemu dengan sang kakak yang saat ini pasti telah menunggunya.
-------
Love you guys~