BAB 10

1778 Kata
Merlin duduk di teras belakang usai melakukan pekerjaan rumah. Angin yang berembus sepoi menyibak perlahan rambutnya yang berwarna kecokelatan dan membelai dengan lembut pipinya yang mulus. Merlin memejamkan kedua matanya. Menikmati hembusan angin sore itu. Perlahan, hawa pengap yang Merlin rasakan mulai memudar karena hembusan angin yang terus bertiup sepoi. Pakaiannya yang sedikit basah karena tetesan keringat juga mulai mengering seperti semula. Di saat Merlin membuka kedua matanya yang tertutup, wanita itu hampir jatuh terperanjat sebab di depannya saat ini ada seorang pria yang tengah menatapnya dengan intens. "Si..siapa kamu?" tanya Merlin terbata-bata. Ia bahkan sedikit gemetaran sekarang. Pria itu pun melemparkan senyumnya ke arah Merlin. Kemudian mengulurkan salah satu tangannya untuk bersalaman. Mulanya Merlin merasa ragu dan tetap menyimpan tangannya. Namun pria aneh di depannya itu malah menarik tangan Merlin kemudian menautkan jemari tangan mereka untuk bersalaman. "Hei, aku Julian," seru pria itu dengan senyum ciri khas miliknya. Ya, dia adalah Julian Haris Perdana. Andai Merlin tahu jika pria di hadapannya itu adalah penyebab kesalahan antara dirinya dengan Raka. Entah bagaimana Merlin akan bereaksi. Hanya saja wanita itu tidak tahu apa pun dan mengira jika Julian adalah pria aneh yang tersesat di kediaman mewah ini. "Kamu pasti Merlin, ‘kan?" tembak Julian lagi. Membuat Merlin semakin merasa tidak nyaman karena ulahnya. Merlin memaksakan kedua sudut bibirnya tersungging ke atas. Jelas sekali jika senyumnya sekarang adalah sebuah keterpaksaan. Julian sendiri dapat melihat hal itu dengan jelas. "Hei, santai dan tenang saja. Tidak perlu gugup seperti itu saat berhadapan denganku," bisik Julian. Merlin semakin tersenyum kecut. Pikirnya, ada apa dengan pria gila di hadapannya ini? Di hadapannya, semakin Merlin tersenyum seperti itu semakin lebar pula tarikan garis bibir Julian saat melihatnya. "Jauhkan wajah kurang ajar lo itu dari dia. Lo nggak lihat, dia sangat ketakutan sekarang?" Suara itu adalah milik Raka yang entah sejak kapan berada tidak jauh dari mereka. Mendengar suara Raka yang meminta dirinya untuk menjauh, Julian pun segera menjauhkan wajahnya dari Merlin. Pria itu berjalan mundur empat langkah ke belakang sembari mengangkat kedua tangannya yang saat ini merentang ke samping hingga sejajar daada. "Sejak kapan lo datang?" Raka menipiskan jarak dengan Julian. "Baru aja dan Tante Imelda nyuruh gue untuk nunggu di sini," sahut Julian sembari menatap Raka yang berdiri tepat di sampingnya. Kedua mata Raka menatap ke arah Merlin yang saat ini masih duduk dan enggan beranjak. Sedangkan wanita itu langsung mengedarkan pandangannya ke sembarang arah saat mengetahui Raka tengah menatap dirinya. Merlin hanya ingin menghindari tatapan Raka. Itu saja. "Kalau gitu, lo ikut gue ke kamar," titah Raka pada Julian. "Sure, dengan senang hati," sahut Julian kemudian mengekori Raka di belakang. Sepanjang langkah mereka menuju kamar Raka, Julian terus mengoceh tentang hal tidak masuk akal. Pria itu terus mengatakan betapa cantik wajah Merlin saat ia pandangi dalam jarak yang sangat dekat. Dan hal itu tentu saja sesuatu yang sangat tidak masuk akal bagi Raka. Hingga mereka tiba di dalam ruang kamar Raka, Julian masih saja dalam topik yang sama. Raka melucuti satu per satu kancing kemeja yang saat ini membalut tubuhnya. Hingga semua kancing tersebut telah terlepas, Raka segera menanggalkan pakaiannya dan menggantinya dengan kaos biasa berwarna hitam. Raka begitu banyak memiliki kaos dengan warna tersebut. Warna hitam adalah warna kesukaannya. "Jangan duduk di situ. Duduk di tempat lain," titah Raka sesaat Julian akan memposisikan diri di atas sofa bed di samping tempat tidurnya. Kedua kening Julian saling bertaut, ia merasa heran sebab Raka tiba-tiba melarangnya duduk di sana. Biasanya, pria itu tidak akan pernah melarang di mana pun ia ingin duduk. Dan sekarang, Raka tidak mengizinkan Julian untuk duduk di sana. Benar-benar sesuatu yang mencurigakan, pikir Julian. "Kenapa? Biasanya juga lo nggak masalah gue mau duduk di mana pun," protes Julian. Pria itu bersikeras memposisikan diri di atas sofa bed itu. Raka berdecak pelan. Langkah kakinya terbuka untuk menghampiri Julian kemudian menarik tubuh pria itu agar menjauh dari sofa bed. Mendapati Raka bersikap demikian terhadap dirinya. Lantas, semakin membuat Julian merasa penasaran dengan hal apa yang mendasari Raka bertindak demikian. "Ck, kenapa sih lo, Ka? Ketakutan banget gue duduk di sini," decak Julian sembari bersedekap daada. "Lo boleh duduk di mana aja kecuali di sana." Raka menunjuk sofa bed yang sempat diduduki oleh Julian. "Karena di sana tempat tidur Merlin," lanjutnya kemudian menurunkan telunjuknya ke bawah. Kedua mata dan mulut Julian sama-sama membulat dengan sempurna. Pria itu terperanjat saat mendengar kalimat Raka yang mengatakan jika Merlin tidur di atas sofa bed dan bukannya di atas kasur yang empuk nan nyaman itu. "Hah? Lo bilang apa tadi? Merlin tidur di sini?" tanya Julian histeris sembari menunjuk sofa bed. Raka memasang wajah datar, kemudian menjawab, "Biasa aja kenapa sih? Nggak usah histeris gitu," cibirnya. "Heh, ular kobra! Gimana gue nggak histeris. Lagian lo kenapa tidur pisah ranjang gitu sama bini sendiri?" balas Julian. Pria itu sama sekali tidak tahu tentang Raka yang menikah bersyarat dengan Merlin. Raka mendelik, menatap tajam ke arah Julian yang terkesan ingin mengintimidasi dirinya. "Lo nggak usah banyak tanya. Lagian kayak lo nggak tahu aja kenapa gue bisa sampai nikah sama dia! Gara-gara kebodohan kalian semua, gue jadi apes gini!" umpat Raka yang mulai merasa kesal. Julian menyengir tipis. "Santai, Bro! Gak usah emosi gitu," ucapnya. "Gimana gue bisa santai, dasar ular sawa!" balas Raka menirukan kalimat Julian beberapa saat yang lalu. "Sebenarnya, lo datang kemari mau ngapain?" Raka baru ingat poin penting ini. "Ah iya, benar juga! Gue hampir lupa tujuan gue sampai datang kemari karena ingin ngajak lo party malam ini!" seru Julian sembari berjoget-joget. Mendengar kata party, rasanya sudah lama Raka tidak melakukannya. Semenjak Merlin datang membawa kabar jika ia tengah berbadan dua dan mengandung benih darinya, Raka menjadi jauh dari kata berfoya-foya dan sejenisnya. Ia hanya menjalani hukuman yang diberikan sang ayah hingga berakhir menjadi seorang pria yang menikah sekarang. "Boleh juga! Gue udah lama nggak party!" sahut Raka antusias. **** Suara alunan musik DJ terdengar begitu memekakkan telinga. Pesta kali ini diadakan di kediaman Damar. Di tengah kerumunan orang-orang yang sedang menikmati pesta tersebut, Raka berada di antara nya. Di tangan kanannya terdapat segelas minuman beralkohol yang sudah hampir membuat kesadarannya menghilang. Sedangkan tangannya yang lain, melingkar dengan manis di pinggang salah satu wanita penikmat pesta. Kedua kaki Raka terus bergoyang. Seirama dengan alunan musik DJ yang semakin malam semakin terasa menyenangkan baginya. Tidak hanya Raka, semua pengunjung pesta juga begitu menikmati pesta tersebut. Dilihat dari bagaimana mereka bergoyang dalam kesadaran yang semakin menurun. "Babe, gue lama banget nggak lihat lo di pesta. Lo ke mana aja?" tanya wanita yang saat ini berada di samping Raka. Raka tersenyum tipis. Pandangan matanya sudah tidak terlalu jelas lagi. Raka benar-benar mabuk sekarang. "Lo nggak perlu tahu gue ke mana aja selama ini! Yang penting, sekarang gue ada di sini!" seru Raka sembari mengangkat gelas minumannya ke atas dengan begitu tinggi. "Huuuuuu!" Wanita itu lantas bersorak saat Raka mengangkat gelasnya dengan tinggi. Detik kemudian, Raka mulai melihat seseorang yang mampu membuatnya mematung seketika. Mendadak, Raka melihat wanita di sampingnya tadi berubah menjadi Alea. Mulanya Raka berusaha meyakinkan diri jika ia hanya sedang berhalusinasi. Akan tetapi, bayangan wajah Alea yang begitu cantik dan bahkan tersenyum kepadanya itu hampir membuat Raka menjadi hilang kendali. Jika awalnya Raka cukup yakin jika ia hanya sedang berhalusinasi, sekarang pria itu mulai meragukan pikirannya dan menganggap di depannya itu adalah benar-benar Alea. Sedangkan wanita yang entah siapa namanya itu, saat ia melihat Raka mendadak lain sembari menatapnya dengan kedua mata berbinar dan sangat intens. Lantas, membuatnya menjadi berpikir jika saat ini Raka sedang menginginkan dirinya. Perlahan, wanita itu pun mendekat dan semakin menipiskan jarak tubuh mereka. Detik kemudian, ia pun dengan berani menyambar permukaan lembut berwarna ranum milik Raka. Ciuman panas itu pun terjadi. Raka mendadak berubah bak singa liar yang kelaparan sebab ia sedang berpikir jika sekarang tengah mencium Alea. Raka terbuai, Raka terlena. Sungguh ia sangat menikmati ciuman ini. Pagutan, lenguhan, dan hisapan itu seakan membabi-buta kan Raka. Hingga Julian yang melihat hal tersebut, lantas berusaha menghentikan aksi kawan baiknya itu. "Lo nggak mau mengulang kesalahan yang sama dua kali, 'kan?" tanya Julian pada Raka. Tangan kanannya menarik tubuh Raka agar terlepas dari pelukan wanita di hadapannya itu. Raka mendesis kesal sebab Julian mengganggu apa yang tengah ia lakukan. Pria itu berniat untuk kembali menarik wanita di hadapannya yang ia pikir adalah Alea. Namun seketika ia tertahan saat wajah wanita itu kembali berubah seperti sedia kala. Raka membeku, otaknya dengan keras memikirkan ke mana perginya Alea tadi? "Ka! Lo boleh mabuk, tapi jangan main wanita! Ingat istri lo di rumah, dia sedang hamil sekarang!" kata Julian dengan serius. Raka masih terdiam hingga kemudian ia tertawa terbahak-bahak. Dari kalimat Julian, seakan hubungan Raka dengan Merlin adalah hubungan pernikahan yang sebenarnya. Dan hal itu membuat Raka merasa tergelitik hingga tak bisa menahan diri untuk tidak tertawa. Memang Julian tahu apa? Pria itu lantas kebingungan, kenapa Raka tiba-tiba tertawa geli seperti ini. Kemudian, Julian pun meminta sang wanita yang sedari tadi berada di sisi Raka untuk menjauhkan diri dari mereka. Sepeninggal wanita tadi, Raka masih dalam suasana tertawa geli. Dan Julian, pria itu juga masih dalam rasa herannya terhadap Raka. Cukup lama Julian terjebak dalam rasa heran sekaligus penasarannya itu, hingga akhirnya Raka beranjak dari posisi duduknya kemudian berjalan keluar dari area pesta. Julian berjalan di belakang mengikuti Raka yang entah ingin ke mana. Pria di depannya itu berjalan dengan sedikit sempoyongan. Kedua matanya cukup merah dan jangan tanyakan bagaimana kesadaran Raka sekarang. Sudah jelas kesadaran pria itu perlahan mulai menghilang dari raga nya. Julian menghela napas pelan, kepalanya menggeleng ke kiri dan ke kanan secara cukup intens. Menyaksikan Raka yang mulai bertingkah aneh pada tempatnya. Raka tiba-tiba merosot dan duduk berjongkok di tengah lorong. Hal tersebut lantas membuat Julian semakin tak habis pikir dengan kawan baiknya itu. Julian membuka langkah dan berhenti tepat di samping Raka yang tengah bergumam tidak jelas. “Ka, lo ngapain jongkok di sini?” tanya Julian. “Julian, tadi gue ciuman sama siapa?” tanya Raka dengan suara khas orang yang sedang teler. “Mana gue tahu, lo yang ciuman malah nanya gue,” jawab Julian. Ikut berjongkok di samping Raka. “Kenapa memangnya?” lanjut Julian bertanya. Raka menggelengkan kepalanya dengan pelan. “Gue pikir, gue tadi ciuman sama Alea,” sahutnya. Seketika napas Julian seolah tercekat di tenggorokan. Kedua bola matanya hampir membulat dengan sempurna usai mendengar kalimat dari Raka. Bagaimana bisa pria itu masih memikirkan Alea dan bahkan membayangkan sedang berciuman dengan perempuan itu? “Ka, lo bener-bener udah nggak waras,” ucap Julian menatap ke arah Raka. Raka mengangguk setuju. “Bener, apa yang lo katakan emang bener. Gue udah nggak waras. Gue selalu memikirkan Alea bahkan di saat-saat seperti ini,” sahutnya membenarkan kalimat Julian.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN