Langit baru saja menjejakkan kaki di mansion megah yang dibangun lebih menyerupai istana kekuasaan ketimbang rumah tinggal. Deru mobilnya mereda saat memasuki garasi berlapis marmer hitam yang dingin dan mahal, seperti jiwa tuannya. Laki-laki itu melangkah keluar dengan sikap tenang, tapi sorot matanya menyimpan badai yang belum sempat reda. Sementara itu, di lantai atas yang terjaga ketat, Vasko menyaksikan kedatangan tamunya dari layar CCTV yang terpasang rapi di sisi ruang kerjanya. Matanya menyipit, menatap layar seperti menatap masa lalu yang tiba-tiba muncul tanpa undangan. “Tuan Langit sepertinya ingin menemui Anda,” ujar Tedy, asisten setianya, dengan suara tenang namun tajam, seperti bayangan yang sudah terlalu sering melihat konflik ini berulang. Vasko meletakkan pena di atas