Kaum Banshee

2148 Kata
Jumat (15.06), 28 Mei 2021 -------------------- Queenza baru benar-benar pergi setelah menunjukkan baju baru Kingsley dan memastikan makhluk yang mengaku kaisar itu tahu cara menggunakannya. Tapi baru beberapa langkah berjalan, dia mulai berpikir apa baju yang dibelinya tidak terlalu kecil mengingat Queenza sengaja mencari baju yang pas dengan ukuran tubuh tengkorak Kingsley. Langkah Queenza melambat. Tapi kemudian dia menggeleng pelan seraya berjalan lebih cepat. Mencari tahu baju yang dibelinya muat atau tidak untuk Kingsley bukanlah urusan mendesak. Saat ini Queenza hanya harus mendahulukan Bibi Marlene sebelum sang Bibi memutuskan untuk datang ke rumah Queenza. Rumah Bibi Marlene sekitar 10 km dari rumah Queenza. Kalau sedang libur sekolah, Queenza suka naik sepeda ke rumah sang Bibi. Atau naik mobil bersama orang tuanya. Tapi saat ini Queenza sedang tidak ingin bersepeda dan dia belum bisa mengemudi. Jadi satu-satunya pilihan adalah berjalan kaki hingga perempatan sekitar setengah km dari rumahnya lalu naik kendaraan umum. Kini Queenza sudah melewati minimarket tempatnya berbelanja tadi pagi. Dia jalan dengan santai, menikmati udara segar yang berembus. Meski matahari lumayan terik, pepohonan yang sengaja ditanam di pinggir jalan menghalau cahayanya agar tak menyengat kulit, membuat Queenza tak menyesal memilih berjalan. Ditengah asyiknya Queenza menikmati angin yang menggoda rambutnya, ada kejanggalan yang dia rasakan. Kenapa suasana di sekitarnya mendadak tampak sangat sepi seperti dini hari? Padahal sekarang sudah saatnya jam makan siang dan jam pulang beberapa sekolah. Harusnya jalanan ini cukup ramai seperti biasa. Menelan ludah, Queenza menoleh tanpa menghentikan langkah. Jalanan di belakangnya juga sangat sepi. Tak tampak seorang pun, dan sepertinya hewan-hewan juga tak berani mendekat. Queenza mempercepat langkah seraya menghapus segala pikiran buruk yang menguasai otaknya. Namun langkahnya terhenti melihat dua orang lelaki berdiri sekitar lima meter di depannya, juga di atas trotoar, dengan senyum mengerikan di bibir. Senyum yang jelas ditujukan untuk Queenza. Sekilas, dua lelaki itu seperti manusia biasa pada umumnya. Penampilannya juga sangat manusiawi dengan kaus santai dan celana jins. Tapi aura yang menguar dari tubuhnya menunjukkan bahwa mereka bukanlah manusia. Pura-pura tidak menyadari bahwa mereka berbeda, Queenza turun dari trotoar lalu kembali berjalan santai. Jantungnya berdegup semakin kencang di tiap langkah yang membuatnya semakin dekat dengan mereka. Tubuh Queenza merinding merasakan tatapan keduanya yang menelusuri tubuhnya. Bukan jenis tatapan lelaki yang tertarik dengan wanita secara seksual. Jelas tatapan itu seperti orang kelaparan yang tengah memandangi makanan lezat. Semakin mendekati mereka, Queenza mulai bertanya-tanya apakah dirinya t***l? Kenapa dia tidak berbalik lalu berlari cepat mencari bantuan tadi? Memangnya kalau mereka berpikir dirinya tidak tahu bahwa mereka berbeda, maka ia akan selamat? Seharusnya Queenza belajar dari pengalaman bahwa yang makhluk-makhluk itu inginkan hanya memakan dirinya. Tinggal beberapa langkah lagi mencapai tempat kedua orang itu berdiri di trotoar, nyali Queenza sudah menguap. Dia segera berbalik lalu berlari secepat mungkin. Namun baru beberapa langkah, Queenza berhenti saat melihat empat lelaki lain sudah berdiri sekitar tiga meter di depannya, menghadang jalannya. Panik, Queenza menoleh ke belakang. Rupanya dua lelaki tadi juga sudah turun dari trotoar dan berdiri menunggu di belakangnya. Rasanya saat ini Queenza ingin menangis. Tapi dia menahan diri untuk tidak melakukan hal itu. Dia tidak boleh menunjukkan kelemahannya di depan mereka. Menaikkan dagu dan memberanikan diri menantang tiga pasang mata di depannya, Queenza bertanya. “Siapa kalian? Kenapa menghadang jalanku?” Lelaki yang berdiri di tengah terkekeh sementara empat lainnya hanya menyeringai geli. “Kami hanya orang-orang yang tanpa sengaja menemukan madu lezat dan tertarik mencicipinya,” sahut lelaki yang tadi terkekeh. “Kalau begitu mengapa menghadang jalanku? Apa madunya menempel di tubuhku?” “Lebih dari itu, Nona. Kaulah madunya.” “Aku tidak mengerti maksudmu.” “Kalau begitu ikut saja bersamaku dan akan kutunjukkan bagaimana cara menikmati dirimu, Nona.” “Ini namanya pelecehan. Pergi sebelum aku berteriak.” Queenza masih mempertahankan nada tenangnya. Kali ini lelaki itu tertawa keras. “Silakan berteriak sepuasmu, Nona. Aku tidak keberatan menunggu. Asal jangan terlalu lama.” Apa yang terjadi? Kenapa mereka tidak takut dirinya berteriak? Apa yang sudah mereka lakukan pada orang-orang di daerah itu? Atau, apa yang sudah mereka lakukan pada dirinya? Apa ia dibawa kembali ke Immorland? Tapi kenapa semua ini persis seperti jalanan yang biasa dia lewati? Pertanyaan-pertanyaan itu menyerbu benak Queenza. Dia sampai susah bernapas karena memikirkannya dan sama sekali tidak menemukan jawaban. Dan yang paling mengerikan dari semua pertanyaan itu, apa kali ini dirinya bisa selamat? Kingsley. Mendadak Queenza teringat sosok makhluk itu. Bagaimana nasib Kingsley kalau Queenza mati saat ini? Apa dia bisa lekas menyesuaikan diri dengan lingkungan modern? Lalu bagaimana dia menghadapi manusia-manusia di daerah ini dengan tubuh yang belum sempurna seperti itu? “Kenapa diam? Bukankah kau ingin berteriak. Cepat lakukan karena waktumu semakin habis.” Seperti mendapat angin segar, Queenza menarik napas panjang lalu berteriak keras. “KINGSLEY!!” Kelima lelaki yang kini mengelilingi Queenza tertawa. Beberapa saat kemudian, lelaki yang tampak seperti pemimpinnya berkata, “Apa itu nama kekasihmu?” dia terkekeh pelan. “Maafkan aku. Sepertinya aku lupa mengatakan bahwa kau tidak sedang berada di dunia manusia. Kau berada di antara alam gaib dan alam manusia. Tempat di mana makhluk Immorland terkuat sekalipun tidak bisa memasukinya kecuali salah seorang kaum kami yang membawanya.” Mata lelaki itu berkilat tajam. “Tempat di mana teriakanmu hanya akan mengundang rasa penasaran kaum kami yang lain.” DEG. Queenza limbung. Mendadak dia pening dengan keringat dingin mengalir deras di punggungnya. Apa memang ini adalah akhirnya? “Kurasa sudah cukup—” Queenza melirik ruang kosong di antara para makhluk itu. Tanpa pikir panjang lagi dia berlari cepat melalui celah itu “Huh, merepotkan.” Lelaki itu melirik salah satu anak buahnya lalu mengedikkan dagu ke arah Queenza. Lelaki yang diberi isyarat menyeringai lalu bergerak secepat kilat. Langkah Queenza terhenti melihat salah seorang lelaki yang tadi berdiri di belakangnya, dalam sekejap mata sudah ada di hadapannya. Takut, Queenza melangkah mundur. Namun— CRAASH! Queenza ternganga dengan mata berkaca-kaca. Perlahan matanya bergerak turun, menatap tangan berkuku jari panjang yang menembus perut Queenza dari belakang. *** Kingsley meringis merasakan baju baru yang dibelikan Queenza membungkus tubuhnya dengan sangat ketat. Dia sempat berpikir untuk tetap mengenakan pakaian sebelumnya namun urung mengingat itu adalah pakaian bekas makhluk Ogre menjijikkan. Selesai dengan urusan pakaian, Kingsley membuka pintu dan memutuskan berjalan-jalan sebentar. Dia mengabaikan peringatan Queenza untuk tetap berada di rumah. Hatinya masih panas dan sakit. Dia butuh melakukan sesuatu untuk meredakannya. Dunia manusia tempatnya berada cukup padat penduduk. Banyak orang berlalu lalang dengan kesibukannya masing-masing. Beberapa kali Kingsley terbelalak melihat benda-benda aneh berjalan di sekitarnya. Tapi dia sudah belajar dari pengalaman. Dia akan tetap bersikap tenang dan tidak heboh seperti saat melihat benda kotak di rumah Queenza. Beberapa saat kemudian, Kingsley sudah mengambil kesimpulan. Manusia telah membuat benda aneh beroda untuk menutupi langkah kaki mereka yang lambat. Dia segera mencatat dalam hati untuk mencari tahu nama benda itu di internet begitu pulang ke rumah Queenza. Satu benda lagi yang membuatnya takjub. Benda kotak kecil yang dimiliki hampir semua orang. Dia ingat Queenza juga punya tapi belum sempat bertanya apa gunanya. Dari pengamatan sekilas, sepertinya benda itu bisa berbicara karena banyak orang yang berbincang dengannya. Kingley yakin itu benda ajaib yang bisa memberi petunjuk pada pemiliknya. Seperti bola kristal milik salah seorang Malaikat kenalannya. Malaikat itu suka berbicara dengan bola kristalnya. Bertanya banyak hal. Bahkan tentang kejadian yang mungkin terjadi di masa depan. Senyum Kingsley merekah. Dia tidak menyangka kaum manusia sudah bergerak sejauh itu. Dia pasti akan meminta Queenza mengajari cara menggunakannya. Kingsley terus berjalan tenang dan para manusia di sekelilingnya pun sama. Tidak ada yang menghiraukan keberadaan Kingsley seolah dia tidak ada. CRAASH! Langkah Kingsley membeku. Perlahan dia menunduk, menatap perutnya yang berdarah dan terasa perih. Dia tidak tahu apa yang terjadi. Tapi satu nama langsung merasuk ke benaknya. Queenza. Apa yang terjadi dengan gadis itu? Apa ada seseorang yang menyerangnya? Lalu, kenapa Kingsley juga mengalami luka yang dialami Queenza? Dulu hal ini tidak terjadi bahkan meski mereka sudah b******a. Pertanyaannya sama sekali tidak mendapat jawaban. Dan entah mengapa, d**a Kingsley mulai terasa sesak dan semakin pedih. Beberapa detik kemudian, dia terbatuk dengan disertai darah yang keluar dari mulutnya. Sial. Ini bukan rasa sakit biasa. Luka ini benar-benar mempengaruhi dirinya. Jika dibiarkan, mungkin Kingsley dan Queenza akan meninggal. Sesuatu yang sangat aneh mengingat mereka memiliki kekuatan abadi. Tak membuang waktu lagi, Kingsley memejamkan mata, membiarkan indera penciumannya bekerja mengendus udara. Mencari tahu makhluk jenis apa yang ada di sekitar situ selain manusia. Detik berikutnya, mata Kingsley terbuka lebar. Perasaan geram menyelimuti hatinya begitu menyadari makhluk jenis apa yang tengah menyakiti Queenza. Banshee. Satu-satunya makhluk yang bisa hidup di antara alam gaib dan alam manusia. Mereka sejenis roh. Tapi memiliki wujud layaknya manusia dan makhluk dari Immorland, tidak seperti wujud roh pada umumnya yang tak bisa disentuh. Yang membuat Kingsley geram, tidak ada yang bisa masuk ke alam mereka kecuali kaum Banshee sendiri yang membawanya. Seperti saat ini. Kingsley bisa merasakan ada beberapa Banshee namun tidak bisa melihat wujudnya, menandakan makhluk itu sedang berada di sekitar situ namun di dunia mereka sendiri. Dan samar-samar juga terasa aroma Queenza yang sebelumnya tidak disadari Kingsley. Dalam keadaaan bingung harus melakukan apa, Kingsley ingat bahwa dulu dia bisa berada di tempat Queenza berada hanya dengan konsentrasi memikirkan gadis itu. Tapi itu setelah mereka b******a. Entah apa sekarang bisa berhasil. Dia tidak akan pernah tahu sebelum dicoba, kan? Menenangkan diri, Kingsley kembali menutup mata. Dia fokus memikirkan Queenza dan berharap berada di manapun tempat gadis itu sekarang. Terasa angin lembut menyelubungi dirinya. Hanya sekejap. Lalu semuanya terasa hening. Seolah para manusia di sekitar Kingsley tadi lenyap ditelan bumi. “Astaga, ini benar-benar lezat.” “Kenapa kau mencicipi darahnya lebih dulu?” “Maaf. Aku tidak bisa menahan diri.” Perlahan kelopak mata Kingsley terangkat, menampakkan mata hitam pekat dengan titik merah di tengahnya. Rahang Kingsley berkedut menahan amarah melihat tubuh Queenza tergeletak pingsan bersimbah darah beberapa meter di depannya dengan lima Banshee di sekitarnya. “Berani sekali kalian menyentuh milikku.” Suara Kingsley tenang. Tapi  aura membunuh menguar tajam dari seluruh tubuhnya. Serentak lima Banshee itu menoleh dan tampak raut kaget menyelimuti wajah mereka melihat makhluk yang bukan kaum mereka ada di sana. Dan lagi, makhluk itu terlihat sangat mengerikan dengan tubuh yang seolah baru dibakar. “Bagaimana kau bisa ada di sini?” salah seorang lelaki yang tampak seperti pimpinan mereka bertanya. “Apa itu kalimat terakhirmu sebelum menjemput ajal?” “Lancang sekali!” Baru saja lelaki itu hendak memberi isyarat pada anak buahnya agar menyerang, mendadak Kingsley sudah ada di depannya. Dia hanya bisa terbelalak dengan mata melebar saat jari berkuku panjang Kingsley menancap dadanya lalu dua detik kemudian kembali ditarik keluar dengan jantung berdenyut milik lelaki itu dalam genggaman. Teriak kaget terdengar dari empat Banshee yang lain. Mereka serentak berbalik hendak menyelamatkan diri namun Kingsley kembali bergerak cepat. Tangan kanannya terentang lalu bergerak ke kiri seolah menyapu nyamuk dari hadapan. Mendadak angin keras muncul lalu menyapu keempat Banshee hingga terlempar ke samping. Jatuh saling menindih di trotoar seberang jalan. Sebelum mereka sempat berdiri, Kingsley menghampiri mereka dalam satu kedipan mata. “Ampun, Tuan. Kami hanya menjalankan perintah,” salah seorang lelaki itu memohon pada Kingsley. Kingsley bukan orang baik. Dari dulu begitu. Dia tidak pernah punya belas kasihan. Kecuali pada dua wanita dalam hidupnya. Queenza dan ibunya. Kalaupun Kingsley pernah mengampuni orang yang hendak dibunuhnya, pasti karena desakan dua wanita itu. Malangnya keempat Banshee di depan Kingsley karena mereka harus berhadapan dengan Kingsley yang tidak mungkin memberi ampunan. “Siapa yang tadi melukai gadisku?” “Dia!” lelaki yang tadi memohon langsung menunjuk temannya dan segera diangguki dua Banshee yang lain. Orang yang ditunjuk terbelalak, menatap tak percaya pada tiga banshee yang lain. Ada sorot terluka karena merasa dikhianati dalam matanya. Tanpa kata lagi, Kingsley mendekati banshee yang ditunjuk. Lelaki itu tampak hendak mengatakan sesuatu namun Kingsley sudah lebih dulu memelintir kepalanya, menciptakan suara berderak tulang patah. Bahkan makhluk malang itu tidak bisa berteriak untuk sekedar melampiaskan rasa sakitnya. Tapi tentu saja tidak cukup sampai di situ. Dengan sekali sentak, Kingsley menarik lepas kepala lelaki itu dari tubuhnya, membuat seru ketakutan kembali terdengar dari tiga banshee yang masih tersisa. Tangan kiri Kingsley masih menggenggam rambut banshee yang baru dibunuhnya. Darah menetes-netes dari bagian leher si banshee yang sudah pisah dengan tubuhnya. Kingsley bertekad tidak akan menyisakan seorang pun. Tapi langkahnya terhenti saat merasakan napasnya semakin berat dan kian pedih. Dirinya dan Queenza sekarat! Sadar tidak punya banyak waktu lagi, Kingsley melempar kepala di tangannya ke arah tiga banshee itu hingga mereka berteriak ketakutan seraya menghindar. “Ingat baik-baik. Gadis itu milikku! Katakan pada semua makhluk yang kalian kenal agar tidak mengganggu gadis itu.” Setelah mengatakan kalimat tegas itu, Kingsley berbalik menghampiri Queenza, mengabaikan ucapan terima kasih ketiga banshee. Sejenak Kingsley berlutut di samping tubuh Queenza lalu meraih gadis itu ke dalam dekapannya. Sama seperti saat datang tadi dia memejamkan mata. Kali ini tujuannya adalah kembali ke rumah Queenza. ------------------ ♥ Aya Emily ♥
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN