Langit baru saja menyudahi pertempuran sunyi di ruang sidang, di mana kata-kata adalah senjata dan keadilan adalah medan juang. Jas hitamnya masih rapi, meski ada sisa debu debu ketegangan yang belum sempat terhempas. Wajahnya teduh, tapi sorot matanya seperti senja yang menahan badai—lelah namun tetap bersinar. “Tuan, saya menerima kabar, kalau Tuan Vasko akan menikahi Nona Selin.” Suara itu datang dari Rendy, asistennya yang selalu setia berjalan beberapa langkah di belakang, seperti bayangan yang tahu tempat. Kata-kata itu seperti anak panah tak kasatmata, melesat menembus ruang, menancap tanpa permisi ke jantung ketenangan Langit. Langkahnya sontak terhenti. Angin sore yang menyusup di sela-sela gedung pengadilan seolah ikut membeku. Ia menoleh, perlahan, seperti ingin memastikan ba