Pada dini hari menjelang pagi, lampu kamar masih menyala lembut, diterangi oleh cahaya lampu tidur di samping ranjang. Udara masih menghangat, terbalut keheningan yang tenang. Masih tersisa sisa sentuhan, napas dan rasa yang belum habis dibicarakan tubuh mereka semalam. Sharon berbaring di sisi kanan ranjang, bersandar di d**a Marvel yang berdebar perlahan namun berat. Dia tak menyangka Marvel masih ada di kamar ini, biasanya dia pulang ke rumah Si Pertama. Begitulah Sharon menyebutnya ketika membicarakan wanita itu pada teman-temannya. Marvel terbangun dan menatap wajah Sharon, hidung wanita itu begitu mancung namun runcing, tidak besar dan sangat pas dengan bentuk wajahnya yang tirus. “Kenapa belum pulang?” tanya Sharon. Marvel tak langsung menjawab, matanya menatap langit-langit ka