“Mbak Fat, tolong biarkan saya berdua saja dengan tamu itu,” ujarku sambil melirik Fatim. “Baik, Mbak.” Fatim keluar, Asti masuk dan duduk di hadapanku. Aku pura-pura kembali sibuk. “Ada apa lagi kamu menemuiku?” tanyaku sambil tersenyum. Senyum yang kupaksakan. Ingin rasanya mencakar wajahnya yang bermekap tebal dan berbalut topeng itu. Topeng sok baik padahal sejatinya hobi mengusik. “Tadi aku ke rumahmu, ternyata kamu nggak ada. Kata ART, kamu sudah mulai kerja lagi. Jadi, aku langsung ke sini.” Aku terkekeh. “Ya, begitulah. Saking sayangnya Mas Aqsal, sampai-sampai aku tidak boleh keluar rumah dan baru diizinkan sekarang.” “Ada hal yang harus aku sampaikan ke kamu,” lanjutnya. “Apa lagi yang harus dibicarakan? Bukankah semua sudah jelas? Lalu, bagian mana yang membuatmu belum m

