10. Syarat Kedua

1549 Kata
Karen Wu, sang Miss Beautifull. Wanita berumur 23 tahun itu sudah mengenal Jackson bahkan sebelum dirinya menyandang titel Miss Beautiful. Sewaktu ia masih bekerja sebagai model runway, yang sering dikontrak oleh Luis Wang,  jika pria itu mengadakan acara fashion show untuk clothing line terbarunya. Dari pertama bertemu Karen memang langsung tertarik pada sikap Jackson yang panas dingin padanya. Ditambah status ekonomi dan sosial yang dimiliki Jackson, makin membuat wanita itu ingin menundukkannya. Sayangnya, hal tidak berjalan sesuai rencana. Karena alih-alih ia menundukkan Jackson. Jackson lah yang berhasil menundukkannya. Tanpa disadarinya, dirinya benar-benar bertekuk lutut oleh pesona pria itu. Apapun akan ditempuhnya untuk memiliki Jackson seutuhnya. Karenanya, Karen sempat girang ketika Jackson mengenalkannya kepada ibunya, dan bahkan tinggal di rumah keluarga besarnya. Ia sempat berpikir bahwa mungkin Jackson akhirnya berniat untuk menikahinya. Alangkah kecewanya ia ketika rupanya Annie bahkan tidak mengijinkannya untuk tinggal barang semalam di rumah nya. Keperawanannya yang sudah hilang diambil oleh kekasih pertamanya ketika ia berumur 16 tahun dijadikan alasan oleh Annie untuk menyingkirkannya; yang rupanya memang adalah tujuan dari Jackson membawanya pulang. Karena ia belum berniat untuk menikah dan hanya menggunakannya untuk membuat ibunya jengkel. Mendengar cerita tentang Ella Han dan Andrew Yang yang terpaksa menikah karena hamil, memberinya ide. Diam-diam dia berencana untuk mengikat Jackson dengan cara lain. Yang sepertinya harus dilakukan secepatnya. Melihat munculnya gadis yang hendak dijodohkan oleh Annie kepada Jackson.   Walau kecantikan Anya terlihat biasa saja, jauh dari dirinya yang seorang model, tetap saja Karen merasa terancam. Ia tahu bahwa Jackson tidak akan mampu menolak keinginan ibunya, jika akhirnya wanita itu bersikeras untuk menikahkannya dengan Anya. “…Jack, apakah kau mendengarkanku?” ulang Karen di sela-sela kebisingan club malam. Jackson mengerutkan keningnya sambil menoleh ke sekeliling, “Dimana dia? Bukankah ia tadi mengikuti kita?” “Siapa yang kau cari?” tanya Karen kesal karena rupanya sejak tadi Jackson tidak mendengar ceritanya tentang tawaran yang diterimanya untuk menjadi duta salah satu kosmetik yang cukup ternama. Sebuah keberhasilan yang luar biasa untuknya. “Anya.” “Oh… Mungkin ia ke toilet,” jawab Karen sekenanya. “Jadi mereka akan memintaku untuk mulai penandatanganan kontrak senin depan. Setelah itu aku akan mendapatkan persentase dari penjualan barnd mereka,” ucap Karen melanjutkan sambil menarik lengan Jackson membuat pria itu mengalihkan perhatiannya kembali padanya. “Aku bangga padamu, Baby. Sebuah keberhasilan yang luar biasa,” pujinya membuat Karen menegakkan tubuhnya bangga. Tapi hanya sesaat sebelum kemudian terdengar teriakan seorang wanita memanggil nama Jackson, diikuti oleh Anya dalam gandengannya. *** “Siapa wanita itu?”, Anya bertanya ke arah Jackson setelah Lucia pergi. “Pemilik club ini dan salah satu kolega ku. Mereka memegang kendali ke hampir semua serikat buruh di kota ini. Dukungan mereka kuperlukan untuk kemulusan kontrak dengan para pekerja di pengilangan minyak Han Company. Ada yang mengatakan bahwa mereka datang dari keluarga mafia yang cukup terkenal di Metro.” Anya terbelalak mendengar penjelasan Jackson. Sejak kecil, hidup aman dan damai dalam perlindungan keluarga kecilnya, membuatnya tidak paham akan keras dan kejamnya dunia luar. Pekerja, serikat buruh, kontrak kerja dan gangster adalah kata kata yang tidak pernah ada dalam kamusnya. Membuatnya makin merasa sangat tidak pantas untuk berada di dunia Jackson. Jackson menatap Anya yang kini mengalihkan pandangannya ke meja sebelah. Bajunya yang rapi dan tertutup membuatnya terlihat sedang menghadiri sebuah acara di vihara daripada club malam, membuat Jackson tersenyum geli dalam hati. Tiba-tiba Anya berdiri dari duduknya dan datang menghampiri seorang pria yang duduk di meja sebelah, yang juga nampaknya sedang menoleh menatap Anya. “Ehh… Spencer?” teriak Anya dengan wajah tersenyum lebar, sambil terus berjalan ke arah pria yang kini ikut berdiri membalas senyuman Anya. Pria itu memeluk tubuh mungil Anya yang juga balas memeluknya dengan girang seperti seorang anak kecil yang bertemu teman lamanya. “An? Tumben sekali melihatmu di tempat seperti ini?” balas pria yang sepertinya seumuran Anya. “Dengan siapa kau kemari?” “Uh…” Anya kebingungan hendak menjawab pertanyaan Spencer, teman satu angkatannya saat kuliah dulu. Ada perasaan malu di benaknya mengingat dirinya kemari bersama calon suaminya. Yang membawa wanita lain. “Temanku,” akhirnya Anya menjawab sambil melirik ke arah Jackson dan Karen. “Dan kekasihnya. Kau sendiri? Bagaimana kabarmu setelah kelulusan? Kudengar kau mendapatkan kontrak dengan Metro Symphony Orchestra.” Spencer tertawa mendengar pertanyaan Anya. Sebuah kehormatan besar bagi seorang pemusik untuk bergabung dengan grup orkestra musik tertua di kotanya itu. Sesuatu yang di raihnya dengan penuh perjuangan mengingat walau dirinya lulus dengan nilai yang lebih unggul dari Anya, tapi tidak seberbakat gadis itu dalam bermain musik. Ia perlu berusaha 110% ketika Anya hanya menggunakan 70% kemampuannya. “Kamu sendiri sih, kenapa tidak mau ikut audisi setelah kelulusan?” Anya mengalihkan pandangannya ke lantai gelap yang berbayang-bayang sorot lampu warna warni dari atap club malam. Ia ingat betul alasan apa yang menyebabkan dirinya harus menanggalkan mimpinya menjadi seorang pianist.Pinangan dari keluarga Han baru saja masuk kala itu, dan keluarganya meminta Anya untuk mempersiapkan dirinya jika kelak menjadi istri dari Jackson, yang artinya mengubur harapannya untuk memiliki karir. Untuk apa karir, jika nantinya kau juga akan mengurus anak-anak di rumah? ucap Nainai ketika dirinya mengungkapkan akan keinginannya untuk melanjutkan karir musiknya. Yang juga ternyata merupakan syarat kedua dari Annie Han, fokus seorang istri adalah mengurus rumah tangganya, bukan berkarir. Apalagi jika suamimu bisa memenuhi semua kebutuhan dengan penghasilan yang lebih dari cukup seperti Jackson. Sementara itu dari sofa, Jackson tampak mengerutkan dahinya mengamati Anya yang kini sedang berdiri diantara meja VIP nya dan meja sebelah. Seorang pria merapatkan tubuhnya pada Anya sambil menunduk membisikkan sesuatu ke telinganya yang mungkin dilakukan karena bisingnya club malam ini, tapi entah kenapa membuat sesuatu muncul dari dalam dirinya. Sesuatu yang biasa di rasakannya ketika ada orang yang mengusik barang yang menjadi miliknya. Walau tidak menginginkan Anya, tapi ia merasa bahwa gadis itu adalah miliknya, karena sudah di janjikan untuk nya. Betapa nekatnya pria itu mengganggu apa yang menjadi miliknya! “… Jadi mau tidak?” Tiba tiba terdengar suara Karen yang rupanya sedang mengajaknya berbicara dari tadi. “Hah? Apa katamu Baby?” tanya Jackson tanpa mengalihkan pandangannya dari Anya yang kini tampak tersenyum ke arah pria itu. “Aku bertanya, apakah kau mau turun ke dance floor?” ulang Karen sambil menarik lengan Jackson agar pria itu menoleh ke arahnya. Wanita itu merasa makin jengah ketika dirasakannya tatapan Jackson yang terus terarah pada gadis berwajah polos itu. “Hmm… mungkin nanti. Tunggu sebentar…” gumam Jackson sebelum berdiri dan berjalan menghampiri Anya. “An,” panggil Jackson sambil mengelus pinggang gadis itu, membuat Anya kaget dan tersentak menoleh. “Ah! Kau mengagetkanku!” “Maaf. Apakah kau tidak akan mengenalkanku pada temanmu? Bagaimanapun juga aku adalah calon suamimu bukan?” jawab Jackson yang langsung membuat Anya dan Spencer melotot. “Calon suami?” ulang Spencer ke arah Anya seakan ingin memastikan apa yang barusan didengarnya. Anya mengangguk sambil mendesah terdengar sedih, “Mama dan Nainai menjodohkan aku pada Tuan ini. Kenalkan ini Jackson Han. Jackson ini teman kuliahku dulu Spencer Gu.” Kedua pria bersalaman. Tubuh jangkung Jackson sedikit lebih menjulang di banding Spencer. Sambil tersenyum, pria itu meremas tangan Spencer yang dibalas oleh remasan balik dari Spencer. “Han… dari Han Company?” tanya Spencer masih menggenggam tangan lebar Jackson. “Satu satunya,” balas Jackson angkuh. Sementara Anya hanya memandangi kedua pria itu berpegangan tangan beberapa detik lebih lama dari biasanya, dengan dahi berkerut. Gadis itu memang tidak sadar bahwa Spencer selama ini diam-diam menyimpan perasaan untuknya. Bagi Anya, Spencer tidak lebih dari seorang teman yang paham akan kecintaannya pada musik dan selalu mendorongnya untuk lebih berusaha ketika ia hampir menyerah. Kedua pria itu akhirnya melepaskan pegangan tangan mereka. Jackson segera meraih tangan Anya dan menariknya menjauhi Spencer, mendekat ke arah tubuhnya seolah ingin memberitahukan pada pria itu bahwa Anya adalah miliknya. Spencer melirik ke kursi sofa dan melihat Karen yang mengawasi mereka dengan mata menyipit. “Dia tampaknya menunggumu untuk kembali kesana,” sindir Spencer sambil mengayunkan dagunya menunjuk ke arah Karen. Jackson tertawa sinis, “Jangan khawatir, dia bisa menunggu. Lagipula aku kemari untuk membawa calon istriku jalan-jalan menikmati suasana malam.” Spencer mendengus sambil tersenyum, “Huh! Berulang kali kau ucapkan bahwa kau adalah calon suami Anya, tapi kau sepertinya tidak begitu mengenalnya, karena aku yakin dirinya tidak menikmati waktunya di sini.” Jackson melirik ke arah Anya yang kini nampak membelalak menahan nafas, menatap Spencer yang sudah berani bersikap kasar pada pria yang akan menjadi suaminya kelak. Bagaimanapun benarnya tebakan Spencer, dirinya sadar bahwa ia haruslah membela Jackson. “Spencer…” desis Anya pelan tapi dengan nada tidak suka. “Senang berjumpa lagi denganmu. Tapi sebaiknya aku kembali ke kursiku. Semoga semuanya berjalan lancar dengan kontrak kerjamu bersama Metro Symphony!” lanjutnya dengan suara dingin sebelum berjalan kembali ke sofa dan mendudukkan tubuh mungilnya di ujung. Sebenarnya ada rasa sedih ketika ia bertemu Spencer, karena pria itu mengingatkannya akan masa kuliahnya yang lebih bebas dan bahagia. Dimana ia tidak perlu menjaga perasaan orang lain selain dirinya dan keluarga kecilnya. “Apakah kau ingin pulang?” Pertanyaan Jackson yang berdiri di hadapannya, mengagetkan Anya. “Tapi kita baru saja sampai,” jawab Anya menatap mata Jackson yang terlihat sedikit berbeda dari sebelumnya. “Tidak masalah, aku juga agak lelah.” Jackson menjulurkan tangannya ke hadapan Anya menawarkan bantuan untuk gadis itu berdiri yang langsung diraihnya, diikuti oleh tatapan dari Karen yang membakar. “Kalau kalian hendak pulang, silahkan saja. Tapi aku sudah berdandan  berjam-jam, dan baru saja tiba di sini. Mungkin aku akan bergabung ke meja sebelah,” ucap Karen, lebih bertujuan untuk mengancam Jackson agar menemaninya. “Hm…kau yakin ingin di sini?” tanya Jackson sambil mengeluarkan beberapa lembar uang untuk minuman yang sudah dipesan tapi belum di sentuhnya. Karen menangguk. “Baiklah, pakai saja kartu kredit yang kuberikan jika kau hendak menambah pesanan. Berhati-hatilah ketika pulang,” jawab Jackson tanpa mengalihkan pandangannya dari Anya. Sesuatu dari gadis itu menarik perhatiannya. Mungkinkah karena adanya pria lain yang jelas-jelas juga menginginkannya? Membuatnya merasa makin tertantang untuk menaklukkan dirinya? Apa yang telah kau lakukan padaku Anya Li?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN