BAB 12 PLAY

1046 Kata
Alex dan Bibi Marry ahirnya kembali ke kediaman keluarga Harrington di Canterbury yang damai, saat mereka kembali pamannya juga baru datang dari perjalanan bisnisnya dua hari lalu. Malam itu mereka ber empat berkumpul di meja makan, paman Markus, bibi Mary, lady Annabeth, dan juga Alex. Sepanjang  kegiatan makan malam tersebut Alex lebih banyak diam dan sesekali menjawab pertanyaan dari paman dan bibinya mengenai hal sepele tentang persiapannya untuk pesta perjodohan musim ini.  Sementara merasa tak dilibatkan dalam obrolan Lady Anna memilih diam tiap kali mereka mulai membahas mengenai pesta perjodohan, seolah tema obrolan itu memang tidak cocok bagi seorang janda, pantas rasanya jika Ia harusnya menyingkir. "Kapan paman akan kembali berlayar ke Amerika? " tanya Alex cukup antusias dan Lady Annabeth mulai diam-diam ikut mendengarkan. "Mungkin awal bulan depan jika tidak terjadi perubahan jadwal." "Apa Earl Wiston akan ikut serta? " kali ini Lady Anna yang tiba -tiba bertanya, seolah memang hanya Lord Winston yang mampu menarik perhatiannya. "Mungkin kami akan pergi bersama, atau kalau tidak James akan pergi lebih dulu." Penuh kepuasan mendengar jawaban pamannya Alex sengaja beralih memperhatikan reaksi saudara iparnya, entah kenapa tiba-tiba ia merasa gadis cantik itu tiba-tiba sangat menyebalkan. "Apa Anda butuh sesuatu Lady? " lady Anna berlagak menawarkan bantuan sukarela saat memergoki Alex yang masih tanpa sungkan menatapnya. "Oh, tidak terimakasi," Alex membuang muka kemudian, dia  hanya tidak habis pikir bagaiman aseorang Earl bisa bersikap sangat tidak berpendidikan dengan jatuh Cinta pada istri saudaranya sendiri. Kecantikan memang selalu berhasil membuat seorang pria menjadi buta hingga mengabaikan akal sehat dan norma, dan hanya wanita tak bermoral yang akan melemparkan tubuhnya kepelukan pria lain hanya beberapa saat setelah suaminya meninggal. Diam-diam Alex kembali memperhatikan sikap sempurna sang Lady dan membandingkan nya dengan James Winston,  Sungguh mereka berdua sama-sama pantas untuk di kutuk, geram Alex dalam hati. Bukan bermaksud menyulut permusuhan tapi sepertinya Alex juga baru sadar jika Lady Anna memang tidak pernah menyukai kehadirannya sejak hari pertama mereka bertemu. Bukankah dulu Alex mengira sikap dingin yang ditunjukkannya itu lantara duka yang masih ditanggungnya, tapi jika mengingat kejadian malam itu bertapa dengan mudahnya wanita itu lari kepelukan pria lain, Alex yakin bahwa kesedihanya selama ini hanyalah sinisme belaka. Sunggu Alex tidak pernah membiasakan dirinya membenci orang lain seburuk apapun mereka selama ini, tapi entah kenapa kali ini dirinya sama sekali tidak bisa mencegahnya, seperti kebencian itu mengalir begitu saja melewati nadinya dengan begitu naluriah. Kenapa George yang sudah meninggal pun harus menerima penghianatan macam ini, saat itu Alex mulai berpikir tidakkah paman dan bibinya merasakan kejanggalan apapaun selama ini, padahal kalau dipikir sikap yang ditunjukakan Lady Anna terhadap Lord Winston bisa di bilang cukup mencolok.  Jika sebelumnya Alex sempat bersimpati akan kemalangan wanita itu kali ini semua itu rasanya lenyap di gantikan kemarahan tak tertahan karena bagaimanapun kenyataannya sepupunya sudah tiada, sekarang hanya tinggal menyisakan kepedihan bagi keluarga Harrington dan juga tanggung jawab besar Yang dilemparkan begitu saja di punggungnya. Jika saja Lady Anna sempat memberi seorang putra, mungkin dirinya tidak perlu ikut terseret dalam kondisi ini. Alex bisa hidup sederhana bersama Ethan di peternakan keluarganya yang jauh dari hingar-bingar dunia luar, dan dirinya tidak perlu sibuk memikirkan tata krama konyol seperti ini lagi. "Paman, Bibi saya sudah selesai bisakah saya kembali kekamar lebih dulu?"pinta Alex sebelum bangkit. "Istirahat lah yang cukup, Anda perlu menjaga kesehatan Lady, pesta dansa tahun ini akan di mulai lebih awal, dan satu bulan lagi kita sudah harus berangkat ke London untuk mengukur gaunmu." Alex hanya mengangguk sebelum pergi, dia hanya berharap semua ini akan segera berlalu.                              ***** Hari-hari yang di laluinya benar-benar tidak sederhana Alex ingin marah, bosan dengan kombinasi emosi yang beraneka ragam. Selama tinggal di keluarga Harrington Alex benar-benar hampir lupa caranya ber senang-senang. Tiap Kali dia hanya menatap iri pada pamannya yang bisa ber senang-senang dengan mengundang teman-teman nya di tiap akhir pekan, seluruh aturan ini sepertinya dibuat hanya untuk menguntungkan para pria. Dari jendela besar yang menghadap ke halaman belakang kediaman keluarga Harrington Alex memperhatikan paman dan beberpa temannya sedang bertanding polo, ingat dulu Alex juga sering memainkan permainan itu bersama keluarganya mungkin dirinya kali ini hanya sedang rindu suasana di estate tempatnya di besarkan. "My Lady apa Anda perlu bantuan untuk masukkan benang? " tegur salah seorang pelayan yang mungkin dari tadi memperhatikannya hanya diam dan belum memulai apa-apa. Jujur Alex hampir lupa jika dirinya sedang mengikuti kelas menyulam bersama bibi Marry. Kegiatan menyulam bukanlah kegiatan yang bakal dia a lakukan dengan suka rela, dirinya setuju mengikuti kelas  tersebut karena bibinya beberapa kali membujuknya. Menurut sang bibi menyulam bisa melatih kontrol kesabarannya, dan sampai sejauh ini Alex masih belum menemukan bukti dari teori dangkal bibinya tersebut. Kali ini Alex kembali memperhatikan hasil sulamannya yang ternyata dari minggu lalu dirinya belum membuat perubahan, Alex baru menyelesaikan satu kelopak Mawar yang lebih enyerupai sarang telur laba-laba selama hampir dua minggu. Alex beralih memperhatikan Bibi Marry dan Lady Anna yang bahkan sudah hampir menyelesaikan satu kuntum Mawar beserta daunnya. "Sepertinya aku memang kurang berbakat, Bibi." Bibi Merry hanya menggeleng, "Sedikitlah bersabar, Lady." "Aku tidak tau apa pentingnya aku harus mempelajari hal membosankan ini." "Percayalah ini akan sangat bermanfaat nanti." "Apa aku harus menyulam semua baju suamiku kelak? " "Tentu tidak," Bibi Marry kembali tergelak akan pertanyaan keponakannya yang kadang bisa begitu asal di ucapkannya.  "Kelak kau akan membutuhkan kegiatan untuk mengisi waktu luangmu," terang sang bibi dengan bijak. "Aku tidak percaya jika semua ini hanya untuk hal sesepele itu," dengus Alex lemas. "Percayalah kelak kau akan membutuhkan banyak kegiatan saat para suami kadang semakin jarang pulang kerumah." Entah kenapa tiba-tiba pernikahan berubah menjadi konsep yang semakin mengerikan untuk di bayangkan, apakah memang seperti itu kehidupan para bangsawan. Alex hampir kehilangan akal jika benar kehidupan macam itu yang akan ditawarkan padanya kelak. Pantas saja kedua orangtuanya memilih tinggal di tempat terpencil dengan penuh Cinta, di banding harus hidup seperti mayat hidup dan pura-pura menjalani pernikahan dengan menyulam. Alex kembali menoleh Lady Anna yang masih sibuk dengan kegiatan menyulammya, entah sampai kapan gadis muda itu akan menghabiskan seluruh hidupnya bersama jarum dan benang sebagai suami keduanya.  "Kapan kau akan menyelesaikan sulamanmu jika hanya terus melamun Lady," tegur bibi Marry mengusik lamunannya. "Bibi tolong suruh aku bergabung dengan mereka saja,"  Alex yakin bermain polo jauh lebih menyenangkan di banding harus selalu menusuk ujung jari-jarinya dengan jarum sulam.                            *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN