Wajah Mas Aqsal pias. Tangan yang awalnya masih mengambang di udara karena tengah menyuapiku, perlahan diturunkan. “Sudah kuduga.” Aku tersenyum tawar. “Mintalah yang lain, Niha. Mobil, uang, ponsel, rumah, pulau pribadi, jet pribadi, bisa aku kasih. Tapi untuk dua itu ....” “Aku enggak butuh harta! Aku hanya ingin ke makam Mama. Aku kangen sama Mama, Mas. Sama aku ingin kita menemui Asti untuk membuktikan ucapanmu kalau kamu memang tidak ada apa-apa sama dia. Juga untuk membuktikan kalau kamu beneran cinta sama aku.” Aku pun kembali berbaring. Tidak butuh waktu lama, sentuhan lembut terasa di lengan. “Baiklah, kita ziarah. Tapi untuk ke rumah Asti, aku minta jangan dulu. Aku janji akan melakukan itu tapi tidak sekarang. Ada yang sedang aku rencanakan. Kumohon mengertilah." "Rencana

