Anuuu...

1718 Kata
Jumat (15.03), 28 Mei 2021 -------------------- “Arghh, sakit!” Queenza mengerang sambil menggigit bibir. “Tahan sebentar.” geram Kingsley, terengah. “Awalnya memang sakit. Setelah terbiasa akan terasa enak.” “Enak kepalamu!” seru Queenza dengan mata terpejam rapat. “Sakit seperti ini dibilang enak.” “Hanya awalnya saja. Ini juga karena tubuhku belum terbentuk sempurna. Makanya kau merasa sesakit ini.” Tidak ada suara lagi. Hanya deru napas keduanya dan sesekali terdengar erangan tertahan dari Queenza. “Ugh, lubangnya terlalu kecil.” “Jangan diremas!” Queenza berusaha mendorong Kingsley yang tengah menindihnya. “Tahan saja.” “Kingsley,” erang Queenza. Sudut matanya mengeluarkan air. “Jangan bergerak seperti itu. Aku tidak sanggup lagi.” Hening. “Nah, sudah selesai.” Kingsley menyingkirkan tubuhnya yang semula menindih Queenza sambil membawa segelas kecil penuh darah Queenza. “Fyuh, kau susah sekali disuruh diam.” Queenza masih terengah dengan posisi telentang. Salah satu lengannya kembali terluka akibat kuku tajam Kingsley yang menggoresnya. “Dasar tengkorak jahat! Harusnya kau tidak langsung menyerangku seperti itu!” “Kalau aku minta baik-baik, kau pasti akan mencari banyak alasan,” sahut Kingsley enteng seraya meneguk darah Queenza perlahan. “Aku tidak akan melakukannya. Aku berniat membeli alat suntik. Tapi dasar kau tengkorak jelek yang tidak sabaran.” “Alat suntik?” Kingsley tampak bingung. “Kau bisa cari sendiri di internet.” Perlahan Queenza bangun dari posisi berbaringnya. Kingsley tampak berbinar. “Aku boleh buka internet lagi?” Queenza mendengus. “Terpaksa aku mengizinkan karena siang ini aku harus ke rumah bibiku, Bibi Marlene.” Setidaknya Kingsley akan tenang di dalam rumah jika ditemani laptopnya. Kingsley meneguk habis darah di gelasnya. “Jadi kau menggunakan internet untuk mengurungku di sini?” ada nada tersinggung dalam suaranya. “Kalau tidak di sini, memangnya kau mau ke mana?” “Aku mau ikut denganmu.” Queenza turun dari ranjang, “Dengan sosok mengerikanmu itu? Yang benar saja.” “Aku tidak suka nada bicaramu, Queenza,” suara Kingsley berubah tajam. “Kingsley, para manusia di sini akan histeris melihatmu. Kau akan jadi tontonan, dan polisi setempat akan menangkapmu. Mungkin kau tidak mengerti bahayanya. Tapi percayalah, itu akan sangat mengerikan. Kau akan merasakan dikurung yang sebenarnya dan menjadi bahan penelitian.” Kingsley terdiam, seolah berusaha mencerna penjelasan Queenza. “Apa itu artinya kau mengkhawatirkanku?” “Sejujurnya, aku mengkhawatirkan kita berdua. Mereka juga tidak akan melepaskanku.” “Mereka siapa?” “Yah, pemerintah, wartawan, polisi, peneliti. Pokoknya mereka.” Queenza mendesah. “Kalau tubuhmu sudah utuh kembali seperti yang kau katakan, aku janji akan mengajakmu keluar. Aku juga akan mengajakmu ke banyak tempat yang pasti belum pernah kau datangi.” Kali ini Queenza tampak antusias. “Sungguh?” “Ya, sungguh. Jadi kau bersedia tetap di rumah, kan?” “Apa aku punya pilihan lain?” Kingsley mengangkat bahu. “Good boy.” Kingsley mendengus. “Memangnya aku anak kecil?” “Kau tidak tanya apa artinya? Kau mengerti bahasa inggris?” Kingsley tersenyum sombong. “Salah satu kemampuan alamiku. Aku bisa mengerti banyak bahasa. Itu sebabnya aku langsung bisa menyesuaikan diri dengan cara bicaramu yang sedikit berbeda.” Queenza ternganga takjub. “Ah, benar juga. Cara bicaramu tidak kaku seperti dalam novel-novel kuno.” Lalu dia mengernyit saat mengingat sesuatu. “Tapi kalau begitu, harusnya kau tidak kesulitan menyesuaikan diri dengan dunia modern, kan?” “Kubilang bahasa, Queenza. Bukan hal-hal baru yang belum pernah kutemui. Seperti—” Kingsley mengingat penjelasan Queenza. “Apa nama pasukan keamanan zaman sekarang?” “Polisi?” “Ya, itu. Aku tidak pernah mengenal kata itu. Jadi aku tidak memiliki gambarannya di kepalaku.” “Oh.” Queenza manggut-manggut, mulai mengerti maksud Kingsley. “Apa makhluk Immorland yang lain juga bisa?” Lagi-lagi senyum sombong Kingsley muncul. “Tidak, hanya aku. Bahkan kau sendiri tidak bisa.” Queenza merengut. “Ya, sudahlah. Aku harus segera bersiap. Sana keluar.” Dia segera menarik lengan Kingsley lalu mendorongnya keluar kamar, tak menyadari bahwa kini tubuh itu tak sekurus sebelumnya. *** Selesai memoleskan sedikit make-up dan menyisir rambut, Queenza sudah siap. Lagi-lagi dia memilih baju berlengan panjang untuk menutupi luka-luka di lengannya. Dan baru dia sadari, juga ada luka kecil di rahangnya tapi tidak terlalu tampak. Mungkin luka itu akibat dia terjatuh di hutan.  Saat berjalan keluar kamar, otak Queenza merangkai cerita untuk menjelaskan kepergiannya pada Bibi Marlene. Pasti agak sulit karena terkadang Bibi Marlene lebih mirip polisi yang tengah menginterogasi tersangka jika dia ingin mengetahui sesuatu. Yah, memang demi kebaikannya. Tapi Queenza ragu menceritakan tentang Kingsley dan makhluk-makhluk itu. Jadi lebih baik dia memendamnya sendiri. Kening Queenza berkerut saat tidak menemukan Kingsley. Dia bergegas menuju dapur karena khawatir makhluk itu bermain-main dengan kompornya. Dan benar saja, Kingsley ada di sana, di depan kulkas yang terbuka, tampak tengah memperhatikan isi kulkas. “Itu kulkas. Lemari pendingin. Bukankah aku sudah menjelaskannya padamu?” “Ya, aku tahu.” Sahut Kingsley tanpa menoleh. “Lalu kenapa di situ?” “Aku lapar.” Queenza terbelalak. “Kau bisa lapar juga?” “Mungkin karena tubuhku mulai utuh. Sekali lagi minum darahmu tepat saat bulan purnama, aku akan mendapatkan ketampananku kembali,” ujar Kingsley seraya meraih apel merah. “Kau sangat percaya diri, ya? Aku jadi penasaran seperti apa wajah aslimu yang begitu kau banggakan itu.” Kinglsey mundur seraya menutup pintu kulkas lalu berbalik. Gerakannya yang hendak menggigit apel terhenti saat melihat Queenza melotot menatapnya seraya mundur beberapa langkah sambil menutup mulut seolah hendak meredam teriakannya. “Kenapa?” “Kau—kau, terlihat sangat mengerikan seperti orang yang baru saja dibakar hidup-hidup.” Ya, tubuh Kingsley tidak lagi berupa tulang dan organ dalam. Bisa dibilang, tubuhnya sudah utuh kembali layaknya manusia, namun dengan telinga yang agak meruncing di bagian atasnya dan tanpa rambut. Yang membuatnya tampak mengerikan adalah keseluruhan tubuhnya seperti daging yang mengelupas karena terbakar. Tidak ada kulit luar, membuat warna merah daging bercampur darah terlihat jelas. Selain itu, keseluruhan matanya berwarna hitam pekat dengan titik kecil warna merah di tengahnya. Membuat Queenza merasa seperti berhadapan dengan sosok iblis hingga bulu kuduknya meremang. “Benarkah?” tanya Kingsley dengan nada dingin. Queenza mengangguk, masih dengan membekap mulut. “Terima kasih. Aku jadi tidak lapar lagi.” Kingsley mengembalikan apel yang belum dimakannya ke dalam kulkas lalu segera pergi melewati Queenza. Perasaan takut Queenza berubah menjadi perasaan bingung. Tapi beberapa saat kemudian, dia meringis sekaligus mencibir saat menyadari alasan sikap Kingsley yang tampak tersinggung. Segera dia berbalik menghampiri Kingsley yang tengah berdiri di depan jendela tinggi, mengarah ke halaman belakang. “Ehm, aku minta maaf. Aku tidak bermaksud menghinamu. Aku hanya kaget karena perubahanmu. Kau masih tampan seperti biasa kok.” Queenza berusaha menghibur. Kingsley tidak menyahut. Pandangannya mengarah lurus pada pohon besar dekat pagar. Otaknya tengah memutar kejadian mengerikan saat seorang wanita diikat di sebuah pohon lalu tubuh dari pinggang ke bawahnya ditumpuk kayu bakar. Masih jelas dalam ingatan Kingsley saat wanita itu menjerit kesakitan sambil berteriak menyuruh Kingsley pergi sementara dirinya dibakar hidup-hidup. Mendadak Queenza kembali merasa takut. Kali ini bukan takut terhadap sosok Kingsley. Tapi takut saat merasakan aura membunuh yang menguar dari tubuh lelaki itu. Begitu gelap. Begitu pekat. Bahkan jemari Kingsley tengah mengepal kuat sementara rahangnya berkedut menandakan dia tengah berjuang menahan amarah yang menguasai dirinya. Queenza menelan ludah. Apa Kingsley sampai semarah itu hanya karena Queenza berkata dia terlihat mengerikan? Padahal sebelumnya Queenza sering sekali menyebut Kingsley kaisar jelek dan dia hanya tampak kesal. “Sungguh, aku tidak bermaksud—” “Aku tidak suka, Queenza,” geram Kingsley masih dengan tatapan mengarah pada pohon itu. “Jangan katakan itu lagi. Kau membuatku teringat pada ibuku yang dibakar hidup-hidup di depanku.” Queenza terkesiap. Tidak menyangka kemarahan Kingsley berhubungan dengan hal lain. Sesuatu yang di luar bayangan Queenza, membuatnya tidak tahu harus menanggapi bagaimana. “Tidak perlu katakan apapun dan tidak perlu bertanya apapun mengenai ibuku. Aku tidak ingin membahasnya.” Queenza menggigit bibir. Apa Kingsley bisa membaca pikiran? “Hmm, kalau begitu, apa aku boleh bertanya hal lain yang tidak berhubungan dengan ibumu?” “Apa?” “Kapan kau lahir?” Kingsley diam sejenak, ragu untuk menjawab. Tapi beberapa detik kemudian, dia berkata, “Saat terjadi perang besar antar malaikat.” “Hah?” Queenza melongo. “Kapan itu? Maksudku tahunnya.” “Tahun?” Kingsley menoleh menatap Queenza sambil mengerutkan kening. Masih ada sedikit perasaan ngeri di hati Queenza. Tapi dia berusaha bertahan. “Ya, seperti ini.” Queenza berbalik lalu mengambil kalender di dekat meja pajangan dan menunjukkannya pada Kingsley. “Nah, sekarang tahun 2018. Saat kau lahir tahun berapa?” Kingsley berpikir. “Tidak ada tahun seperti itu. Mungkin setelah aku tertidur baru dibuat.” “Tidak ada? Lalu bagaimana kau tahu usiamu?” “Hitungan satu tahun sudah ada. Tapi tidak ada yang mencatat saat itu tahun berapa. Biasanya yang diingat hanya berapa tahun yang sudah kita lewati sejak lahir.” Queenza menggaruk kepala tidak mengerti. “Sudahlah. Kau bilang harus ke rumah bibimu.” “Ah, iya. Aku hanya sedikit penasaran.” Queenza masih tidak beranjak dari samping Kingsley. “Apa tidak ada peristiwa tertentu yang terjadi di dunia manusia? Mungkin aku bisa mencari tahu dari situ. Misalnya sedang terjadi perang antara kerajaan itu dan kerajaan ini?” “Aku tidak terlalu peduli urusan dunia manusia. Bahkan kedatanganku ke dunia manusia bisa dihitung dengan jari.” Queenza berdecak. Padahal dia sangat penasaran. “Tapi aku ingat saat itu ada seorang ratu yang begitu dikenal di dunia manusia. Bahkan beberapa makhluk dunia atas turut memujinya.” “Siapa?” tanya Queenza antusias. “Ratu Cleopatra.” Cleopatra? Sepertinya Queenza pernah mendengarnya. Tapi lupa di mana. Dia akan segera mencarinya di internet begitu pulang nanti. “Kau tidak jadi pergi?” “Eh?” Queenza kaget lalu nyengir. “Iya, aku pergi.” Dia berbalik seraya menggerutu, “Tadi tidak mau ditinggal sendirian. Sekarang terus-menerus mengingatkan agar aku segera pergi.” Kingsley hanya mendengus mendengar gerutuan Queenza. Setelah diingatkan pada hari kematian ibunya, Kingsley merasa ingin sendirian. Selalu seperti itu. Andai Queenza masih memiliki ingatannya di masa lalu, dia pasti tidak akan meninggalkannya saat ini. Karena biasanya, Kingsley akan memilih menumpahkan banyak darah makhluk lain yang tak bersalah untuk meredakan sakit di dadanya. Bahkan makhluk lemah seperti manusia sekalipun. --------------- ♥ Aya Emily ♥
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN