Hamil Di luar Nikah

1052 Kata
Tak lama, giliran ponsel Valda bergetar pertanda panggilan masuk. Gadis itu pun segera menggeser tombol hijau dengan sigap karena si penelpon merupakan sang kakak. "Halo, kak." "Val. Maaf ganggu. Tolong sebelum pulang kamu beliin vitamin folat ya. Kakak lupa ke apotik tadi." "Siap, kak. Valda pulang sekarang." "Makasih, Cantik. Hati-hati." Dikarenakan urusan sang kakak lebih penting, Valda pun memutuskan bergegas pergi dari sana tanpa menghiraukan janji tunggu terhadap pria asing yang merupakan tunangan pasien bernama Salma. "Lho, kemana cewe itu, ya?" Selang beberapa menit kemudian, sang pria yang baru saja kembali ke tempat dimana Valda menunggu terlihat kebingungan seraya mencari-cari jejak sang puan. "Selamat malam Pak Wakil Direktur," sapa pria paruh baya berpenampilan memakai jas putih ala dokter yang baru saja keluar dari kamar rawat Salma. "Shuh! Jangan panggil kayak gitu kalau di luar jam kerja. Saya mau dokter panggil nama aja, ok?" tegas si pria sembari menempatkan jari telunjuk di bibir tipisnya. "Baik, Pak Reiner," manut sang dokter. Lebih lanjut Dokter beranama Roby menjelaskan perihal kondisi Salma yang tak jauh seperti penjelasan Valda beberapa menit yang lalu. "Oh iya, Dok. Cewe yang ikut periksa Salma di dalam tadi siapa, ya? Dokter di sini juga, kah?" tanya Reiner mengalihkan topik pembicaraan. "Ah, yang tadi itu namanya Valda, salah satu perawat di rumah sakit sini." Oh, jadi dia perawat di sini. Eh, tunggu, kok gue jadi penasaran gini? Saat membatin, Reiner mendadak salah tingkah. Tatapannya serupa orang yang sedang berangan sembari tersenyum kecil. "Pak? Pak Reiner gak apa-apa?" tegur Dokter Roby yang melihat Reiner tiba-tiba mengawang. "Ah .... saya gak apa-apa. Kalau gitu, saya masuk dulu. Terima kasih, Dokter Roby." Tepukan dua kali di pundak sang dokter paruh baya mengakhiri sesi obrolan di antara mereka. Pria tampan bernama Reiner segera melesat masuk ke dalam ruang rawat calon tunangannya. *** Rumah kontrakan Valda. "Kak, Valda pulang," ujar sang gadis seraya berjalan masuk ke dalam ruang tamu. Namun, tak ada respon dari yang dipanggil. "Kak? Ka Anna?" "Di dapur, Val," balas Anna Claire sang kakak terdengar samar-samar. Valda lantas menghampiri sumber suara kakaknya ke arah dapur. Tak lama, terlihat sosok Anna sedang sibuk memasak lauk untuk makan malam mereka. "Maaf, Dek. Kakak telat siapin makan. Tadi sore ketiduran, hehehe." "Gimana gak ngantuk, Kak? Orang hamil emang kayak gitu, pasti bakalan sering cape. Gak usah minta maaf," balas Valda pengertian. "Oh, iya. Kamu bawa vitamin folat yang kakak pesen, kan?" "Bawa, nih." Tangan Valda cepat-cepat merogoh tas untuk mengeluarkan satu tube kecil berisi vitamin folat khusus ibu hamil. "Tunggu! Kok, kakak beli folat lagi? Bukannya waktunya chek up rutin dulu? Gak baik lho kak kalau hamil muda gak rutin cek," protes sang adik memanyunkan bibir mungilnya sedikit kecewa. Mendengar Valda berkata demikian, sang kakak yang tengah hamil usia kandungan empat bulan itu menanggapi enteng sembari mengulas senyum. "Gak perlu lah, Dek. Kakak gak mau ngerepotin kamu terus." "Aku gak ngerasa direpotin, Kak. Beneran deh. Besok kontrol ke RS, ya." "Cukup, Val," lirih Anna. Suasana di sekitar keduanya tiba-tiba menyendu. "Kamu gak ngerti, Val. Kakak kamu ini udah bikin malu dan nyusahin adiknya. Jadi biar ... kakak yang tanggung semua karma ini." "Jangan ngomong gitu, Kak. Valda sayang banget sama kakak." Tak tahan dengan situasi saat ini, Valda berhambur memeluk sang kakak. Keduanya saling berpeluk dan menangis tersedu sembari mencurahkan isi hati. Sungguh, Anna sebenarnya tak ingin merepotkan adik kecilnya. Namun, insiden hamil di luar nikah yang terjadi padanya membuat Anna kebingungan, tak tahu harus mengadu kemana. Anna dan Valda merupakan kakak beradik dengan beda usia 3 tahun. Sebelum terjadi isiden hamil di luar nikah, Anna adalah seorang MUA [Make Up Artist] untuk sebuah rumah produksi film sedangkan Valda merupakan seorang perawat berusia dua puluh lima tahun di sebuah Rumah Sakit Galaxy di Ibu Kota. Keduanya sama-sama merantau ke ibu kota untuk mencari pekerjaan yang lebih baik. Anna sempat berpenampilan memakai hijab seperti sang adik. Namun, Anna rupanya belum siap setelah mencicipi kehidupan di ibu kota dan menanggalkan hijabnya sedangkan Valda masih bertahan. Walaupun kedua orang tua mereka masih hidup dan tinggal di desa, Anna tetap tidak berani pulang karena malu dengan kondisinya saat ini. "Apapun yang terjadi, kita hadapin semua bareng ya, kak. Valda gak akan biarin kakak sendirian." "Makasih banyak, Dek. Hiks! Kakak sayang banget sama kamu." *** Keesokan harinya. "Suster Valda, kamu dipanggil ke ruang administrasi, tuh," ujar salah satu rekan sesama perawat kepada Valda yang baru saja tiba di nurse station pagi itu. "Admin? Kenapa? Apa aku bikin salah?" "Entah." Sang rekan menggedikkan bahu kemudian pergi berlalu dari hadapan Valda. Walau kebingungan, gadis berseragam dinas biru muda khas perawat itu pun segera meluncur ke ruang administrasi sesuai intruksi rekannya. Beberapa saat kemudian. "Apa? Sa-ya dimutasi?" decak Valda terkejut tak percaya setelah kepala admistrasi mengatakan bahwa dirinya akan dimutasi hari itu juga dari bangsal biasa ke bangsal VIP. "Iya, Val. Ini Surat Keterangan Mutasi kamu. Nanti langsung serahin ke admin bangsal VIP, ya," jawab perawat pengurus bagian adminisntrasi dengan santai. "Tapi kenapa dadakan, Sus? Bukannya proses mutasi butuh waktu?" "Maaf. Untuk alasan spesifiknya saya kurang tau, Val. Kamu mending tanya langsung ke admin Bangsal VIP yang nurunin surat mutasi." Pagi ini aneh, hanya itu yang ada dipikiran Valda. Untuk dipindah tugas alias mutasi setidaknya harus ada beberapa hari pemberitahuan, tidak dadakan seperti yang ia alami. Berbagai asumsi liar tiba-tiba bersarang di kepalanya. Tak ingin berlarut dalam lautan tanda tanya besar, Valda segera meluncur ke bangsal VIP yang berada di gedung sebelah tempat tugasnya saat ini. Sesampainya di nurse station bangsal VIP, Valda diminta menunggu di sebuah ruangan untuk arahan lebih lanjut. Ruangan itu serupa dengan ruang kerja milik khas direksi dengan meja cukup panjang dan juga kursi tunggal. "Selamat siang, Revalda Claire." Suara lembut seorang pria menyapa Valda saat sedang memperhatikan keadaan sekitar ruangan. "Kamu?" Valda tercengang mendapati sang pria adalah sosok tak asing yakni pria yang ditemuinya tadi malam di rooftop alias tunangan seorang wanita yang hampir bunuh diri. "Si-apa Kamu?" tegas Valda sekali lagi. "Perkenalkan, saya Reiner Carter, Wakil Direktue Rumah Sakit Galaxy." "Wa-kil direktur!?" "Oh iya, selamat kamu telah resmi dipromosikan sebagai perawat di bangsal VIP," lanjut Reiner seraya mengulas senyum ke arah gadis berhidung bangir di hadapannya. "Kalau begitu maaf, dengan tegas saya menolak promosi ini, Pak Reiner." Bukannya senang, Valda dengan tegas menolak promosi yang Reiner berikan. Sikapnya sontak merubah raut sang wakil direktur memasam tak suka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN