Malam itu begitu sunyi, seakan dunia menahan napasnya. Hanya terdengar detak jam dinding di ruang tengah yang pelan namun menusuk telinga—ritmenya teratur, tapi terasa seperti jarum yang menekan syaraf Jayne satu per satu. Dengung halus AC memenuhi kamar, konstan tapi dinginnya merayap perlahan ke kulit. Cahaya lampu tidur berwarna temaram jatuh di dinding, membentuk bayangan samar dari perabot kamar yang tak bergerak, seolah ikut terjebak dalam keheningan. Jayne tidur dengan posisi miring, wajahnya menghadap Ranu yang sudah lebih dulu tenggelam dalam dunia mimpi. Anak itu memeluk guling kesayangannya, napasnya halus, damai, dan teratur. Wajah kecilnya benar-benar polos—terlihat seperti malaikat kecil yang tak pernah bersentuhan dengan sisi kelam kehidupan. Namun, kedamaian di wajah Ranu