Aku mengamati Asti, menatapnya penuh selidik. “Maksudnya gini. Setelah gue nikah sama Aqsal, kita bisa bersatu buat menghadapi dia sama-sama. Gue akan bantu lu buat balas dendam menghancurkan hidupnya,” papar wanita itu berapi-api. Matanya berkilat amarah. Aku tidak paham apa yang diinginkan, tetapi dari tatapannya, Asti seperti menyimpan dendam. “Lu nggak waras. Udah, nggak usah mempersulit diri lu sendiri buat bantu gue. Gue insyaallah bisa menghadapi semua ini. Eh, katanya lu pengen gue kenalin sama Arjuna? Tadi dia datang ke konfeksi dan ngasih gue ponsel. Tapi gue tolak.” Aku mencoba mengalihkan bahasan. “Apa? Niha, gue rasa lu udah ketularan punya penyakit jiwa kayak si Aqsal. Masa dikasih ponsel malah ditolak. Fix, setelah sakit, otak lu bukan lagi geser, tapi ilang.” Aku menoy