6. Skandal Keluarga Han

1376 Kata
Anya selalu ingat ucapan Nainai Li kepadanya ketika ia masih kecil, yang sepertinya ditujukan lebih kepada ibunya daripada kepadanya. “Ingat, An. Seorang perempuan baru akan dihargai oleh keluarga suaminya ketika dia dapat melahirkan anak laki-laki. Semakin banyak dia memberikan keturunan berjenis kelamin laki-laki, semakin disayang lah dia oleh suami dan dihargai oleh keluarga sang suami. Seperti diriku, walau sudah tidak mempunyai suami tapi kedudukanku di keluarga ini adalah yang paling berkuasa, karena ayahmu adalah Jia Zhang, atau kepala keluarga. Ibumu sementara itu, yang tidak mempunyai anak laki-laki akan selamanya tertindas di bawah.” *** Anya duduk tidak tenang diatas kursinya. Bisa di rasakannya pandangan-pandangan mata yang mengarah pada dirinya saat itu. “Ini Anya Li, cucu dari teman lama ku Gladys,” ucap Annie memperkenalkan Anya kepada kedua anak dan menantunya yang sedang terduduk di meja makan bulat malam itu. “Hai Jie Anya, Aku Nina. Apakah kau akan menjadi calon kakak iparku?” tanya anak termuda dari keluarga Han sambil tertawa cekikikan. Anya menoleh ke arah gadis itu yang langsung mengingatkannya pada Mei, adiknya. “Nina! Wanita bermartabat tersenyum anggun, bukan tertawa seperti orang tercekik,” semprot Annie kepada anak gadisnya membuat Anya tersenyum dalam hati karena teringat akan Nainai Li. “Ama… Kapan kau akan menyerah dan menerima kenyataan bahwa Jackson belum ingin menikah?” tanya Ella, sang putri pertama sambil mengalihkan pandangan tajamnya dari Anya ke Ibunya. Kini hanya tinggal Andrew yang masih melekatkan pandangannya pada Anya. Tangan pria itu mengelus dagunya sendiri sementara matanya menatapnya tubuh Anya tanpa berkedip bak seekor anjing yang mengendus daging segar. Membuat gadis itu menelan ludah tidak nyaman. “Tidak kubiarkan anak laki-laki ku satu satunya hidup liar. Menyesal aku menyekolahkannya jauh-jauh, dan membuatnya mengikuti budaya barat yang tidak punya moral,” omel Annie sambil melirik ke arah menantunya. Andrew sepertinya sadar akan singgungan mertuanya dan mengalihkan pandangannya dari Anya kembali ke Ella yang mengelus perutnya yang membesar. “Bagaimana keadaanmu hari ini Ella? Apa yang dokter katakan?” tanya Andrew ke arah istrinya. “Kau tidak perlu bertanya jika saja kau ikut aku ke rumah sakit kan? Tidak bisakah kau ijin cuti tadi untuk menemaniku? Jackson pasti mengijinkan, lagipula kehadiranmu di perusahaan juga tidak krusial untuk kelangsungan hidup Han Company,” ucap Ella dengan nada mengejek. Andrew hanya bisa menggeram dalam hati mendengar ucapan istrinya yang merendahkan. Ia tidak bisa berbuat banyak dalam keluarga ini karena memang posisinya sebagai wakil direktur di perusahaan bergantung pada dirinya yang berhasil menikahi Ella Han. Keadaan ekonomi keluarga Andrew sendiri yang juga semakin mundur, membuatnya tidak punya pilihan selain menelan semua sindiran dan ejekan dari keluarga istrinya. Baru saja kemarin ayah Andrew meminjam uang lagi kepadanya untuk menutupi dana macet di proyek yang sedang di kerjakannya. Ia selalu menyalahkan perkonomi negara yang sulit sebagai alasan kenapa keadaan keuangan mereka morat marit. Hal yang anehnya tidak mempengaruhi perkembangan Han Company yang di pegang Jackson. “Maafkan aku, istriku. Han Company sedang dalam proses negosiasi dengan Neocyber untuk mencoba menggunakan sistem baru di salah satu kilang minyak kita. Aku perlu menemui pengacara perusahaan untuk membicarakan detailnya.” “Huh…” dengus Ella. “Kau kira aku tidak tahu apa yang kau lakukan dengan pengacara wanita itu?” “Sudahlah. Berhenti mencerca suamimu. Salah mu sendiri sudah terlanjur dihamili olehnya. Tidak banyak yang bisa kau lakukan sekarang kecuali menerima nasibmu,” geram Annie tertahan. “Sekarang, kita sedang ada tamu, bagaimana kalau kita nikmati saja makan malam yang sudah di sediakan oleh juru masak Ren.” Anya hanya bisa terdiam mendengar keributan kecil yang terjadi di dalam keluarga Han setengah kaget akan ucapan Annie kepada anak tertuanya. Sekeras-kerasnya Sansan dalam mendidiknya, tidak pernah terpikirkan seorang ibunya sendiri akan tega mengorbankan kebahagiaan anaknya demi tradisi. Seperti yang di lakukan Annie kepada Ella. Jelas terlihat Andrew bukanlah tipe pria yang setia pada istrinya melihat dari caranya menatap Anya tanpa berkedip. Rupanya keluarga sekaya Han pun tidak luput dari skandal, pikir Anya. “Anya, besok kita ke dokter. Bersiaplah sesudah sarapan. Bibi Huang akan mengantarkan makananmu di kamar,” ucap Annie membuyarkan lamunan Anya. “Dokter, Auntie? Tapi aku tidak sakit,” jawab Anya kebingungan diikuti tawa kecil dari Nina. “Dokter kandungan, Jie. Ama mau memastikan kau masih… ehem… kau tahukan… untuk Gege Jackson,” balas Nina mengedipkan matanya sambil menyebut nama kakak laki-lakinya atau ‘Gege’. Seketika Anya paham apa yang di maksud oleh calon mertuanya itu. Wanita itu hendak memastikan bahwa dirinya masih perawan. “Oh… Baik Auntie,” jawab Anya dengan wajah memerah. Sekilas ditangkapnya pandangan aneh dari Andrew yang melirik ke arahnya. Anya menyelesaikan makan malamnya bersama Keluarga Han tanpa mampu menikmati makanannya. Semua orang mengunyah dalam diam tanpa ada obrolan sama sekali membuatnya sedikit berkeringat karena canggung. Sungguh berbeda dengan cara keluarganya menghabiskan makan malamnya. Walaupun Nainai sering memarahi dirinya dan Mei jika berbicara sambil mengunyah, tapi nenek nya itu tidak pernah melarangnya untuk bercerita atau bercanda di sela-sela suapan. Tidak seperti keluarga Han yang sepertinya makan sambil larut dalam pikirannya masing-masing. “Aku harap keluarga kami tidak menakuti mu, Jie,” ucap Nina ketika mereka selesai makan dan semua orang kembali ke kamar mereka di lantai 2. Meninggalkan Anya dan Nina membantu merapikan meja bersama kedua pelayan rumah mereka. “Ah tidak juga, Nina. Setiap keluarga pasti memiliki masalah yang berbeda-beda,” sahut Anya tertawa menutupi kegalauannya. Nina tertawa mendengar jawaban tamu keluarganya itu. “Kujamin, tidak ada keluarga dengan masalah sekacau keluarga kami.” Anya menoleh ke arah gadis itu. Tawanya kembali mengingatkannya akan adiknya sendiri. “Aku memiliki adik seumuranmu, Nina. Apakah kau masih kuliah?” Nina mengangguk sambil mengeluarkan ponselnya yang bergetar dari saku bajunya. “Hm… Aku naik dulu ya. Selamat malam, Jie An. Jangan lupa kunci pintu kamarmu!” serunya sambil tidak melepaskan pandangannya dari benda di tangannya itu. Anya mengerutkan keningnya mendengar peringatan Nina. Ini ketiga kalinya, tiga orang yang berbeda mengingatkannya untuk mengunci pintu kamarnya. Apa yang sebenarnya mereka takutkan? Perasaan merinding mulai merambat di tengkuk Anya. Digelengkannya kepalanya. Ah… Sebaiknya aku berdoa kepada leluhur sebelum tidur, meminta perlindungan dari mereka selama aku di sini, pikirnya sambil berusaha menenangkan diri. “Bibi Huang, apakah kau mempunyai Hio yang bisa kuminta? Aku ingin berdoa ke arwah leluhur,” tanya Anya. Wanita bersanggul rapi itu mengangguk dan berjalan keluar gedung utama menuju taman. Anya mengikuti langkah Bibi Huang menuju sebuah meja berwarna merah. Sebuah guci diletakkan diatasnya terapit dua buah lampu bentuk lilin warna merah di kanan dan kirinya. Beberapa batang Hio sudah tampak tertancap diatas guci berisi pasir itu menandakan sudah ada yang berdoa hari itu. Bibi Huang membuka lemari di bawah meja dan mengeluarkan sebungkus plastik berisi lidi berwarna merah yang berbau harum. Anya menarik 3 biji dan berterima kasih kepada Bibi Huang yang kemudian meninggalkannya sendirian. Di sulutnya ujung lidi merah itu dengan korek api dan setelah menyala, ditiupnya kobaran api di pucuk Hio, hingga menyisakan bara yang berasap di ujung lidi. Anya  menutup matanya dan mulai memanjatkan doa dalam hati. Meminta Papa dan Nainai Li untuk melindungi Mama dan Mei di rumah ,dirinya, dan semua keluarga Han yang sudah bersedia membuakakan pintu untuknya. Usai mengucapkan doanya, dan berhubung tidak ada lagi yang bisa dikerjakannya, Anya naik ke kamarnya dan mengganti bajunya dengan baju tidur yang dibawanya. Tak lupa dirinya mengunci pintu sesuai dengan peringatan dari ketiga wanita penghuni rumah. *** Besoknya, pukul 8 pagi kurang, sementara Anya berkeringat di ruang tunggu dokter kandungan, Jackson dan Andrew sudah berada di dalam ruang meeting bersama pengacara mereka. Menunggu kedatangan pihak Neocyber untuk menyelesaikan detail perjanjian kerja. Jackson melirik ke arah wanita bernama Anabelle yang digunakan Andrew untuk menjadi pengacara mewakili Han Company. Terpoleskan makeup yang halus, wanita itu tampak sedang berbincang dengan iparnya di ujung ruangan sambil berbisik bisik dan saling menyentuh. Sadar sedang diamati, Andrew berjalan menjauhi Anabelle dan duduk di sebelah Jackson. “Aku sudah bertemu calon istrimu semalam. Ama berniat membawanya ke dokter kandungan pagi ini,” ucapnya berusaha mengalihkan perhatian pria itu. “Hm… Lalu?” “Cantik. Bukan tipe mu aku yakin, tapi cantik. Terlalu polos dan lugu.” Jackson mendengus mendengar jawaban Andrew. “Tipe mu kalau begitu kan? Bukankah itu yang kau sukai? Wanita lugu yang bisa kau bodohi dibelakang istrimu.” Andrew menggeram dalam hati, dirinya paham betul apa maksud sindiran adik ipar dan bos nya itu. Pernah sekali waktu, ia kepergok memasuki salah satu pelayan rumahnya. Untung karena kaku nya tradisi yang di anut Annie, Ella tidak diperkenankan untuk bercerai dengannya. Terlebih dalam keadaan hamil besar. Sejak saat itu, semua orang di keluarga Han memandang rendah padanya, dan mencapnya sebagai seorang pria maniak. Bahkan para pelayan di rumahnya, di minta untuk mengunci pintu kamar mereka bila sudah malam. Untunglah rombongan pengacara Neocyber yang datang, membuat Jackson mengalihkan perhatiannya dari Andrew. Melewatkan gertakan rahang Andrew yang menahan amarah, dan menatap Jackson dengan penuh kebencian.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN