Jackson menatap lekat-lekat wanita yang masih berdiri di depan Bibi Huang. Berkulit putih, dengan rambut hitam, wajah polos yang sama dengan foto yang pernah dilihatnya di internet. Namun ada satu hal yang menarik perhatiannya.
Mata gadis itu.
Sungguh kelam dan menghanyutkan.
Mengingatkanmu akan satu-satunya batu permata yang mampu menampung seluruh galaksi di dalamnya.
Opal Hitam.
Kegelapan nya, seolah berusaha menarik Jackson masuk dan menahan kesadarannya. Memenjarakannya.
Dipatahkannya pandangannya dari mata gadis itu, tidak ingin hanyut terbawa arusnya yang semakin dalam. Matanya kini tertuju pada baju yang di kenakan Anya. Membuat bibirnya tersungging melihat setengah baju gadis itu terlihat basah kuyup seakan habis berlari marathon.
Annie ikut mengerutkan keningnya menatap wajah Anya yang sama sekali tidak terpoles make up dan malah tampak lebih acak-acakan dari biasanya. Wanita itu melirik ke arah Jackson yang anehnya malah sedang tersenyum. Ada sedikit harapan berkembang di d**a Annie melihatnya.
“Jackson, kenalkan ini Anya Li. Cucu teman Ama, Gladys Li,” seru Annie memperkenalkan gadis itu kepada anaknya.
Jackson yang masih tersenyum, menepuk kursi kosong yang ada di sebelahnya, “Anya, duduklah disini. Aku sudah menyediakan tempat untukmu.”
“Ah..eh…Baik. Terima kasih,” jawab Anya sambil memaksakan kakinya melangkah ke sebelah Jackson.
Samar bisa di ciumnya wangi tubuh Jackson yang segar, campuran antara citrus dan cengkeh. Berbanding terbalik dengan bau badannya yang diyakininya kini mulai tercium campuran antara asap minyak goreng, bawang putih dan kecut nya keringat. Anya hanya mampu menahan nafas sambil berharap pria itu juga melakukan hal yang sama seperti dirinya ketika mendudukkan dirinya di sebelah Jackson.
Harapannya sirna ketika bisa di lihatnya ujung hidung mancung pria itu mengernyit tak lama setelah dirinya duduk di sebelahnya.
Haruskah aku meminta maaf karena belum mandi? Atau lebih baik pura pura tidak sadar?, pikir Anya.
“Ma… maaf aku tidak melihat jam, jadi aku belum sempat mandi sesudah memasak,” bisik Anya pelan memutuskan untuk berterus terang.
Lagipula bukankah dalam rumah tangga kejujuran adalah nomor satu, lanjut pemikiran Anya yang langsung disesali olehnya karena mendadak Jackson menimpali sambil tertawa.
“Ah… itukah yang kucium barusan? Kukira aku sedang ada di lapangan basket bersama teman-temanku.”
Anya bisa merasakan wajahnya memanas menahan malu.
Untung lah tak lama Tina muncul diikuti Jinny dan Wang mengekor di belakangnya. Masing masing membawa piring saji berisikan makanan yang baru saja di masak Anya di dapur. Gadis itu langsung berdiri dan membantu Bibi Huang membagi kan makanan kepada semua orang di meja.
Annie menatap masakan yang ada di piringnya sambil mengendusnya. Membuat Anya mengelapkan ujung tangannya yang berkeringat ke ujung rok nya. Sudah sering mengikuti konser piano di hadapan banyak orang, baru kali ini Anya merasa gugup sampai seperti ini.
Jackson melirik ke bawah sadar akan kegugupan Anya.
“Baiklah Ama, bagaimana kalau kita mulai makan? Jangan buat Anya makin berkeringat lagi karena bisa-bisa aku pingsan mencium bau badannya,” goda pria itu membuat Anya makin membelalakan mata melirik ke arahnya dengan wajah memerah.
Membuat Jackson tertawa dalam hati. Mungkin gadis ini tidak semembosankan wajahnya yang polos.
Annie meraih sendok dan mulai menyuapkan makanan yang ada di hadapannya, yang langsung diikuti oleh semua orang di meja makan.
Rasa cemas di dadanya kian memuncak membuat Anya tidak merasa terlalu lapar. Gadis itu berusaha mengunyah dan menelan makanan yang ada di mulutnya dengan susah payah karena tenggorokannya terasa sangat kering. Tidak ingin tersedak, lengannya buru buru menyambar gelas air putih di sisinya yang malah membuat gelas itu tersenggol oleh punggung tangannya dan terguling ke samping. Beserta isinya.
“Ah!” jerit Jackson sambil berdiri ketika gelas yang penuh air itu tumpah ke pangkuannya.
“Aduh! Maafkan, aku!” jerit Anya dengan mata kian membulat seakan hendak keluar dari lobang kepalanya.
Anya meraih lap di atas pangkuannya dan menyeka celana yang di pakai Jackson dan menepuk nepuknya, berusaha untuk mengeringkannya. Yang membuat Jackson makin meringis karena menahan geli dari sentuhan Anya dan rasa dingin di sela pahanya.
Pria itu buru buru meraih lengan Anya, berusaha menghentikan sapuan tangan gadis itu karena kini bisa di rasakannya bagian dari tubuhnya mulai terbangun.
“Sudah… Sudah… Hentikan, aku tidak apa apa,” halaunya sambil mendudukkan tubuhnya kembali ke kursi.
Hal terakhir yang diinginkannya adalah ibunya melihatnya terangsang karena sentuhan gadis itu.
Jackson melotot ke arah adiknya, Nina yang duduk di sebelah Anya, yang kini sedang cekikikan seolah sadar apa yang barusan dirasakannya.
Untung saja perhatian semua orang mendadak teralihkan pada suara Ella yang berteriak ngeri.
“Apa yang kau masukkan ke dalam makanan ini, Anya!?!”
Wanita itu sedang memandangi lengannya yang kini tampak penuh dengan ruam-ruam dan bentol merah yang biasa muncul ketika seseorang terkena alergi.
“Ahh… Tapi aku sama sekali tidak menggunakan kacang atau siput yang menjadi alergimu, Jie. Hanya ayam, tahu, dan udang,” jawab Anya makin panik.
“SIPUTT??!? Aku alergi SEAFOOD, ANYA!” jerit Ella sambil melemparkan lap mulutnya dan berlari ke atas hendak mengambil obat alerginya dengan di kejar oleh Andrew dan Annie.
Ya ampun, tulisan Juru Masak Ren bukan siput, tapi seafood! Anya hanya mampu menunduk sambil mengelus dahinya yang kini sudah makin berkeringat. Oh tidak, apa yang sudah kulakukan…
Suara tawa Nina dan Jackson yang meledak membuat Anya mendongak menatap kedua kakak beradik itu.
“Baru kali ini makan malam menjadi tidak sebosan biasanya,” ucap Jackson di sela tawanya.
“Tenang saja, Jie An. Masakanmu enak kok. Jie Ella juga memiliki obat alergi diatas. Aku yakin dia baik baik saja.”
Nina buru-buru menyuapan sendokan terakhirnya ke dalam mulutnya sebelum kemudian mengeluarkan ponsel dari sakunya yang bergetar. Gadis itu membacanya sejenak sebelum berpamitan pada kakaknya dan Anya untuk naik ke atas kembali ke kamarnya.
Tinggal berdua, Jackson kini lebih leluasa mengamati gadis yang duduk di sebelahnya. Wajah Anya tertekuk menatap piring di hadapannya yang masih penuh. Bahunya gemetaran. Terlihat sekali bagaimana dirinya berusaha menahan air matanya untuk tidak menetes. Badan Anya yang mungil dan ramping terlihat seperti anak kecil jika di bandingkan dengan tubuh Karen yang seorang model. Jangkung dan berlekuk pada tempat yang pas.
Mungkin kini saat yang pas untuk lebih mendorong gadis ini agar semakin keluar dari pintu rumah, pikir Jackson.
Jackson berdehem membuat Anya tersentak kaget seakan lupa akan kehadirannya.
“Berhubung sepertinya makan malam sudah selesai, dan ini malam minggu. Bagaimana kalau kita pergi bermain, Anya?”
Anya menatap pria yang masih menyeringai di sebelahnya sebelum bertanya, “Mau kemana, Ge?”
“Jangan formal, panggil saja aku Jackson,” sela pria itu keberatan dengan panggilan kakak dari Anya. Hasil didikan negara barat membuatnya agak jengah dengan segala aturan kolot timur yang sering di terapkan ibunya.
“Bagaimana kalau kau mandi dulu dan berdandan. Pakai pakaian terseksi yang kamu miliki, aku ingin mengajakmu menikmati hiburan malam kota Metro.”
“Hiburan malam?” tanya Anya kebingungan.
“Club, Anya. Aku akan mengajak temanku. Kita pergi dancing dan bersenang senang malam ini.”
Jackson mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan mulai mengetikkan pesan singkat ke dalamnya mengacuhkan Anya yang masih terbengong di kursinya.
“Apa yang kau tunggu? Buruan!” perintahnya setelah beberapa menit berlalu dan Anya tidak bergerak.
Bentakan Jackson membuat Anya segera bangkit dan bergegas berlari ke gedung belakang. Gadis itu masuk ke dalam kamarnya dan mulai membersihkan diri di kamar mandi, walau pikirannya masih tidak bisa lepas dari kejadian yang barusan terjadi di ruang makan.
Ia baru saja meracuni kakak tertua di keluarga Han yang sedang hamil.
Apakah Jie Ella baik baik saja? Bagaimana bayinya? Bagaimana bisa aku begitu bodoh sehingga salah membaca tulisan Juru Masak Ren? Auntie Annie pasti mengusirku besok.
Pikirannya berputar-putar membayangkan ibunya yang akan sangat malu bila mengetahui penyebabnya dipulangkan.
Maafkan aku, Ma.