Malam sebelumnya.
Setelah insiden percobaan bunuh diri Salma, Reiner memutuskan untuk menunggu sang puan yang masih belum sadarkan diri di ruang rawat malam itu.
"Rein ...." Lenguhan kecil menguar dari bibir Salma saat netra Reiner hampir terpejam imbas kantuk.
"Hey, lo udah siuman?" Reiner mengerjapkan mata. Tangan kanannya kemudian sigap mengusap sayang dahi gadis lemah di atas perbaringan.
"Maafin gue, Rein. Gue udah bertindak bodoh malam ini," ucap Salma terdengar penuh penyesalan.
"Lo cinta banget sama Alvaro, ya?"
"Banget, Rein. Maaf, gue gak bisa nerima perjodohan orang tua kita," timpal Salma dengan netra yang berkaca-kaca mengakui bahwa ia sangat mencintai kekasih yang bernama Alvaro. "Terlebih ... kita udah sahabatan dari kecil," tambahnya lagi lirih.
Reiner Carter dan Salma Keylie merupakan anak dari dua pasang keluarga yang telah menjalin persahabatan semenjak kuliah. Secara otomatis, kedua anak mereka pun menjalin persahabatan semenjak kecil.
Saking dekatnya, kedua orang tua mereka telah memiliki rencana perjodohan Reiner dan Salma jauh sebelum keduanya di lahirkan ke dunia.
"Astaga, gak usah minta maaf. Perasaan mana ada yang bisa dipaksaain, Sal. Tapi, please. Lo jangan bertindak bodoh lagi, ya," pinta Reiner setangah memohon.
Lebih lanjut Reiner mengingatkan Salma bahwa ayah kandung sang gadis— Jason Keylie sedang pengobatan kanker hati sehingga Salma diminta untuk tidak membuatnya syok.
"Iya, maaf. Gue bodoh dan egois banget. Gue lupa papa lagi berjuang, hiks!" Salma menangis tersedu mengingat aksi kebodohannya malam itu. "Terus gimana dong, Rein. Gue gak bisa nerima perjodohan juga dan pasti bikin papa kepikiran terus nanti kumat."
"Gue ada ide!" cetus Reiner antusias.
"Ide apa?"
"Gimana kalau kita jalanin dulu pertunangan pura-pura ini, seenggaknya sampai Om Jason membaik?" usul Reiner sembari menaik-turunkan kedua alis jenaka.
"Sumpah, ya! Cewe yang dapetin lo tuh terberuntung di dunia, Rein," puji Salma merasa bahagia sembari berhambur memeluk sahabatnya itu. Untuk saat ini, ide Reiner lah yang terbaik, pikirnya.
"Hehe. Asal inget juga. Kalau Alvaro nyakitin lo, langsung bilang sama gue. Bakalan abis tuh cowo itu kalau sampe nyakitin sahabat gue," janji Reiner.
Anggukan mantap pun terasa di d**a sang pria sebagai tanda persetujuan dan rasa syukur Salma kepada sahabat yang begitu peduli padanya.
Seenggaknya, gue bisa tenang ngelepas perasaan suka ke lo, Sal, Reiner membatin penuh syukur seraya menerbitkan senyum tipis dari belah ranumnya.
Jauh dalam lubuk hati, Reiner diam-diam menyimpan rasa suka terhadap sahabatnya itu. Bagaimana tidak, selain faktor kedekatan, sosok Salma dewasa kini menjelma bak rupa seorang dewi. Hal itu juga yang membuat karir nya cemerlang sebagai salah satu model terkenal setanah air.
"Dan buat lo Suster Valda ... Gue bakalan cari tahu tentang lo."
***
"Maaf. Dengan tegas saya menolak promosi yang Bapak berikan," tolak Valda mantap seusai Reiner memberi selamat atas promosi yang ia berikan.
"What?!" Reiner tercengang tak percaya.
Gila! Seumur-umur gue baru denger ada yang nolak promosi kerja. Ini cewe bodoh apa gimana, si? gerutu Reiner dalam hati sembari masih berusaha stay cool di hadapan Valda.
"Ekhem. Kalau boleh tau, apa alasan kamu nolak?" tanya Reiner.
"Saya tahu kamu promosiin saya karena udah menyelamatkan tunangan kamu, 'kan?" terka Valda yang langsung membuat Reiner mengereyitkan dahi keheranan.
"Dengan segala hormat, Pak Reiner. Pertama, tolong menolong adalah kewajiban kita sebagai sesama manusia. Jadi saya menolak jika dipromosikan karena alasan itu. Dan yang kedua, saya gak mau membangun rumor yang gak baik karena promosi tiba-tiba sedangkan saya hanya perawat biasa yang belum lama bekerja. Masih banyak perawat yang sudah lama masa kerjanya dan pantas mendapat promosi," beber Valda panjang lebar. "Jadi saya mohon bapak untuk membatalkan promosi tugas saya," tambahnya lagi.
DEG!
Jawaban Valda sontak membuat hati Reiner tertohok. Di sisi lain, seolah tersihir pria itu merasa terkesima. Tidak, lebih tepatnya ia sedang terpana oleh puan berprofesi perawat tersebut. Rambutnya yang ter-cover jilbab berwarna senada dengan baju dinasnya tak sedikit pun mengurangi kecantikan paripurna gadis dihadapannya saat ini.
You are something else, Valda.
"Ekhem. Saya ngerti maksud kamu. Tapi saya gak akan batalin promosi karena saya cuma mau kamu," ucap Reiner setelah berdeham.
"A-apa?"
Valda terkesiap diikuti dengan rona merah di pipi yang perlahan mulai menguar imbas pernyataan Reiner yang memiliki makna ambigu.
"Uhm ... maksud saya ... kamu sangat berdedikasi dan punya jiwa sosial tinggi. Jadi wajar Rumah Sakit ngasih apresiasi lebih. Itu maksudnya. Ya, itu maksudnya." Reiner buru-buru mengoreksi kalimatnya dengan cepat meski sempat terbata-bata.
Tak berbeda jauh dengan Reiner, Valda juga tak kalah merasa canggung. Gadis itu hanya bergeming di tempat seolah kehilangan kata-kata.
Atmosfer di antara mereka seketika berubah syahdu seperti saat pertama kali keduanya saling menatap di rooftop rumah sakit malam tadi.
Baik Reiner dan Valda saling mengunci pandangan seakan efek blur menyamarkan dunia sekitarnya. Di mata Reiner hanya Valda saja yang terlihat. Begitu pula sebaliknya, hanya Reiner yang terkunci di penglihatan Valda.
"Rein."
Namun, sapaan seseorang berhasil membuyarkan momen Valda dan Reiner. Sontak keduanya sama-sama membuang pandangan ke arah lain.
"Sorry. Ganggu kah?" tanya sosok yang nyatanya adalah Salma. Ia baru saja masuk ke ruangan Reiner dan sempat menyaksikan sekilas interaksi sang sahabat dengan Valda.
"Gak, kok. Kenapa, Sal?" jawab Reiner netral. "Hey, tunggu? Kenapa lo kesini? Lo 'kan belum terlalu pulih." Reiner kini protes sembari mendekati Salma.
"Gue bosen banget makanya ke sini," jawab Salma dengan nada sedikit manja.
"Tunggu? Kamu bukannya yang di atap kemarin?" tanya Salma yang sadar bahwa ada Valda, sosok penyelematnya.
"Ah ... iya. Gimana keadaan kamu, Mbak?"
Salma tak langsung merespon melainkan berhambur ke arah Valda dan langsung memeluknya.
"Panggil gue Salma. Ngomong-ngomong, makasih udah nyelametin gue, ya. Dan gue juga minta maaf atas kebodohan tadi malem. Sumpah, malu banget sebenernya," tutur Salma penuh penyesalan.
"Hey, gak apa-apa, kok. Syukurlah kalau kamu udah ngerasa baikan." Valda merespon sembari menepuk lembut punggung Salma.
"Lo bener. Setiap masalah pasti ada solusinya. Dan gue udah nemu solusi permasalahan. Otak gue aja yang berpikiran pendek," timpal Salma seraya melerai pelukan.
"Gak apa-apa lagi. Manusiawi banget kita ngelakuin kebodohan. Saya juga sering," balas Valda terkekeh kecil. "Lagipula yang narik kamu pas hampir jatuh ke bawah itu bukan saya tapi tunangan kamu," lanjut Valda.
Salma sedikit terkejut dengan pengakuan gadis berprofesi sebagai perawat itu. Pasalnya ia tidak ingat siapa-siapa selain ingatan terakhir mengobrol dengan Valda.
Secara spontan Salma pun bertanya kepada Reiner untuk mengkonfirmasi. "Ah, itu bukan apa-apa, Sal. Gue kebetulan lagi nyariin lo juga."
Tanpa banyak kata, Salma kini berhambur ke arah Reiner dan memeluknya. Gadis itu melakukan hal yang sama seperti yang baru saja di lakukannya pada Valda.
"Makasih, Rein. Kalau bukan karena lo, gue udah mati dalam kebodohan," ucap syukur Salma.
Entah mengapa sensasi menyengat seperti mencuil hati Valda tatakala melihat gadis itu memeluk Reiner.
Stop, Val! Please jangan baper sama tunangan orang, gumamnya dalam hati mengingatkan diri.
Valda pun segera memalingkan wajah, membelakangi Reiner yang masih dipeluk oleh Salma. Tak lama, ia lantas memutuskan pergi memberi ruang untuk keduanya.
"Valda ...," seru Reiner saat menyadari sosok Valda sukses melewati pintu ruangan kerjanya.
"Hmm. Lo kenapa, Rein?" Salma mencoba mencerna sikap sahabatnya itu. Si gadis pun turut mengedarkan kedua netra dan mendapati Valda sudah tidak berada di tempat. Ia lalu kembali menatap ke arah Reiner yang terlihat gusar setelah Valda pergi.
"Lo suka sama perawat itu?" tanya Salma menerka-nerka.
"Udah percuma, Sal. Dia udah nyangka kita tunangan juga," jawabnya pasrah, menundukkan kepala merasa kecewa.
"Dih. Kok nyerah, si. Berjuang aja belum. Gue bantu jelasin ke dia, ya," usul Salma.
"Jangan, Sal."
"Gak. Gue gak mau sahabat gue menyerah sebelum berjuang."
"Ok, ok. Gue bakal jelasin ke dia sendiri. Tapi gak sekarang karena masih ada kerjaan."
"Nah gitu, dong."
Saya harap kamu mau denger penjelasan saya, Val. Mata kamu gak bisa bohong kalau kita punya chemistry yang sama, Reiner kembali membatin penuh harap.