Dino duduk di hadapan Handoko acuh tak acuh. Sementara Handoko juga memerhatikan Dino lekat-lekat. Suara helaan napas ayah Alfian itu terdengar jelas. Dua cangkir kopi hitam sudah tersaji di depan mereka. Tapi baik Handoko ataupun Dino sama-sama belum meminumnya. “Apa dia menyuruh Tuan menemui saya?” tanya Dino. Pertanyaan itu membuat Handoko tersenyum. “Apa menurut kamu saya adalah orang yang bisa disuruh-suruh seperti itu?” “Siapa tahu saja,” jawab Dino asal. “Sepertinya kamu sangat membenci dia,” ucap Handoko. “Bukankah itu sudah sangat jelas. Dia adalah orang yang sudah menculik dan membuat saya tidak bisa menikmati waktu bersama kedua orang tua kandung saya.” Handoko membuang napas pendek, lalu mengangguk samar. Ia tidak ingin lagi berdebat mengenai permasalahan itu. Toh, dia pu