Kinanti menatap wajah Ayahnya, semakin menanti perkataan yang akan ia dengar selanjutnya. Rasa kekhawatiran dalam dadanya semakin meningkat. Menilik dari sikap Ayahnya, ia yakin apa yang akan ia dengar bukan hal mudah untuk di sampaikan Ayahnya. “Bunda memiliki masalah dengan rahimnya, menyebabkan kami tidak mempunyai kesempatan untuk memiliki ….” HerIyawan bahkan tidak sanggup melanjutkan kata-katanya. Ia sebenarnya tidak tega mengungkap semua ini, namun sesuatu hal yang membuat ia harus melakukannya. Maafkan Ayah, Anti. “Maksud Ayah?” Debaran dalam d**a Kinanti makin keras ia rasakan, jantungnya berdegup kencang. Tidak mungkin. Jangan bilang kalau aku bukan putri Bunda. “Bunda mengadopsimu dari sahabatnya.” Kinanti mendadak lemas, ia sandarkan tubuhnya pada lemari yang ada di s