5. Miss Beautiful

1306 Kata
Jackson mengusapkan handuk yang di pegangnya ke dahinya. Matanya memandang ke arah beberapa teman nya yang masih asik di lapangan Basket. “Udahan Jack? Cuman main segame hari ini?” tanya Luis, teman baik Jackson, sambil berlari menghampirinya. Jackson menoleh ke arah temannya yang ikut duduk di sampingnya. “Sorry, udah dulu malam ini harus simpan tenaga,” jawab pria bertubuh jangkung itu nyengir. Luis ikut tertawa mendengar ucapan Jackson, dirinya paham betul apa yang di maksud temannya itu dengan ‘menyimpan tenaga’. Sudah berteman sejak SMP, Luis sudah biasa menghadapi kelakuan temannya yang playboy dan suka gonta ganti pasangan. Walaupun sama-sama belum menikah, berbeda dengan Jackson, Luis sudah tidak sabar untuk berkeluarga. Setelah berpacaran dengan Lisa selama setahun, perancang busana yang cukup terkenal itu akhirnya melamar kekasihnya dan berencana menikah dalam waktu dekat.   “Kapan kamu bakalan settle down, Jack? Bukankah kudengar Ibumu sudah tidak sabar hendak mencarikanmu calon istri?” “Luis…Luis… Luis…” ucap Jackson sambil menepuk-nepuk pundak temannya. “Kenapa aku ingin settle down ketika dunia sedang ada dalam genggamanku? Ini adalah waktu terindah dalam hidupku, dan aku ingin menikmatinya selama yang aku bisa. Bukannya malah sengaja mencari borgol sepertimu.” Luis hanya bisa tergelak mendengar ucapan temannya yang angkuh. Sambil dalam hati, berharap akan ada wanita yang berhasil menundukkan Jackson.Dan ketika saat itu tiba, giliran Luis yang akan balik menertawakan temannya itu. “Baiklah, sampai ketemu senin malam,” pamit Jackson setelah mengemasi barangnya. “Sampaikan salam ku kepada tunanganmu, bilang akan kutunggu telepon darinya jika ia akhirnya bosan denganmu dan memutuskan untuk berkencan dengan lelaki sejati,” canda Jackson ke arah temannya yang di balas Luis oleh lemparan botol air kosong. Pukul 9 malam, Jackson sudah berada di depan apartemen teman kencannya malam itu, pemenang Miss Beautiful 2020, Karen Wu. Terdengar suara langkah ringan Karen yang berjalan ke arah pintu, ketika ia memencet bel apartemennya.Mengenakan kimono satin, wanita itu membukakan pintu sebelum kemudian menyingkir dari pintu, dan mempersilahkan Jackson untuk masuk. Pria itu berhenti sejenak dan memberikan sebuah ciuman ke bibir Karen yang masih berdiri memegang gagang pintu. Tangannya meremas pelan d**a wanita itu yang terasa padat di telapak tangannya. “Kau sudah menunggu lama, Baby?”tanyanya. Karen melenguh pelan sebelum menjawab balik, “Hampir saja aku bermain dengan diriku sendiri kelamaan menunggu dirimu.” Jackson menyelinapkan tangannya kepaha Karen dan bisa merasakan kain halus membalut sela paha wanita itu. Sutra? Satin? “Hm… beraninya kau bermain tanpa diriku? Bagaimana kalau aku mandi dulu, sambil kupikirkan hukuman apa yang akan kujatuhkan padamu,” bisik Jackson dengan suara rendah membuat perut Karen bergetar mendengarnya. “Okay, sayang. Jangan lama-lama. Atau aku akan membuka kado ini sendiri,” balas Karen sambil menurunkan kimono yang di pakainya hingga terjatuh di lantai. Mata Jackson menatap baju yang dikenakan wanita itu. Tidak salah deskripsi yang di jelasan Karen. Tubuhnya yang ramping dan jenjang kini tampak seperti sebuah kado yang menanti untuk dibuka. Balutan lingerie berwarna merah membelit d**a dan sela pahanya membuat imajinasinya berpacu liar. Tanpa buang waktu kakinya menendang pintu tertutup. Lengan kekarnya langsung meraih paha dan pundak wanita itu membuat Karen menjerit kaget sebelum tertawa. “Kau masih bau sekali sayang. Bagaimana kalau kau mandi dulu.” Jackson melemparkan tubuh Karen keatas kasur sambil menggeram, “Jangan berani bergerak, dan tunggu aku di situ!”, perintahnya sebelum berlari ke dalam kamar mandi dan membilas badannya yang sudah tegang dengan buru-buru. Berbalut handuk di pinggangnya, pria itu kembali masuk ke dalam kamar Karen yang sedang menantinya sambil berlutut diatas kasur. Benar-benar sudah terlatih, gumam Jackson dalam hati. Perlahan Jackson berjalan mengitari Karen hingga berdiri di belakang wanita itu. Telapak tangannya yang besar mengelus tengkuk wanita itu dari atas hingga turun ke bawah, sebelum berhenti di punggungnya. Ditariknya simpul yang ada di pinggang Karen, membuka balutan helaian kain merah yang langsung merosot ke bawah meninggalkan tubuh wanita itu tanpa penutup apa apa. Jackson meraih kain merah yang kini lebih mirip sebuah syal panjang dari pada lingerie itu dan menarik kedua lengan Karen kebelakang. Jemarinya dengan cekatan mengikatkan tali merah itu ke pergelangan Karen yang masih bersimpuh di hadapannya. Dibelitkannya tali yang masih panjang itu melingkari tubuh Karen diatas dan di bawah dadanya yang terengah engah karena semakin terangsang oleh perlakuannya. “Kau tidak bisa bergerak banyak sekarang, Baby…” bisiknya ke telinga Karen membuat bulu kuduk wanita itu merangkak berdiri. Kini terikat dengan kuat, dengan tangan tertekuk menempel ke punggungnya, Karen mencoba menoleh ke belakang hendak melihat ke arah Jackson yang tiba tiba menarik punggung nya jatuh ke terlentang diatas kasur. Pria itu kembali mengitari Karen sambil melepaskan handuk yang dari tadi membalut pinggangnya yang berdefinisi dan menempatkan tubuhnya diantara paha teman kencannya. Lengannya yang berotot menyangga tubuh jangkungnya di sisi kepala wanita yang menggeliat di bawahnya. Bibir Jackson bergerak mencium leher wanita itu yang kian mendesah. Bibirnya yang terpoles lipstik merah terbuka kecil mengeluarkan lenguhan ketika dirinya menurunkan ciumannya ke d**a wanita itu, menghisapnya, melumatnya, menggigitnya. Karen merasakan seluruh tubuhnya terbakar oleh godaan Jackson yang terus menuntutnya untuk pasrah dan bersabar. Pria itu bisa berjam-jam sengaja membiarkannya frustasi dengan permainannya yang tak kunjung usai. Karen paham bahwa perannya sebagai seorang submissive adalah menurut kepada Jackson yang dominan, dan selama ini, ia menikmati perannya. Ia akan melakukan apapun yang di minta pria itu, tanpa banyak bertanya dan menuntut. Mungkin karena itulah, tidak peduli sudah beberapa kali Jackson berkencan dengan wanita lain, ia pasti terus kembali kepada Karen. Hanya hari itu, mendadak Jackson teringat akan meeting yang harus di lakukannya besok pagi dan tidak ingin membuang waktu terlalu lama bersama Karen. Diraihnya bungkus kondom yang ada di laci meja kecil di samping ranjang Karen dan memakainya. Pria itu kemudian meraih pergelangan kaki wanita itu dan mengangkatnya naik ke atas, kakinya yang jenjang disandarkannya ke atas pada pundaknya yang kekar. Dengan sekali dorong, dirinya bisa merasakan kehangatan tubuh wanita itu memeluknya. Jackson meletakkan sebuah bantal di bawah pinggul Karen menopang badan wanita itu lebih naik sehingga memudahkan dirinya untuk bergerak di sela paha wanita itu. Karen mendesah dan mengerang lebih keras ketika Jackson mulai mempercepat gerakan pinggulnya hingga bisa di rasakannya denyutan di dalam tubuhnya. Berasal dari bawah hingga merambat naik ke ujung jemarinya, mengirimkan riak demi riak yang susul menyusul di dalam tubuhnya. Membuatnya menjerit kecil. Tidak lama, Jackson ikut mengerang tertahan. Ditariknya rambut Karen pelan dan diciumnya bibir wanita itu sementara dirinya mendorong semakin dalam. “Aku mencintaimu, sayang,” bisik Karen ke telinga Jackson ketika pria itu masih berada di dalamnya. Jackson memundurkan pinggangnya dan menarik tubuhnya keluar kemudian meraih simpul yang masih melilit tubuh Karen dan menariknya lepas. “Aku tahu, Baby.” Diciumnya bibir Karen sambil meremas kecil d**a kanan wanita itu sebelum dirinya kemudian bangkit dan melepaskan karet yang masih terpasang di badannya. Dilemparkannya benda itu ke dalam keranjang sampah, dan mulai membenahi pakaiannya. Karen hanya terdiam mendengar balasan Jackson pada kata cintanya. Selama berkencan dengan pria itu belum pernah sekalipun Jackson mengungkapkan cintanya, tidak peduli sudah berapa kali dirinya menyinggung soal itu. Wanita itu sempat girang ketika Jackson mengajaknya ke rumah untuk di kenalkan kepada Ibunya, berpikir bahwa mungkin akhirnya pria itu akan melamarnya. Tidak disangkanya bahwa dirinya hanya bertahan di rumah keluarga Han sehari. “Kau sudah mau pergi?” tanyanya ketika Jackson mulai bangkit dan memakai sepatunya. “Maaf, aku besok ada meeting pagi.” Diciumnya lagi bibir Karen yang kini terduduk diatas kasur, masih dalam keadaan telanjang. Kakinya yang jenjang, kulitnya yang mulus tak bercacat, tidak bisa dipungkiri kecantikan wanita itu.  Tapi selain untuk menidurinya, tidak ada alasan lain untuk Jackson berada di situ. “Cari lagi baju yang menantang seperti tadi, Baby. Kabari aku jika kau menemukannya,” ucap Jackson menyeringai dan berjalan keluar. Karen hanya terduduk termenung sesaat sebelum kemudian bangkit dan meraih benda itu dari tempat sampah dan membawanya ke kamar mandi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN