Apa namanya saat kamu dibawa seorang lelaki ke sebuah apartemennya dan lelaki itu adalah suami sahabat sendiri?
Apakah ani-ani sebutan yang cocok untuk Gia?
Tentu tidak. Gia tidak akan menghianati Olivi, sahabatnya. Meskipun godaan Bastian begitu menggelitik imannya. Jiwa jomblo Gia meronta-ronta, melihat Bastian mengemudi. Sati tangannya memegang kemudi, sementara satu tangannya lagi bersandar pada dinding kaca dengan sesekali lelaki itu menggigit kukunya. Entah untuk tujuan apa dia melakukan itu, tapi pesona Bastia memang tidak bisa dianggap main-main
Selain tato yang terlihat samar dari balik kemeja berwarna navy yang sengaja digulungnya sampai sebatas siku. Rasanya pasti nyaman saat Gia menyandarkan kepala di lengan lelaki itu dan mencium bau harum tubuhnya yang begitu memabukkan.
Ya ampun!
Sepertinya Gia butuh mencuci otaknya yang mulai berkeliaran tidak jelas.
"Kamu kenapa? Pusing?" Tanya Bastian, saat melihat Gia memukul kepalanya berulang kali.
"Nggak. Cuman gabut aja." Gia segera menoleh setelah berhenti memukul kepalanya.
"Kita ke apartemennya Pak Bas? Kalian tinggal di satu apartemen yang sama?" Tanya Gia, saat mobil Bastian masuk area apartemen, dimana Olivia pun mempunyai tempat tinggal di situ.
"Iya. Beda tower aja."
Bibir Gia membulat, membentuk huruf O.
Hal wajar bukan, ketika sepasang suami istri tinggal di apartemen yang sama. Yang tidak wajar itu, ketika mereka tinggal ditempat yang sama tapi di unit yang berbeda.
"Masuk."
Apartemen tempat tinggal Bastian dan Olivia terkenal dengan kemewahannya, meski begitu Gia tidak mampu menyembunyikan rasa kagum. Unit apartemen yang ditempati Bastian jauh lebih besar dibanding milik Olivia, bahkan saat kaki Gia menginjak rumah Bastian untuk pertama kalinya, ia bisa merasakan aura mahal yang begitu kental. Dimulai dari desain dan semua peralatan yang digunakan. Jika Olivia hanya menggunakan apartemennya sebagai tempat istirahat atau sekedar tempat singgah sementara karena ia tinggal di sebuah rumah bersama anak semata wayangnya dan ibunya, lain halnya dengan Bastian. Sepertinya lelaki itu menjadikan apartemen ini sebagai tempat tinggalnya dalam artian ia berada di rumah tersebut setiap harinya. Kenapa Gia bisa berasumsi seperti itu, sebab ia melihat bagian dapur yang sedikit kotor.
"Aku belum membersihkannya." Gia menoleh, mungkin Bastian menyadari saat Gia menatap dapurnya.
"Nggak ko, dapurnya jauh lebih bersih dibanding kamarku." Balas Gia pura-pura.
"Silahkan duduk. Aku ambilkan makanan dan minuman. Mau makan berat atau makanan ringan."
"Makanan berat saja." Jujur saja saat ini Gia tengah kelaparan. Bersikap jaim di hadapan suami sahabatnya tidak akan menaikan pamornya. Gia memilih bersikap apa adanya saja, toh Olivia pasti pernah menceritakan keburukannya pada Bastian. Itu pasti.
"Tunggu, aku panaskan dulu makanannya."
Gia mengangguk dan memilih duduk di depan televisi, menunggu Bastian yang tengah berada di dapur.
"Kamu tinggal disini sendirian?" Tanya Gia. Ia tidak melihat hal apapun berbau perempuan, padahal Bastian memiliki seorang istri dan anak perempuan. Tapi nuansa tempat tinggalnya bernuansa laki banget.
"Iya. Kenapa?"
"Kalian pisah rumah?" Akhirnya Gia memberanikan diri bertanya.
"Nggak. Aku masih tinggal bersama Olive dan Amora."
Gia menganggukan kepalanya.
Ia tidak lagi melanjutkan pertanyaan yang sifatnya lebih pribadi. Gia menyibukan diri dengan meraih remote dan mencari tontonan yang menarik.
Tiba-tiba saja Gia mendengar suara bel berbunyi. Bastian pun mendengarnya, dan ia langsung melihat kamera yang terletak di dekat pintu masuk untuk melihat siapa tamu yang datang.
"Olivia?" Ucap Bastian.
"Siapa?"
"Olivia."
"Apa? Ce Olive?! Aduh! Aku harus gimana?!"
Gia yang mulai panik, sementara Bastian justru terkesan santai.
"Gimana apanya? Kalian berteman, kan? Aku nggak harus repot-repot ngenalin kalian berdua." Bastian hendak membuka pintu, tapi Gia terlebih dulu menahannya.
"Jangan! Tunggu!" Cegahnya.
"Aku akan pergi ke dapur dan bersembunyi, tolong jangan buat Olivia masuk ke bagian dapur." Dengan susah payah Gia melangkah menuju dapur. Tapi ia kembali menoleh, "Sepatuku! Tolong sembunyikan." Ucapnya sebelum akhirnya Gia memilih bersembunyi daripada bertemu Olivia dalam keadaan seperti saat ini.
Olivia tidak seperti Sierra yang memiliki kepribadian lebih mudah marah. Meski begitu, Olivia tetap akan mencarinya saat mendapati sahabat baiknya berada di rumah suaminya. Hanya berduaan saja!
Gia tidak mau Olivia salah paham, yang akhirnya membuat Gia memilih bersembunyi di kamar belakang atau lebih tepatnya kamar yang sering digunakan Bastian untuk menyimpan koper dan alat olahraga golf.
Gia bersembunyi di balik tumpukan koper besar yang bisa menutupi tubuh kecilnya.
"Kenapa kamu sulit sekali dihubungi!" Terdengar suara Olivia setelah pintu terbuka. Gia sempat membayangkan keduanya akan bersikap romantis bahkan bisa saja bercinta saat ia berada di tempat itu. Gia tidak bisa membayangkan bagaimana desahan mereka berdua yang akan membuat Gia malu setelahnya.
"Kamu bilang sibuk, tapi Anton bilang kamu sudah pulang dan benar saja, kamu ada disini."
Nada suara Olivia terdengar kesal.
"Kamu sudah mulai menggunakan Anton sebagai sumber informasi?" Nada suara Bastian justru sebaliknya. Ia terdengar lebih tenang.
"Hebat sekali kamu. Mungkin nanti kamu akan mendekati orang kantor lainnya untuk memenuhi semua keinginanmu."
"Apa maksudmu?!"
"Kamu memang selalu memanfaatkan orang lain untuk kepentingan dirimu sendiri. Dengan nama besar sebagai supermodel yang kamu punya, tentu saja kamu tidak akan kesulitan mencari informasi apapun yang kamu mau."
"Aku hanya mencarimu, karena Amora. Dia selalu menanyakan keberadaanmu."
Bastian memilih diam.
"Aku tahu, kamu sangat marah padaku tapi setidaknya jangan libatkan Amora dalam masalah kita. Dia nggak tahu apa-apa."
"Bukan hanya Amora yang nggak tahu apa-apa, aku juga! Kamu menipuku, kalau kamu lupa. Dan aku nggak tahu itu!"
"Aku minta maaf, Bas. Tapi ini untuk Amora, dia butuh kamu."
"Dia butuh ayah biologisnya, bukan aku!"
"Bastian," Suara Olivia mulai melemah bahkan terdengar frustasi.
"Aku akan menyelesaikannya dengan segera, tapi tolong jaga perasaan Amora."
"Aku dituntut menjaga perasaan Amora, tapi kamu nggak pernah menjaga perasaanku."
Hening sejenak hingga akhirnya Gia kembali mendengar suara Olivia. "Aku salah, Bas. Aku sadari itu. Tapi tolong pulang, Amora rindu padamu."
Setelah itu Gia tidak lagi mendengar suara Bastian. Hanya suara pintu terbuka dan langkah kaki menjauh saja, setelahnya kembali hening. Gia menutup mulut dengan kedua tangannya, kejutan yang tidak pernah ia duga akan mendengarnya secara langsung.
Jadi, Amora bukan putri kandung Bastian?
Lalu siapa lelaki yang menghamili Olivia?
"Olivia sudah pergi, sekarang kamu boleh keluar." Bastian mendekat, dan mengisyaratkan agar Gia keluar dari tempat persembunyiannya.
Lalu setelah ini Gia harus bersikap seperti apa?
Apakah ia harus tetap bersikap seolah tidak mendengar apapun?
Tapi suara mereka sangat nyaring, bahkan bisa dipastikan mereka bicara di ruang televisi yang membuat suaranya terdengar jelas oleh Gia.
Perlahan Gia keluar dari persembunyiannya. Kakinya kembali sakit karena tadi sempat ditekuknya agar tidak terlihat.
"Aku pulang aja kalau gitu."
"Makan dulu. Aku sudah buatkan makanan untukmu, atau kamu bisa temani aku makan kalau kamu sudah tidak berselera makan karena mendengar pembicaraan antara aku dan Olivia tadi."