“Mas!” Aku berteriak. Pandanganku dan Mas Aqsal bertemu. Entah mengapa, aku takut jika pria ini yang terluka. Namun, sesuatu yang aneh justru kurasakan pada tubuhku. Basah dan sakit. Rasa sakitnya makin lama makin menjadi. “Aah ....” Aku terduduk. Cekalan tangan Mas Aqsal terlepas. Kupegangi d**a kanan, sumber rasa sakitnya. Kuraba di sana, basah. Telapak tangan kulihat, berwarna merah. Itu berarti, aku yang terluka. “Niha!” Suara bersahut-sahutan memanggil namaku. Mas Aqsal jongkok di sampingku. Dor! Lagi, suara tembakan terdengar. “Mas Aqsal!” Dinda berteriak heboh. Dia menubruk tubuh Mas Aqsal dari belakang. Masih bisa kulihat, seorang pria menyeret paksa Dinda. “Mas Aqsal, tolong aku!” teriak Dinda yang terus dipaksa ikut pria asing tersebut. Mataku yang sedikit mengabur terus

