"Dimana Ethan? " Tanya Alex yang bingung karena hanya mendapati James beserta sisa arang api unggunya di luar tenda.
"Dua orang pekerja menjemputnya pagi-pagi karena ada beberapa ternak yang akan melahirkan," jelas James saat bangkit mengibaskan mantelnya.
"Kenapa kalian tidak membangunkanku? "
"Kekasimu itu sepertinya tidak tega membangunkanmu, lagi pula kami pikir hari juga masih terlalu larut."
"Apa dia akan kembali? "
"Aku tidak tau, dia tidak bilang apa-apa."
"Oh... " Alex hanya bisa mendengus kecewa setelahnya, dia kembali melihat ke arah savana di mana rumput-rumput hijau dan bunga liar sempurna bermekaran, jelas nampak kekecewaan di wajah gadis itu.
"Aku masih bisa menemanimu jika masih ingin tinggal sampai besok."
"Katakan padaku apa menu sarapan kita hari ini kalau begitu?"
James yang tidak melihat apa-apa akhirnya hanya mengedikkan bahu, bodohnya dirinya memang tidak pernah berpikir mereka akan makan apa selama di sini, sesuatu yang jelas sudah terpikirkan oleh pemuda seperti Ethan Harris yang sudah terbiasa hidup besama alam.
"Kurasa kita harus makan semak bunga liar jika ingin bertahan sampai besok," ketus Alex.
"Oh, benarkah rumput seperti ini bisa di makan?"
Serius Alex jengkel dengan pengetahuan nol Lord muda itu tentang bertahan hidup. James benar-benar menyentuh, dan menilai tekstur ujung semak itu dengan tangannya, dan itu terlihat konyol Alex hampir ingin tertawa andai bukan karena gengsinya.
"Aku serius Lord Winston, benarkah Anda akan memakan rumput seperti ternak ayahku?"
"Memangnya apa yang biasa kalian makan? "
"Mungkin seharusnya Ethan sudah menangkap ikan pagi-pagi dan memanggangnya utukku bukannya diam membiarkan api unggunya mati sepertimu."
"Kupikir sudah cukup terang aku sengaja mematikannya."
"Oh," pekik Alex meremas sebagian ikal rambutnya yang hanya dia ikat sekenanya, "sebaiknya kita pulang saja sekarang."
"Kupikir sangat di sayangkan, kita perlu waktu seharian menyusuri rawa hanya untuk sampai ketempat ini, dan kita belum sempat menikmati apa-apa."
"Mungkin Ethan akan mengutus orang untuk mengirim kita makanan tapi kemungkinan mereka baru akan sampai lewat tengah hari nanti, sekarang kita tetap butuh sarapan." Alex benar, apa lagi mengingat terakhir mereka hanya makan bekal makan siang mereka di tengah perjalanan kemarin.
"Baiklah aku akan mencari ikan dan membuat api lagi."
Meski kedengarannya cukup bersemangat, tapi Alex tetap meragukannya, terlebih mengingat ide berkemah ini sempat sama sekali tidak di setujuinya, jadi kalau tiba-tiba kali ini James yang ngotot ingin tinggal rasanya malah aneh.
"Apa yang harus kita lakukan terlebih dulu?" James berbalik untuk bertanya.
"Kita harus memastikan ada ikan yang akan kita panggang, My Lord."
"Beritahu aku bagaimana caranya?"
"Kita memerlukan tombak."
"Baiklah," James melepas mantel panjangnya kemudia menyerahkannya pada gadis itu, "tolong pegang ini."
Selanjutnya dia tinggal mengenakan kemeja lengan panjang putih dan celana panjang abu gelap senada denga mantel yang sudah berada di tangan Alex.
James melompat dari batu ke batu hingga sampai ketepian sisi sungai yang lain di mana nampak kerumunan pohon pinus muda berbaris di tepian bibir sungai, James menebang satu pohon pinus muda, "Apa ini terlalu besar? " Sambil menunjukkan batang pohon yang baru dia tebang James meminta pendapat Alex yang langsung menganguk.
"Kurasa tidak."
James meruncingkan ujungnya diatas sebuah batu cadas dengan cepat kemudian mulai berjalan ketepian sungai dengan kembali melompati bebatuan. Meski air nya cukup dangkal tapi arus air yang lumayan deras pasti membuat ikan-ikan sungai tersebut memiliki cukup energi untuk bergerak, dan pasti akan lebih sulit untuk di tangkap.
James menggulung ujung celana panjangnya dan juga lengan kemejanya hingga sampai di atas siku sebelum akhirnya mulai masuk kedalam sungai.
Alex memilih duduk menunggu sampai di mana usahanya. Dia tau menombak ikan bukan perkara sepele, butuh kejelian dan pengalaman ,sepertinya dia tidak akan terkejut jika James tidak akan menangkap satu ekor ikan pun sampai makan siang mereka berlalu
Alex menghargai kegigihannya yang belum juga mengeluh meski sepertinya dia sudah berulang kali mengumpat. Jelas James mulai kesal, sebagian pakaiannya sudah ikut basah dan meskipun sudah memasuki musim semi suhu air di perbukitan masih cukup untuk membekukan jempol kaki jika jika terendam lebih dari dua jam, Alex yakin kaki jemes sudah mulain keriput.
"Sebenarnya kau boleh menyerah James," triak gadis itu dari tempat duduknya saat menunggu bosan.
"Kau bercanda?" kali ini dia mendongak untuk menatap Alex.
"Rasa laparku hilang karena melihatmu seperti itu, Lord Winston."
"Kenapa kau tidak ikut masuk kedalam air saja untuk menghangatkan kakiku," James coba mencipratkan air ke arah gadis itu, Alex pun berjingkat mundur hingga hampir jatuh terpeleset rumput.
"Kau berani sekali, James Winston !"
"Berhentilah mengejekku atau aku akan mengangkatmu dan memasukkanmu ke dalam sungai."
"Mustahil kau tidak akan melakukannya," tantang Alex bercanda.
Gadis itu segera bangkit, saat James benar-benar keluar dari air.
Sial !
Dia berjalan cepat dengan langkah lebar menghampirinya ...
"Hentikan James, kau tidak akan benar-benar melakukannya, "
"Aku tidak main-main, Lady,"
James sudah menangkap Alex, dan mengangkatnya seolah benda ringan yang bisa dengan mudah dia lempar ke sungai.
Gadis itu berusaha berontak dengan sedikit keberuntungan, James terpeleset rumput di tempat yang sama dimana Alex tadi juga hampir jatuh, tubuh mereka sempat menggelinding dan ter perosot bersama di bagian sisi sungai.
"Oh! "
Alex mengeluh saat memegang pinggangknya yang rasanya seperti patah, dia yakin sikunya juga lecet sialnya justru James tertawa menikmatinya. James jatuh di bawah gadis itu tapi tidak juga mengeluh malah justru tertawa, Alex tidak peduli dia punya barisan gigi cemerlang dan lesung pipi dangkal saat tertawa, James tetap menyebalkan.
"Bisakah kau bergeser Lady, kau bisa membunuhku."
"Aku tak seberat itu James."
Sebelum Alex sempat bangkit dari atas tubuhnya James memegang pinggangnya mengangkat dan mendudukkan gadis itu di sebelahnya.
James coba membersihkan sisa rumput yang ikut menempel di kemeja putihnya yang sangat kotor.
"Kau nampak menjijikkan, Lord Winston," koreksi Alex.
"Semua ini karenamu," dia bicara matanya melintasi punggung Alex, Alex tidak tau apa yang sedang di perhatikan pria itu dari belakang punggungnya, dahi James masih berkerut dalam.
"Kuharap kau tidak keberatan jika kita ganti menu sarapan kita."