Satu bulan berlalu setelah hari yang Raga anggap sebagai hari paling buruk dalam hidupnya. Hari yang ingin sekali dia hapus dalam sejarah kehidupannya. Jika saja dia memiliki kemampuan untuk melakukannya. Seperti badai saat hujan turun, menghancurkan semua yang dilewatinya. Hancur tak tersisa. Seperti itu juga hidup yang Raga rasakan. Pria itu berubah total. Tak lagi pernah terlihat tersenyum. Pun sepasang bibirnya semakin sulit terbuka, seolah suaranya terlalu berharga untuk diperdengarkan pada orang lain. Sikapnya juga semakin dingin dan tak tersentuh. “Kalau tidak bisa melakukannya, kalian keluar saja dari perusahaanku.” Satu kalimat yang keluar setelah setengah jam meeting di produksi, membuat semua anggota meeting menelan ludah. Apalagi ketika pria yang memimpin perusahaan furnitu