Di tengah percakapan makan siang yang awalnya terasa formal, David mulai menunjukkan ketertarikan yang tak bisa ditutupi. Tatapannya ke arah Faiza tak lagi hanya profesional—namun penuh kekaguman. “Faiza,” ucap David sambil tersenyum hangat, “selain ide-ide kamu yang segar, saya juga kagum dengan cara kamu membawa diri. Penuh ketenangan, tapi tetap punya kekuatan. Jarang saya lihat talenta seperti kamu di usia muda.” Faiza terdiam. Pujian itu terdengar tulus, dan untuk sesaat membuat pipinya merona ringan. Ia melirik Reinaldi secara refleks, lalu buru-buru menunduk. Tak tahu harus bereaksi bagaimana. Angel masih sibuk dengan ponselnya, menganggap semua itu angin lalu. Tapi Reinaldi? Ia meletakkan sendoknya pelan. Matanya menatap David tajam, meski tetap memasang wajah datar. Rahangnya