BAB 8. Tentang Bimantara

1420 Kata
Bella menunggu di kamar Eve di lantai dua selagi Reyyan membersihkan tubuh Bimantara. Tadi Bibi Rina sudah menyiapkan segala peralatan mandi dan juga baju ganti bersih. Bimantara juga memakai popok dewasa dan setelahnya masih harus meminum obat. Kalau sarapan dan makan siangnya, tadi Bibi Rina yang menyuapi. Arini benar-benar enggan mengurus sang suami. Padahal biaya hidup dia dan putri kandungnya masih ditanggung oleh uang tabungan sang suami, yang tidak akan habis tujuh turunan asalkan tidak selalu dipakai untuk foya-foya. “Nah Om Bima, sudah selesai semuanya,” ucap Reyyan setelah Bima meminum semua obat yang dia berikan. Lalu dia letakkan gelas kosong di atas meja nakas. “Sekarang Om bisa istirahat ya. Sudah bersih. Sudah merasa lebih nyaman, kan?” Reyyan si paling soft spoken, bahkan mengusap lembut pundak Bimantara. “Ehhmm Emmm.” Bimantara seakan ingin menyampaikan sesuatu. Tapi lagi-lagi tercekat, hanya sampai di tenggorokan. Reyyan mengamati itu. Sifatnya yang tenang memang selalu betah mengamati orang-orang di sekitar. Dan itu banyak membantu dirinya sendiri menemukan solusi jika ada masalah dengan orang-orang itu. Seperti dia juga dapat menempatkan diri saat sedang bersama Eve dan Bella. “Om Bima ingin mengatakan sesuatu?” tanyanya lembut. “Emhh.” Bimantara sedikit mengangguk. Tipis sekali. Reyyan berpikir cepat. Bagaimana caranya dia dapat berkomunikasi dengan papa sahabatnya ini. Sedangkan Bimantara juga sulit menggerakkan tangannya untuk menulis. Hanya tinggal ekspresi dari wajah saja yang biasa dia gunakan untuk menyampaikan sesuatu. Itupun wajah Bimantara terlihat tidak terlalu simetris. “Ah iya, sepertinya harus dicoba,” gumamnya ketika terlintas satu ide di kepala. “Umm Om Bima, saya juga ingin mengatakan sesuatu, tentang Eve dan … Tante Arini. Maaf ya Om sebelumnya Nanti Om tinggal menggeleng saja, seandainya nggak mau lagi dengar apa yang saya bilang. Nggak apa-apa kok, saya nggak memaksa. Boleh ya, Om?” Bimantara mencoba mengangguk dengan sekuat tenaga. Hanya terlihat sangat pelan. Tapi itu sudah cukup bagi Reyyan. Dia tersenyum penuh arti. “Umm begini Om, sebenarnya … selama ini saya cuma melihat sedikit saja, Evepun nggak terlalu cerita banyak, jadi … saya minta maaf kalau sudah lancang menilai.” Reyyan menoleh ke belakang. Ke arah pintu kamar. Masih tertutup, hanya ada celah sedikit yang terbuka, dan tidak terdengar suara siapa-siapa di sana. Reyyan mendekatkan kursinya ke arah tempat tidur. “Om Bima, yang saya lihat dari Tante Arini, dia nggak tulus sayang pada Eve. Beda dengan saat waktu Om Bima masih sehat.” Reyyan berusaha berbicara dengan begitu perlahan. Tapi cukup jelas di telinga Bimantara. Terlihat sorot bola mata Bimantara mulai sendu. Bahkan titik air mata menetes begitu saja. Padahal Bimantara yang dulu pernah ada, selama masa sehatnya, begitu gagah dan berwibawa. Menjadi kebanggaan bagi Marissa Eve, putri tunggal kesayangan. “Maaf ya Om, saya harus bilang seperti ini.” Reyyan meraih selembar tisu lalu mengusap air mata di pipi berkerut Bimantara. Bukannya dia ingin membuat orang sakit semakin merasa tersiksa karena beban pikiran. Tapi dia hanya ingin berusaha membantu, mengingatkan Bimantara, jika di suatu hari nanti, di masa akan datang, entah masih lama atau sebentar lagi, Arini sang istri kedua Bimantara akan melakukan hal licik. Misalnya saja, penyalahgunaan tanda tangan untuk tujuan yang merugikan Bimantara sendiri bersama dengan Eve. Namun Reyyan tidak tega untuk mengatakan kalau saat ini Eve sedang menghilang, entah di mana keberadaannya. Reyyan kembali mengusap lembut pundak Bimantara. “Om, Eve memang sudah kehilangan sosok mamanya dan tidak bisa tergantikan oleh Tante Arini. Juga sekarang Om Bima sedang sakit. Tapi Eve bisa mengandalkan aku dan Bella, sahabatnya yang selalu membela. Jadi Om tenang saja ya. Yang terpenting Om Bima harus semangat untuk sembuh. Om—” “Ehm!” Reyyan tersentak. Tapi seperti biasa, dia begitu tenang, dengan cepat bisa mengendalikan dirinya sendiri. Menoleh ke belakang. Di sana berdiri Mikhayla, di ambang pintu kamar. Wah! Sejak kapan dia berdiri di sana? Reyyan sungguh berharap Mikha tidak mendengar ucapannya tadi. Reyyan bangkit dari duduknya, perlahan berjalan menghampiri Mikha yang masih berdiri di sana. “Aku hanya membantu membersihkan badan Om Bimantara. Kerena Eve sedang sibuk di kampus, jadi aku dan Bella datang kesini. Kening Mikha mengernyit. Dia sedikit merasa tak enak hati. Agak tersinggung dengan ucapan Reyyan. Tapi tentu saja tidak mau menjadi kalah. “Oh. Yahh memang itu tugasnya. Setiap orang punya tugas masing-masing kan di rumah. Tapi, hanya alasan itu saja sampai kamu dan Bella datang kesini? Rasanya, agak berlebihan ya?” Sedikit memiringkan kepala. Memindai mata Reyyan, sedikit curiga. Reyyan tersenyum tipis. Tatapannya begitu tenang. Jadi Bella tidak akan menemukan celah apapun di sana. Untung saja dia bukan sedang berhadapan dengan Bella yang penuh ekspresi. “Tidak ada yang berlebihan jika tentang orangtua. Kecuali, kamu tidak tulus.” Reyyan menoleh sebentar pada Bimantara. “Om Bima, kalau begitu saya pamit dulu. Jangan sungkan pada saya. Bella dan saya akan rutin berkunjung, memastikan Om Bima baik-baik saja.” Mengambil tangan kanan Bimantara yang tergeletak lemas. Lalu mencium punggung tangannya. Cih, apa maksudnya dia bilang begitu?! Dasar caper! Gerutu Mikha dalam hati. Reyyan lalu menelepon Bella, mengajaknya untuk kembali ke kampus menyusul Eve lagi. Itu artinya dia mengajak segera pergi dari sini. Bella mengiyakan dan mereka akan bertemu di teras. Reyyan menyimpan handphone di saku celana, lalu beranjak dari sana. Melewati Bella begitu saja di ambang pintu tanpa menoleh. Dan Bella langsung mengekor di belakang. Dia mendelik tajam ke arah tangga ketika mendengar langkah Bella menuruni anak tangga lebar itu. Namun begitu sampai di teras, raut tenang Reyyan seketika berubah. Begitu melihat Aksa di sana, sedang duduk santai sambil minum kopi. Ketenangannya terusik begitu saja. Mereka memang tidak terlalu akrab, tapi beberapa kali jalan bersama karena Eve meminta menemani, bersama Bella juga. “Oh, hai Rey, Bel, oh ya kalian nggak bareng Eve Umm … maksudku, kalian selalu bersama, kan?” Gugup. Jelas karena dia sedang merasa bersalah. Aksa agak kaget karena tidak menyangka akan bertemu Reyyan tiba-tiba. Dia tidak hapal mobil Reyyan di depan. “Dan kamu, bersama Mikha? Selesaikan dulu satu hubungan baru menjalin hubungan lain. Itu namanya gentleman. Tapi kalau bermain di belakang—itu namanya pengkhianat. Lebih hina daripada pecundang.” Aksa terpancing emosi. Seperti tujuan Reyyan. Dia ingin baku hantam dengan pria b******k pacarnya Eve ini. Mikha mencium gelagat tidak baik, dia segera berjalan menghampiri Aksa yang sudah bangkit dari duduknya dan meletakkan gelas kopi di atas meja. Tapi tiba-tiba—bug! Seseorang menonjok muka songong Aksa. Reyyan langsung menoleh pada Bella dan mengacungkan jempol tangan kanannya. “Ah, sial!” maki Aksa. Mengusap pipi kirinya yang terasa panas. “Sayang!” Mikha mengusap pipi Aksa. Raut wajahnya begitu khawatir. “Hah! Sayang? Perebut pacar adik sendiri! Hina sekali!” teriak Bella sambil tersenyum miring. Aksa menunjuk wajah Bella dan Reyyan bergantian. “Ini bukan urusan kalian! Jangan sok ikut campur! Anj***!” Reyyan balik menunjuk muka Aksa. Rautnya kembali tenang bahkan ada senyuman tipis, mencibir. Dia agak senang karena melihat aksi Bella tadi. “Anjing itu nggak pernah setia dengan satu pasangan. Dia kelewat rakus. Jadi, lebih tepatnya lo yang anj***!” “b******k!” Aksa menepis tangan Bella lalu berlari ke depan untuk menyerang Aksa. Namun tinjunya memukul udara. Karena Aksa dengan penuh perhitungan cepat menghindar. Masih sempat merangkul Bella yang berdiri di sampingnya dan menarik semakin ke samping. Aksa semakin murka. Dia kembali untuk mencoba serangan kedua. Reyyan mendorong Bella pelan supaya sahabatnya itu aman. Kali ini setelah menghindar dia langsung menendang b****g Aksa hingga terjerembab ke tanah. Dengan mukanya mendarat lebih dulu. “Aksa!” teriak Mikha histeris. Prang! Sesuatu yang cukup kencang menimpa punggung Reyyan hingga pria tampan berambut cepak itu begitu terkejut. Bellapun ikut terkejut. Tidak menyangka ada serangan dari belakang mereka. Keduanya menoleh pada si penyerang. “Tante Arini?!” Arini berdiri tegap dengan wajan besar di tangannya. “Kalian berdua pergi dari sini! Beraninya bikin onar di rumah saya!” Dia mengusir Reyyan dan Bella. Tapi tidak untuk Aksa. “Ini bukan rumah Tante Arini! Ini rumah Om Bima dan Eve!” Mulut Bella sama persis dengan Eve, tidak pernah takut dengan resiko digampar orang. Seketika Arini terhenyak. Tapi cepat dia menguasai keadaan. Mendelik tajam pada Bella. “Anak kurang ajar! Saya bilang pergi dari sini!” “Ayo Bel, kita pergi.” Reyyan merangkul pundak Bella. Namun gadis itu masih menatap tajam pada Arini. “Lihat saja Tante, Eve nggak pernah sendirian menghadapi orang-orang jahat seperti kalian. Reyyan mampu membayar pengacara sekelas Hotman Paris Hutabarat untuk membongkar kejahatan kalian! Iya kan, Rey?” “Iya. Iya. Ayo, Bel! Hutapea, Bel.” Reyyan menarik tangan Bella. “Ingat itu! Sekelas Bang Hotman Paris Hutapea!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN