23. Mabuk

1167 Kata

Mas Aqsal masih terpejam saat suara seraknya terucap. Ketika ingin meloloskan diri, aku gagal. Kungkungannya terasa kian kuat. “Lepas! Aku bukan Dinda,” desisku. Bukannya melonggar, kunciannya justru mengetat. Aku mencoba mengendalikan rasa takut dan trauma. Jika berontak malah membuat pria ini makin menjadi, akhirnya tubuh ini kubuat sesantai mungkin. Tenang, Niha, tenang. Aku harus bisa menguasai keadaan. Mas Aqsal memiringkan tubuh, otomatis tubuhku ikut miring. Mumpung Mas Aqsal sedang mabuk, aku ingin mengorek lebih dalam perasaannya. Mungkin dia juga tidak sadar kalau yang dipeluknya aku, bukan Dinda atau wanita lain yang mungkin biasa dibelinya di luaran sana. Ini kesempatan baik. Beberapa hal belakangan yang dilakukan kepadaku dan yang terlihat saat bermesraan dengan Dinda, m

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN