Mungkin keberuntungan tidak berpihak padanya kali ini. Setelah beberapa waktu lalu, di saat senja Kinanti merasakan sedih di pemakaman, kini Kinanti merasakan suasana senja yang jauh lebih buruk, dengan hadirnya wanita cantik yang memiliki hati tidaklah secantik wajahnya. “Kamu gak suruh aku masuk?” Senyum Ambar terbit di wajah cantiknya. Kinanti membuka pintunya lebar, menandakan ia memberi ijin wanita ini masuk ke dalam rumahnya. Walau jujur ia malas beramah-tamah dengan Ambar. “Menurut Mia, kamu sakit? Sudah ke dokter?” tanya Ambar sambil melenggang memasuki ruang tamu, seolah ia sudah terbiasa masuk ke rumah ini. “Gak usah banyak berbasa-basi Ambar. Mau apa kamu datang kemari?” Kinanti memilih bersandar di dinding dengan tatapan menyelidik, sementara Ambar duduk manis di sofa tan