Bab 18. Rencana Levina Untuk Roni dan Ethan

1920 Kata
Happy Reading Levina tidak bisa bangun pagi ini untuk bekerja membersihkan kamar Ethan ataupun sekadar keluar dari kamar. Tubuhnya benar-benar remuk redam setelah semalam Ethan menggempurnya tanpa ampun hingga jarum jam melewati pukul satu pagi. Meskipun permainan mereka lebih banyak didominasi oleh Ethan yang seakan tidak pernah merasa lelah, tetap saja Levina merasa seluruh tubuhnya begitu lemas ketika matahari sudah merangkak naik. Sendi-sendinya terasa seperti tidak lagi bersatu, kepalanya berat, dan tubuhnya seperti menolak untuk digerakkan. Setelah puas melakukan kegiatan kesukaannya bersama Levina semalam, Ethan akhirnya harus kembali ke kamarnya sendiri menjelang pagi. Tidak mungkin jika ada yang tahu bahwa Ethan baru saja keluar dari kamar seorang pelayan seperti Levina, apalagi di jam yang begitu rawan. Pagi-pagi buta pasti beberapa pelayan sudah bangun. Rahasia mereka harus tetap terkunci rapat, meskipun setiap kali Ethan melangkah pergi, Levina selalu merasa hatinya ikut pergi. Pagi itu, salah satu pelayan senior masuk ke kamar Levina. Wanita itu sudah lama dianggap seperti kakak sendiri oleh Levina. Ia mendapati Levina masih terbungkus rapat dengan selimut tebal, wajahnya pucat, dan matanya setengah terpejam. "Apa kamu sakit, Levina?" tanya Mey lembut, sambil menggoyangkan lengan Levina perlahan. Levina langsung membuka matanya, sedikit terkejut karena tidur pulasnya terganggu. "Iya, Mey... aku sedang tidak enak badan. Nanti aku akan bekerja setelah agak enakan," jawab Levina lirih dengan suara serak. "Apa perlu diperiksa oleh dokter?" Mey masih khawatir, tatapannya penuh cemas. "Tidak, tidak perlu! Aku hanya butuh istirahat sebentar," jawab Levina cepat, tidak ingin Mey atau orang lain mencurigai hal-hal yang sebenarnya terjadi semalam. "Baiklah kalau begitu, aku tinggal dulu. Beristirahatlah dengan tenang. Kalau Nyonya Bela atau Tuan muda Ethan mencari kamu, aku akan katakan kalau kamu sedang sakit," ucap Mey penuh perhatian, layaknya seorang kakak. "Terima kasih, Mey," Levina berusaha tersenyum, meskipun senyum itu lebih mirip raut kelelahan. *** Di sisi lain rumah besar itu, Morgan menatap putranya yang sedang menyantap roti isi yang sudah disediakan pelayan untuk sarapan pagi. Pandangannya tajam, seolah ada beban yang dipikirkan. "Ada apa, Pa? Papa sejak tadi memperhatikan Ethan terus?" tanya Ethan tidak betah dengan reaksi ayahnya yang hanya diam, namun tatapan matanya penuh tuntutan. Morgan menarik napas panjang, seakan sedang menyiapkan kalimat penting. "Ethan, Papa ingin mempertanyakan masalah pertunanganmu dengan Sonya. Kapan kamu dan dia menghabiskan waktu berdua agar bisa lebih dekat? Papa ingin nanti malam kamu mengajak Sonya makan malam bersama kita," ujar Morgan dengan nada yang tidak bisa dibantah. Ethan langsung menatap ke arah mamanya, berharap bisa mendapat pertolongan lewat tatapan mata. Namun sayangnya, Nyonya Bela sama sekali tidak menoleh ke arah putranya. Seolah-olah sengaja membiarkan Ethan menghadapi sendiri perintah ayahnya. Akhirnya, dengan berat hati, Ethan hanya bisa mengangguk dan mengiyakan permintaan Papanya, meski dalam hati ia penuh dengan kegelisahan. *** Siang itu, setelah cukup merasa kuat, Levina keluar dari kamar. Langkahnya pelan, masih menahan pegal di sekujur tubuh. Ia menuju dapur, dan di sana pemandangan sibuk langsung menyambut matanya. Koki dan beberapa pelayan tampak riuh, sibuk memasak dan menyiapkan berbagai macam hidangan. Levina mengernyit. Biasanya dapur tidak akan sesibuk ini, tapi hari ini banyak sekali bahan makanan berserakan di atas meja. Bahkan ada pelayan lain yang sedang sibuk membersihkan sayur-sayuran dan daging. Di rumah besar itu, semua pelayan memang memiliki tugas masing-masing. Ada satu koki yang bertanggung jawab penuh pada masakan. Sedangkan pelayan seperti Levina tidak pernah mengurusi dapur, melainkan lebih banyak pada pekerjaan membersihkan kamar, menyapu, mencuci baju, menyetrika—khususnya tugas yang berhubungan dengan kamar Ethan, tuan muda keluarga itu. Untuk Tuan besar dan Nyonya besar sudah ada pelayan khusus, begitupun untuk nona muda di keluarga besar tersebut. "Apakah akan ada jamuan makan malam?" tanya Levina penasaran kepada salah satu pelayan muda yang sedang sibuk di dapur. "Apa kamu gak tahu? Nanti malam, tunangannya Tuan muda Ethan beserta keluarganya akan datang makan malam di rumah ini. Makanya kita disuruh menyiapkan makanan yang benar-benar spesial," jawab pelayan muda itu tanpa berhenti mengiris bawang. Levina hanya ber-oh ria, meski dalam hati tersentak. Ia pun segera mengambil peralatan kebersihan dari gudang kecil di sisi kiri dapur untuk membersihkan kamar Ethan seperti biasanya. *** Malam itu, suasana kediaman keluarga Ethan terasa berbeda. Lebih ramai, lebih formal, lebih penuh aturan. Apalagi kalau bukan karena pertemuan dua keluarga besar—keluarga Ethan dengan keluarga Sonya. Ethan duduk di antara para tamu dengan wajah yang jelas memperlihatkan rasa enggan. Sementara Sonya sendiri terlihat begitu menikmati suasana. Ia tampil cantik dengan gaun hitam selutut yang kontras dengan kulitnya yang pucat bersinar. Semua orang memuji kecantikannya, seakan ia benar-benar cocok menjadi calon menantu keluarga Morgan. Levina yang saat itu kebagian tugas melayani tamu—karena ada pelayan lain yang tidak enak badan—tak bisa menyembunyikan rasa penasaran. Ia ingin tahu lebih jelas seperti apa keluarga dari tunangan pria yang diam-diam menjadikannya kekasih gelap. Meskipun beberapa waktu lalu Levina sempat melihat Sonya, tetapi dia harus memastikan sendiri dari dekat. Sesampainya di ruang tamu, Levina mulai membawakan minuman satu per satu untuk para tamu. Namun, pandangannya justru terpaku pada seorang wanita yang wajahnya sangat familiar. "Sonya, jangan diam saja. Silakan dinikmati dulu sebelum makan malam," ucap Nyonya Bela ramah kepada calon menantunya itu. "Iya, Tante. Terima kasih," jawab Sonya sambil tersenyum anggun. Levina langsung membulatkan matanya. Nafasnya tercekat. Jantungnya berdetak tak karuan. Wajah Sonya... ia pernah melihatnya! Dan saat mendengar namanya disebut, keyakinannya makin kuat. 'Itu benar wanita yang bersama Roni! Wanita yang terlihat seperti kekasihnya waktu itu!' batin Levina panik. Tanpa ingin diketahui oleh Sonya, Levina buru-buru bergegas keluar dari ruang tamu. Tangannya gemetar, nafasnya terengah-engah, dan jantungnya seperti mau meloncat dari d**a. "Ini tidak mungkin orang yang sama, kan?" gumamnya pada diri sendiri dengan wajah pucat. "Kalau benar, berarti Ethan dan Roni sama-sama sudah dibohongi oleh wanita licik yang hanya bermodalkan wajah cantik dan keseksiannya. Aku harus segera memberitahu Ethan, kalau tunangannya itu bukan wanita baik-baik!" Levina meremas tangannya sendiri. "Ah, aku juga akan menghubungi Roni... dan jika perlu, aku akan mengadu domba mereka! Biar mereka sadar siapa Sonya sebenarnya." *** Roni melihat sebuah pesan yang ada di ponselnya. Sudut bibirnya langsung tertarik ke atas ketika melihat siapa yang mengirimkan pesan itu. "Levina! Ah, kenapa setelah bercerai darimu membuatku jadi semakin penasaran denganmu, perubahanmu benar-benar luar biasa," gumam Roni sambil membuka ponselnya yang di password. "Kapan kita bisa ketemu lagi? Ada yang ingin aku bicarakan denganmu." Roni tersenyum membaca pesan tersebut. "Mungkin besok siang saat makan siang atau setelah aku pulang bekerja, di restoran M, gimana?" Levina berpikir apakah dia bisa keluar saat sore hari, biasanya kalau siang dia bisa sedikit bebas kalau pekerjaannya juga sudah selesai. "Besok aku kabari, ya? Soalnya aku juga harus bekerja." Roni tersenyum semakin lebar, dia suka Levina yang seperti ini, menarik ulur membuatnya semakin penasaran. "Baiklah, besok kabari saja, ehmm, lagi apa?" Levina mengerutkan keningnya membaca pesan Roni yang sepertinya masih belum ingin berhenti berbalas pesan. "Aku sedang sibuk, besok aku kabari, selamat malam." Levina langsung mematikan ponselnya, sebenarnya dia sangat malas harus berhadapan dengan mantan suaminya kembali, kalau bukan karena ingin mengambil kembali haknya, dia juga tidak akan pernah mau bertemu dengan pria itu. *** Ethan sedari tadi sudah merasa bosan, makan malam yang menurutnya begitu lama dari biasanya, dia tidak boleh meninggalkan meja makan terlebih dahulu karena kedua keluarga masih bercengkrama dengan menikmati menu penutup sebagai cuci mulut. "Apa kamu ada acara Sabtu besok?" tanya Sonya kepada Ethan yang sejak tadi hanya diam saja. "Entahlah, aku belum memikirkan acara," jawab Ethan tanpa menoleh. Sonya harus ekstra sabar menghadapi pria seperti Ethan, dia memang tidak seperti Roni yang dengan mudahnya luluh hanya dengan rayuan dan juga godaan tubuhnya yang seksi. Ethan benar-benar pria yang tak tersentuh, bahkan hanya untuk sekadar ciuman saja sangat susah. Kalau bukan karena perjodohan dan juga demi bisa menjadikannya Nyonya dari keluarga Alvares, Sonya pasti sudah meninggalkan Ethan sejak awal. Bertemu dengan Roni adalah hal yang paling indah di hidupnya, dia adalah kekasih Sonya di masa kuliah, bahkan dia juga cinta pertamanya. Dulu hubungan mereka tidak direstui keluarga Sonya karena Roni hanyalah orang biasa. Akhirnya mereka bertemu kembali setelah bertahun-tahun tetapi saat itu status Roni sudah menjadi suami wanita lain. Dan dengan bujuk rayu Sonya akhirnya Roni mengambil alih harta Levina dan membuat Roni menceraikannya. *** Malam semakin larut, pikiran Levina melalang buana kemana-mana, dia merasa tidak tenang ketika melihat siapa Sonya sebenarnya. Yah, wanita cantik itu sangat licik. Mungkin karena kelicikannya membuat Tuan Morgan dan Nyonya Bela tidak pernah menyadari hal tersebut. Levina ingat saat dulu suaminya sering menelepon seorang wanita pada tengah malam, dan pada saat ditanya, Roni selalu mengatakan itu adalah rekan kerjanya. Levina yang dasarnya dulu bodoh percaya saja, dan sekarang baru Levina sadari bahwa mungkin bisa jadi wanita yang dihubungi oleh suaminya adalah Sonya. "Apakah Sonya juga dalang di balik semua pengalihan harta kekayaanku pada Roni?" gumam wanita itu. Drrrttt!! drrttt! Levina menoleh ke arah meja saat mendengar ponselnya berdering. Tertera nama Ethan di layar. Gegas Levina mengangkat telepon tersebut. "Halo, tuan, ada yang bisa saya bantu?" "Kamu ke kamarku sekarang, buatkan aku s**u hangat." Setelah mengatakan itu, Ethan mematikan panggilannya. Levina menghela napas, sepertinya keluarga Sonya sudah pulang, mungkin ini kesempatan dia untuk berbicara langsung pada Ethan tentang kecurigaannya. "Aku harus bicara pada Tuan Ethan, keluarga ini tidak boleh dipermainkan oleh wanita licik seperti Sonya." Levina membawa s**u hangat pesanan Ethan dan meletakkannya di meja yang ada di dalam kamar tuan mudanya itu. Ethan terlihat keluar dari dalam kamar mandi, dia sudah berganti pakaian dengan kaos rumahan dan celana bokser. "Ini s**u hangat Anda, tuan," ucap Levina. Ethan mendekat dan meminum s**u tersebut hingga tandas. "Apa kamu tidak ingin bertanya sesuatu?" tanya Ethan membuat Levina mendongak menatap tuan mudanya itu. "Apakah Anda tahu apa yang sedang saya pikirkan?" Levina balik bertanya. "Tentu saja aku tidak tahu, tapi apa kamu tidak penasaran dengan tunanganku? Maksudku apa kamu tidak ingin bertanya?" Levina mengerutkan keningnya. Apakah Ethan ingin dia bertanya bagaimana perasaannya setelah melihat Sonya? Tapi untuk apa Levina mengatakannya. Ah, sepertinya dia harus menanyakan hal ini. "Ehm, saya ada pertanyaan untuk tuan," ucap Levina masih menatap Ethan. "Baiklah, apa pertanyaanmu?" Ethan menarik Levina untuk duduk di sofa, Levina menurut. "Bagaimana perasaan Anda terhadap Nona Sonya?" tanya Levina dengan wajah serius. Ethan yang mendengar hal itu langsung tersenyum. Dia sudah mengira kalau Levina pasti cemburu melihat kedatangan Sonya ke rumahnya. Ethan memegang tangan Levina dan menggenggamnya lembut. "Aku sama sekali tidak ada perasaan apa pun padanya, Levina. Aku tidak mencintainya dan yah, aku hanya terpaksa menerima perjodohan ini karena desakan orang tuaku, jadi kamu tidak perlu khawatir," jawab Ethan tersenyum. Dia benar-benar bahagia karena mengira Levina sedang cemburu dan membutuhkan kepastian tentang perasaan Ethan terhadap Sonya. Tapi ternyata apa yang dipikirkan Levina jauh berbeda, dia hanya ingin tahu perasaan Ethan karena Levina akan mengatakan semua yang dialaminya terhadap Sonya. Jadi dia tidak akan menyakiti hati Ethan jika Levina menginginkan tuan mudanya itu memutuskan pertunangan. Karena biar bagaimanapun Sonya bukanlah wanita yang baik. "Syukurlah tuan, kalau memang tuan tidak menyukai Nona Sonya, saya siap membantu tuan terlepas dari pertunangan ini," ucap Levina tersenyum lebar. Lagi-lagi Ethan salah sangka, pria itu mengira bahwa Levina mencintainya dan tidak ingin Ethan bersama Sonya. Ah, kenapa Ethan jadi berandai-andai bisa menikah dengan pembantunya ini. "Tuan, apa Anda mendengarkan saya?" tanya Levina ketika Ethan tiba-tiba tersenyum sendiri. "Eh, iya, tentu saja aku mendengarkanmu," jawab Ethan menggaruk tengkuknya. "Saya tidak mau tuan bersama Sonya, dia itu bukan wanita baik-baik, tuan. Saya akan membantu Anda untuk bisa memutuskan pertunangan ini sebelum semuanya terlambat, tapi saya harus mencari bukti dulu agar Tuan Morgan dan Nyonya Bela percaya pada saya." Ethan melongo mendengar ocehan Levina. 'Apa tadi yang dia bilang? Bukti apa?' Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN