"Semula aku adalah kertas yang kau tulis dengan sajak-sajak indah. Lantas kau bosan, lalu melipatku menjadi pesawat dan menerbangkanku bersama harapan yang terhempas." ---- "Ash ... " Chava bergumam dengan lirih. Begitu pelan. Tapi sangat yakin kalau pria itu tetap mendengar suaranya. Ia sadar, kalau suasana hati teman hidupnya itu sampai detik ini pasti masih sama seperti semalam. "Mau sampai kapan kamu diamkan aku seperti ini?" Ashraf yang sudah bersiap untuk keluar kamar, menahan langkahnya. Ia kemudian memutar tubuh demi menatap Chava yang saat ini tengah duduk di sisi ranjang. Raut wajah wanita itu terlihat begitu sendu dan lesu. Demi Allah, Ashraf merasa kasihan. Ingin sekali berjalan mendekati lalu memeluk wanita yang tengah mengandung anaknya itu dengan erat. Memberikan rasa