Niha mengubah strategi. Ia ke konfeksi dulu, baru ke bank. Agar jika benar pesepada motor di belakangnya itu benar-benar mengikuti, tidak curiga dan berpikir ke bank karena urusan pekerjaan. “Son, saya minta jangan jauh-jauh, ya? Saya takut,” ujar Niha. “Siap, Nyonya.” “Kita ke konfeksi dulu aja, ke bank-nya entaran aja.” “Siap.” Niha terpejam sambil menyenderkan kepala pada kursi. Ia merasa tidak seperti Niha yang dulu begitu bebas ke mana saja tidak ada yang peduli. Sekarang, ia seperti mangsa yang diburu lawan. Niha langsung memanggil Fatim begitu tiba di konfeksi. Keduanya berbicara empat mata di ruangan Niha. “Mbak, untuk saat ini sampai waktu yang belum bisa ditentukan, saya titip konfeksi ke Mbak Fatim. Tolong kelola bisnis peninggalan almarhumah ini dengan sebaik-baiknya. So

