Nadia menangis mengingat bagaimana mamanya mencium kaki mama Raga, hanya agar bisa mendapatkan maaf. Wanita itu memukul-mukul d*danya sendiri. Marah pada dirinya sendiri karena merasa tidak berguna. Dia tidak bisa melakukan apa-apa, bahkan dia yang memaksa sang mama untuk membuang harga diri demi dirinya. “Sudah, berhenti menangis.” Asti berjalan masuk ke dalam kamar sang putri sambil membawa secangkir minuman. Langkah kakinya berayun ke arah ranjang—dimana sang putri duduk sambil menangis. “Minum,” tawar Asti sambil mengulurkan cangkir ke depan sang putri. Nadia menggelengkan kepala. Wanita itu terus menangis. Asti mendesah. Kembali mengayun langkah ke meja tak jauh dari ranjang, wanita itu akhirnya meletakkan cangkir. “Mama tidak apa-apa. Sekarang Mama juga sudah lupa. Jangan menangi