7 - Lamaran

1308 Kata
Motor gede berwarna merah sedang melaju di jalanan yang tampak ramai. Warna oranye di langit menghilang, karena matahari sudah kembali pada peraduannya. Kai menatap jalanan dengan fokus, melajukan motornya dengan kecepatan yang sedang. Matanya sesekali melirik ke arah Ayu yang terlihat kesal dari kaca spion. Bibir wanita itu maju sepuluh centimeter, sudah mau menyaingi hewan curut saja. Kai menahan tawanya, takut wanita yang di belakangnya ngamuk lagi. Wajar saja Ayu kesal, saat gadis itu hendak pulang bersama Lucas, tapi sialnya Kai malah melarangnya, sudah seperti seorang kakak yang melarang adiknya untuk main bersama teman lelakinya. Apa boleh buat, Ayu dengan sangat terpaksa menurut dan ikut pulang bersama Kai. Ingat, dengan sangat terpaksa! "Itu bibirnya minta gue cium apa gimana?" tanya Kai sambil melirik sekilas ke arah Ayu melalui kaca spion. "Cuam, cium, cuam, cium! Belajar aja yang bener!" bentak Ayu kesal. Kai hanya terkekeh melihat Ayu yang sedang marah padanya. Bukannya Kai ingin bersikap semena-mena dengan melarang Ayu untuk pulang bersama Lucas, tapi bagaimana pun juga dia memang bertanggung jawab untuk memulangkan Ayu ke rumah gadis itu dengan selamat. Karena bagaimana pun dirinya yang sudah mengajak Ayu untuk pergi. Bukan Lucas atau pun laki-laki lain. Motor Kai tiba di depan rumah Ayu, gadis itu buru-buru turun. Tapi tangannya di tahan oleh Kai, membuat Ayu jadi semakin kesal. "Apaan, sih?" tanya gadis itu ngegas. "Kita masuk bareng," ucap Kai sambil menatap Ayu dengan serius. Ayu hanya berdecak kesal, mengikuti langkah kaki Kai yang berjalan menuju rumah. Tangannya masih digenggam oleh Kai, tangan pemuda itu terasa hangat padahal malam ini cukup dingin. Tangannya yang semulanya dingin kini perlahan menghangat, karena digenggam erat oleh Kai. Entah perasaan Ayu saja atau bukan, Ayu merasa kalau saat ini Kai seperti seorang kekasih yang hendak menemui orang tuanya untuk memperkenalkan diri sebagai kekasihnya! Dengan cepat Ayu menggelengkan kepalanya, kelamaan jomblo membuatnya ambyar begini. Mengetuk pintu rumah, lalu Ayu membukanya dan dikagetkan oleh kehadiran orang tua Kai di sana. Lamaran! Ayu yang sudah jomblowati sejak lahir, hatinya dibuat dag-dig-dug tak karuan saat melihat orang tua Kai juga ada di sana. Sudah seperti hendak bertemu dengan mertua saja. Dengan sopan Ayu menyalami Katty dan laki-laki yang terlihat mirip dengan Kai, tanpa bertanya pun Ayu sudah dapat menebaknya kalau itu adalah papanya Kai. "Oh, ini yang namanya Ayu?" tanya laki-laki yang diduganya sebagai papanya Kai. "Iya, saya Ayu, Om." Ayu tersenyum lembut. Kai melihat Ayu yang sedang tersenyum begitu jadi heran sendiri. Kemana perginya bibir manyun milik Ayu? Perasaan tadi pas sebelum masuk bibir manyun milik Ayu masih ada. Dan sekarang sudah tidak ada? Secepat dan semudah itu Ayu menghilangkan bibir manyun miliknya? "Puas maennya?" tanya Shinta sekembalinya dari dapur sambil membawa beberapa cangkir minuman hangat. "Lho, Bunda tau?" Ayu malah balik nanya, dari mana bundanya itu tau? Padahal Ayu saja lupa bilang karena keasikan main. "Tau dari bundanya Kai, ini mereka ke sini mau bilang kalau katanya kalian lagi main." Shinta meletakkan beberapa gelas teh hangat. "Silakan diminum," ujar Shinta. Yudha dan Katty meneguk teh hangat yang disuguhkan oleh Shinta. Kai duduk di samping orang tuanya, dan Ayu duduk di sofa yang tak jauh dari Kai. Wajahnya sudah kembali seperti semula, tidak manyun lagi dan rasa kesalnya tiba-tiba menghilang begitu saja. Ayu jadi terkekeh sendiri, susunan duduknya sudah seperti lamaran saja! Duh, Ayu jadi berharap kalau suatu hari dia juga akan mengalami lamaran seperti apa yang ia khayalkan. Dilamar oleh Lucas, adalah sesuatu yang sangat Ayu impikan. "Kai, mau minum apa?" tanya Shinta. "Apa aja, Tante." "Teh anget mau?" tanya Shinta sekali lagi. "Teh anget aja, Bun. Abis dari luar, dingin." Shinta kembali ke dapur, dan di sana tinggallah Kai, Katty, Yudha, dan Ayu. Perasaan Ayu tiba-tiba tak karuan, sudah seperti calon mantu yang mau diwawancara oleh calon mertua. "Kenalin, Om namanya Yudha papanya Kai." Yudha memperkenalkan diri. "Saya Ayu, Om." Yudha tersenyum, beruntungnya rumahnya bertetangga dengan Ayu. Gadis manis yang baik dan sudah mau menjaga anaknya, dan menjadi teman Kai. Semenjak berpindah-pindah tempat karena pekerjaan Kai tak pernah bermain lagi temannya. "Terimakasih, sudah mau jadi temannya Kai." "Ini bukan apa-apa, Om." Yudha tersenyum lagi, kembali meneguk teh hangat yang disuguhkan oleh Shinta. Sudah beberapa hari sejak ia datang ke sini, baru sekarang pulang lagi. "Ngomong-ngomong, Om kerja di mana?" tanya Ayu penasaran karena semenjak pindah dia belum pernah ketemu dengan Yudha. "Ah, om kerja jadi mandor dalam sebuah kontruksi. Kebetulan kali ini ada proyek lagi di daerah sini, dan kita pun kembali lagi ke sini." "Oh, begitu." Ayu manggut-manggut. "Tapi, biasanya kalo mandor gitu nggak suka bawa anak istrinya kemana-mana. Tapi kenapa om bawa Tante Katty sama Kai?" tanya Ayu benar-benar penasaran. Rasa penasaran yang Ayu rasakan membuat seorang Kaisar Hinata Wiraatmadja tersenyum tipis. Sudah seperti anak TK yang sedang menanyakan sesuatu yang asing baginya. "Iya, soalnya om ga bisa jauh dari Tante Katty dan Kai. Kebetulan perusahaan tempat om bekerja perusahaan yang cukup besar dan terkenal. Makanya banyak job, dan sering pergi kemana-mana. Pernah om ditawari buat pergi ke Nusa Tenggara Barat buat pembangunan rumah sakit, tapi om tolak karena terlalu jauh dan ngga mau kalau harus ninggalin Tante Katty sama Kai. Jadi om cuma ngambil proyek yang deket-deket aja, sih." Sekali lagi Ayu manggut-manggut, sedikit paham akan penjelasan yang Yudha berikan. Tapi, memangnya bisa kalau pilih-pilih proyek begitu? "Tapi, Om .... " Ayu penasaran lagi. "Ya, kenapa?" "Emangnya boleh pilih-pilih proyek yang kita mau?" Yudha tersenyum, kemudian menggeleng. "Nggak boleh sebenernya." "Lha, terus Om gimana?" Ayu makin penasaran. "Itu karena papa om yang punya perusahaan, Yu." Ayu melongo, papanya Om Yudha berarti kakeknya Kai? Pantas saja Kai terlihat sangat bersinar dengan barang-barang branded yang menempel pada tubuhnya! Sekarang Ayu tau akan asal keluarganya Kai, jadi nggak boleh macem-macem apalagi membuat Kai kesal dan bersedih. Takutnya Kai akan mengadu pada kakeknya dan kehidupan Ayu yang damai tentram akan terancam! Ayu berpikir sangat, sangat, sangat panjang! Sampai-sampai Ayu memikirkan sesuatu yang tak perlu ia pikirkan, mengkhawatirkan sesuatu yang tak seharusnya dia khawatirkan. Shinta datang sambil membawa segelas teh hangat dan dua piring goreng singkong yang ditaburi oleh keju dan s**u. Semuanya menikmati singkong keju yang masih hangat, ditemani dengan secangkir teh hangat benar-benar sangat cocok. Apalagi singkongnya sangat empuk, saking empuknya tak perlu digigit pun sudah hancur duluan. Kai dan orang tuanya pulang setelah menghabiskan singkong goreng keju. Ayu mengantarkan Kai, Katty dan Yudha sampai teras depan. Kai kembali ke rumahnya dengan membawa motornya sedangkan Katty dan Yudha kembali ke rumah sambil bergandengan tangan. Ayu iri? Tentu saja. Ayu sangat iri akan keharmonisan keluarganya Kai. Tidak seperti keluarganya yang masih jauh dari kata harmonis. Ayu kembali masuk ke dalam rumah, setelah mengantarkan Kai dan keluarga sampai teras. Di sana Shinta sedang membereskan gelas-gelas dan hendak membawanya menuju dapur. "Ayah nggak pulang lagi, Bun?" tanya Ayu sambil mengekor di belakang bundanya. "Ya kamu tau sendiri, Yu." Ayu hanya terdiam, dia sudah (cukup) dewasa untuk mengetahui bagaimana rumah tangga orang tuanya. Entah sejak kapan, dan kesalahannya dari mana. Ayah dan bundanya tiba-tiba berjarak seperti ini. Ayah lebih sering menginap - ah tidak, ayahnya selalu tidur di kafe milik ayah bersama kedua adiknya. Di rumah hanya ada Ayu dan bundanya saja. "Bunda tidur dulu, cuci gelasnya besok pagi aja, udah malem ini." "Iya, Bun." Ayu masuk ke dalam kamarnya, dia merebahkan tubuhnya dan menatap langit-langit kamarnya. Bundanya yang ia kenal adalah wanita yang sangat kuat, mandiri yang tak bergantung pada ayahnya. Membuka toko baju di pasar, dan uangnya cukup untuk menghidupi Ayu. Beruntungnya Ayu sudah bisa mencari uang sendiri dengan cara menulis jadi dia tak akan terlalu merepotkan Shinta. "Ah, sedih kayak gini ga akan bisa ngehasilin duit!" ujar Ayu. Berjalan menuju meja belajarnya, duduk di sana membuka laptopnya dan mulai merangkai kata sehingga menjadi bait yang sempurna. Tak lupa juga telinganya ia sumpal dengan earphone, tak ada musik tak akan nulis. Begitu moto Ayu, tapi nyatanya sekalinya ada musik bukannya nulis Ayu justru ikutan menyanyi. Serba salah!!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN