4. Steven si paling menyebalkan

1042 Kata
"Pak Bastian boleh pulang." Gia tersenyum kaku, mempersilahkan Bastian pulang, setelah mengantarnya. "Kamu nggak masuk?" Tanya Bastian, ia merasa curiga dengan sikap Gia yang tidak kunjung masuk ke dalam rumahnya, padahal sudah sejak lima menit lalu mereka sampai. "Ini mau masuk. Nunggu Pak Bastian pulang dulu." "Aku minta nomor ponselmu," Bastian mengulurkan tangannya, meminta ponsel Gia. "Untuk apa?" "Untuk nanya kabar udah makan belom, udah mandi belom, udah tidur belom?" Gia tertawa cukup keras. "Oliv pasti bahagia banget punya suami tukang lawak. Ganti aja namanya jadi Bastian Sule." Gia masih terkikik geli, meski Bastian menatapnya dengan tatapan aneh. "Sebutkan nomornya, biar saya catat." Ucap Gia, lantas Bastian pun menyebut nomor ponselnya. "Udah saya simpan. Siapa tau gitu ya, kalau Pak Bastian nanya makan atau belum mau gojekin makanan." Gia kembali tertawa, tapi menyadari tatapan Bastian tidak menyenangkan akhirnya tawa Gia pun terhenti. "Udah sana pulang, ngapain juga berdiri nggak jelas disini nanti dikiranya Pak Bastian pacar saya lagi. Tetangga disini pada julid soalnya." Usir Gia. Akhirnya Bastian pun masuk ke dalam mobil dan perlahan meninggalkan rumah Gia. Setelah memastikan Bastian pergi, Gia tidak langsung masuk kedalam rumah, ia justru menghubungi Olivia. "Tadi gue di anterin suami lo, sekarang dijemput bininya." Ucap Gia, saat Olivia datang menjemputnya. Butuh waktu hampir tiga puluh menit untuk Gia menunggu, sampai akhirnya Olivia datang. "Bastian nganter lo pulang?" Tanya Olivia sambil menoleh. "Iya. Hari ini gue dan dia kecelakaan. Kita kejebak di dalam lift. Noh lihat kaki gue jadi korban." Gia menunjuk ke arah kakinya. "Bastian gimana? Dia baik-baik aja?" "Baik, kalau nggak baik mana mungkin dia nganterin gue pulang. Lo perhatian juga," Gia menatap jahil ke arah Olivia. "Dia laki gue, wajar dong kalau gue khawatir." Gia menganggukan kepalanya dan menyandarkan tubuhnya agar mendapat posisi yang nyaman. "Hari ini lo ada acara apa? Sibuk nggak? Gue mau nebeng istirahat di apartemen lo." "Udah tau sakit, ngapain masih kelayapan." "Kalau pulang ke rumah bukannya sembuh tapi gue bakal tambah sakit, atau mungkin aja Emak tiri gua dengan senang hati matahin kaki gue." "Ya udah. Hari ini gue masih ada jadwal pemotretan, lo bisa ke apartemen gue disana ada Mario." Gia mengangguk setuju. Berada di dalam apartemen milik Olivia bersama Mario jauh lebih baik daripada pulang ke rumah. Sebab Mario lebih jinak dibanding ibunya. Perlu digaris bawahi, Mario tidak menyukai wanita dan dia adalah manajer Olivia. "Gue balik jam delapan malam, kalau lo mau balik duluan terserah, mau tunggu gue balik juga terserah. Ada makanan di kulkas tinggal di panasin aja." Ucap Olivia saat ia mengantar Gia ke apartemen miliknya. "Oke!" Gia mengacungkan ibu jarinya ke arah Olivia yang hendak pergi. "Mar, lo nggak ikut?" Tanya Gia yang melihat Mario tengah bersantai di sofa sambil menonton serial kesukaannya. "Nggak, Ce Olive bisa sendiri kalau cuman pemotretan lagian ada asistennya juga." Balas Mario tanpa menoleh ke arah Gia. Gia yang kesulitan berjalan dan harus menggunakan tongkat, terus berlalu-lalang menghalangi pandangan Mario yang tengah fokus menatap ke arah layar televisi. "Lo bisa diem nggak sih, Gi! Kesel gue, mana acaranya lagi seru!" Mario kesal. "Gue nggak bisa jalan, Mar. Coba kalau dari tadi lo nawarin bantuan, mungkin gue nggak akan lama jalan kaki menuju dapur." "Lo mau apa?" Tanya Mario, masih dengan wajah kesal. "Mau makan. Gue laper." "Tunggu disini dan jangan ganti chanel TV nya." Gia mengangguk patuh sambil tersenyum jahil. Tidak berselang lama Mario datang dengan membawa sepiring pizza yang sudah dipanaskan dan sebotol besar minuman soda. "Adanya cuman ini, nggak usah protes. Makan aja." Ucapnya sambil kembali duduk di posisi semula. "Banyak banget," Gia melihat porsi makanan yang ada di atas piring. "Emang lo doang yang laper? Gue juga!" Balasnya. Gia hanya terkikik geli. Mario memang memiliki sifat sedikit judes, tapi aslinya dia sangat baik dan perhatian. "Olivia sibuk ya akhir-akhir ini?" Tanya Gia. Mario hanya menggumam pelan, sebagai jawaban. "Pantesan dia jarang punya waktu setiap kali gue ajak jalan." "Olivia harus kerja untuk membiayai anaknya." "Lo ngomong gitu kayak gue ini pengangguran aja." Cibir Gia. "Olivia ada suami yang membantunya memenuhi kebutuhan anak dan juga dirinya. Lah gue? Gue harus cari duit sendiri." "Lo masih ada orang tua, Gi. Lo nggak miskin, jangan merendah untuk meroket deh!" Mario menatap sinis ke arah Gia. "Gue hidup sendiri, Mar. Lo tau kan gimana berantakannya keluarga gue." "Lo sama Oliv tuh nggak ada bedanya. Cuman status aja yang membedakan kalian. Lo masih gadis, tapi nggak tau ting-ting atau udah jebol. sementara Oliv, dia calon single mother." "Calon single mother?" Gia mengulang ucapannya. "Duh kan, gue keceplosan! Lo jangan bilang-bilang Oliv ya? Ini rahasia banget." Gia mengangguk. "Beneran Bastian dan Oliv mau cerai." "Iya." Mario menghela lemah. "Sudah sejak lama Bastian ingin menggugat Olivia, tapi karena masih ada kontrak iklan dan beberapa proyek besar lainnya Olivia harus menjaga imej nya sebagai seorang istri yang baik, jadi Olivia meminta Bastian untuk menunggu." Selama ini Olivia memang tidak pernah menceritakan bagaimana hubungan rumah tangganya. Olivia terlihat baik-baik saja, padahal ia pun sama berantakannya dengan Gia. Tiba-tiba ponsel Gia berdering dimana nama Steven muncul di layar ponselnya. "Ini manusia rawit ngapain sih nelpon? Heran deh, padahal udah di luar jam kerja." Keluh Gia, meski begitu ia tetap menerima panggilan Steven. "Iya, Dok. Keadaan saya baik-baik aja, Dokter Steven nggak perlu khawatir." Gia sengaja mengucapkan kalimat seperti itu agar Steven merasa kesal dan langsung mematikan sambungan karena merasa ilfil. "Siapa yang nanya kabar kamu? Saya cuman mau bilang, besok kamu masuk kerja. Diana cuti mendadak, jadi kamu bisa gantikan dia." Bukannya rencana awal ingin membuat Steven kesal? Tapi kenapa justru Gia yang merasa kesal. "Dok, saya sakit loh. Kaki saya retak, kalau Dokter nggak percaya, bisa lihat catatannya di Vina. Lengkap tanpa ada rekayasa." "Kamu bilang barusan baik-baik aja, kenapa sekarang bilang sakit? Aneh." Situ yang aneh woy! Gia hanya membatin. "Kamu masuk kerja lagi mulai besok, udah itu aja." Dan panggilan pun terputus begitu saja. "Steven sialan!" Umpat Gia sambil memukul layar ponselnya. "Dia manusia paling menyebalkan di dunia ini!" "Siapa?" Tanya Mario yang sejak tadi memperhatikan Gia. "Steven gila!" Umpatnya lagi. "Dokter Steven Putra Hadi?" Gia mengangguk, "Lo kenal?" "Lebih dari kenal. Dia memang sedikit gila dan nggak punya hati. Sabar-sabar aja deket dia dan hati-hati sama pesonanya. Lengah sedikit lo bisa bunting, kayak Ce." Kalimat Mario terputus saat tiba-tiba Olivia datang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN