1. Lolos dari Kejaran
“Sialan!” Gadis itu mengumpat keras ketika kakinya yang mengenakan sepatu hak 5 centimeter dengan gagang yang tipis itu menyulitkannya untuk berlari. Tumit sepatunya beradu dengan lantai basemen, terdengar jelas di tempat itu.
Di sepanjang basemen tempat parkir kantornya yang sudah mulai sepi. Gadis dengan rambut pendek hitam legam itu masih harus berlari guna menghindari kejaran orang.
“Sialan! Berhenti kamu!” Suara itu menggelegar di belakangnya. Sosoknya yang sangar dengan setelan jas hitam, tubuhnya juga tinggi dengan otot menonjol. Tangannya menunjuk lurus pada gadis itu yang berusaha kabur.
Matanya mengedar, menyapu area basement. Deretan mobil yang biasa parkir di sana sudah tidak ada. Hanya tinggal beberapa saja dan itu rasanya percuma untuk bersembunyi di sana sementara waktu.
“Hei, ayo berhenti! Jangan bikin susah. Kau ikut kami saja jika tak bisa membayarnya!” Teriak seorang pria bertubuh pendek yang kurus. Dia terengah, lelah mengejar gadis itu.
“Tidak. Aku tidak akan pernah datang pada b*****h seperti bosmu itu!” Gadis itu membalas dengan teriakan. Larinya memelan, lelah mendera. Di belakangnya, dua sosok pria yang sejak tadi mengejar pun ikut berhenti. Mereka menopang tubuh di lutut dengan tangan.
“Hei, ayolah. Lagipula, bos kami hanya ingin kau tidur dengannya. Tolong jangan buat kami mendapatkan marah,” kata si pria tambun.
“Ogah. Najis tidur dengan pria tua seperti itu,” sahut si gadis jijik.
“Jangan salah. Bos kami masih muda,” sangkal di pria kurus.
Tidak mau menyiakan kesempatan, gadis berambut pendek dengan setelan baju formal itu kembali berlari, terlebih ketika mendengar suara derap langkah kaki yang terburu. Dia tahu jumlah pria yang mengejarnya itu bertambah banyak.
“Sialan!” Gadis bernama Victoria Haverly itu terpaksa menjauh dari sana. Dalam pikirannya hanya satu, bersembunyi.
Namun sialnya, di manapun dia sembunyi hanya akan dengan mudahnya ketahuan dan berakhir menjadi tawanan. Victoria tidak mau itu terjadi. Maka begitu sepasang mata sedang yang natural itu menyempit ketika seseorang keluar dari mobil yang terparkir di salah satu sudut basement paling ujung. Sekilas Victoria menoleh ke belakang, memastikan para pria itu masih jauh.
“Sialan. Aku tidak punya waktu.” Dia mendumel sambil melepas blazer kerjanya terburu.
Langkahnya lambat, berhenti tepat di hadapan pria asing itu.
Si pria tentu saja terkejut, dia menahan diri agar tidak menabrak gadis yang tiba-tiba menghadang jalannya.
“Tuan, tolong aku,” bisik Victoria.
Namun dahi pria itu mengerut, sama sekali tidak mengerti maksud permintaan gadis itu itu. Namun detik berikutnya, kedua matanya membulat sempurna ketika benda kenyal dan lembut milik gadis itu menempel di bibirnya. Tangan si gadis mencengkram jas armani yang dikenakan dengan kuat.
Ciuman tiba-tiba itu hanya sesaat, Victoria mengintip, memastikan para pria yang mengejarnya ada di sana. Dengan begitu dia bisa bersembunyi dengan pria asing.
“Nona?”
“Diamlah,” desis Victoria sambil mengintip. Gadis itu kemudian menatap si pria, tatapan keduanya terpaku seolah waktu berhenti. Dalam hening yang menekan, napas mereka saling beradu, jarak di antara keduanya hanya sejengkal. Entah mengapa, d**a Victoria berdegup lebih cepat dari biasanya. “Cium aku.”
“Hah?”
“Cium aku. Ayolah.”
Tidak mau membuang waktu dan ketahuan, Victoria kembali memagut bibir pria itu yang terasa dingin. Dia menutup matanya, membalik posisi agar tidak terlihat oleh para pria pengejar itu.
Si pria yang paham sesuatu, mengikuti alur permainan yang dimulai gadis asing itu. Tangan besarnya meraih pinggang ramping si gadis, mendekapnya erat lantas membalas ciuman itu dengan lembut. Jelas saja, Victoria sempat kaget, tapi suara derap langkah kaki yang beriringan itu membuatnya kembali memejamkan mata. Kedua tangannya mencengkram jas pria itu, tubuhnya bergetar dalam pelukan si pria. Seakan tahu kalau gadis itu ketakutan, pria tersebut menenangkannya dalam dekapan.
“Sialan! Kita kehilangan gadis itu!” Seru salah seorang pria dengan murka.
Tapi pria lain yang memusatkan perhatian pada dua orang yang b******u di sela mobil dan dinding tempat parkiran itu. Dari kejauhan, hanya siluet samar yang terlihat dalam remangnya basement. Mereka bersiul pelan, menertawakan apa yang mereka kira pasangan sembarangan yang mencari tempat tersembunyi untuk b******u.
Tidak seorangpun yang menyadari kalau gadis yang terperangkap itu adalah Victoria, gadis yang mereka cari. Lampu redup basement dan bayangan mobil membuat wajah gadis itu tersamarkan, terhalangi juga oleh tubuh besar si pria yang masih ciumannya dengan arah yang teratur. Victoria sendiri menggenggam jas pria itu, setengah panik, setengah larut, dan berharap para pria itu pergi dari sana sebab pasokan oksigen dalam dadanya mulai menipis akibat ciuman.
“Sialan. Ayo pergi. Gadis itu lolos.” Ajak pria yang mungkin pemimpinnya.
Terdengar derap langkah menjauh, semakin lama semakin jauh dan tak terdengar lagi sama sekali. Baru saat itulah Victoria mendorong d**a bidang pria tersebut. Begitu ciumannya terlepas, dia menghirup udara dengan rakus, dadanya naik turun menahan debaran.
Pria itu menyandarkan bahunya pada mobil, menatap Victoria dengan tatapan menusuk. Bibirnya terangkat, membentuk seringai puas, seakan menikmati permainan yang baru saja Victoria mulai.
“Jantungmu berdetak kencang sekali, Nona,” katanya menggoda dengan suara rendah, hampir seperti bisikan. “Apa karena mereka hampir menangkapmu, atau karena … berciuman denganku?”
Mata Victoria terbelalak, antara marah dan malu yang bercampur. Tapi gadis itu tidak mengatakan apapun, hanya memungut kembali blazer kerja dan tasnya yang tergeletak sembarang di bawah kakinya. Tanpa mengatakan apapun lagi, dia mengeluarkan beberapa lembar uang dari dalam tasnya, pecahan dolar.
“Seharusnya ini cukup untuk ciumannya, Tuan, terima kasih, dan permisi,” ujar Victoria sambil memberikan beberapa lembar uang pada pria asing itu.
Karena tak juga diterima, Victoria memilih mendorong uang itu ke d**a si pria, melepaskan tangannya begitu saja. Untungnya si pria sempat menahan uang itu agar tak berhamburan. Dia berbalik, pandangannya mengikuti langkah kaki Victoria menjauhinya dengan terburu.
“Menarik. Sampai jumpa lagi, Nona. Kau yang memulai, aku tak akan melepaskan permainannya.” Seringai lebar terpatri jelas di wajahnya yang tampan dengan pahatan sempurnakan bak dewa.
Victoria sendiri tidak tahu bahwa ancaman sesungguhnya bukanlah dari pada pria yang mengejarnya karena hutang, tapi pria yang baru saja b******u bibir dengannya.
Hidup Victoria yang tenang menjadi kacau usai beberapa pria yang merupakan rentenir datang untuk memburunya lantaran dirinya dijadikan jaminan konyol oleh saudara tirinya. Hidup Victoria hancur dan terjebak dalam pelarian yang entah kapan akan berakhir.
“Ibu tiri sialan! Setiap bulan aku mengirimkan uang untuk pengobatan Ayah. Tapi mereka tega menjadikan aku jaminan? Sialan!”
Sepanjang jalan menuju halte bus untuk pulang, Victoria mendumel. Dia kemudian mendesah kasar ketika hujan turun membasahi bumi.
“b******k!” Dia memaki.
Bahkan, alam pun seakan menertawakan kesialannya hari ini dengan membuat tubuhnya basah. Tapi, Victoria tidak tahu sepasang mata mengawasi dari jauh.