Keyra’s POV Air mataku kembali berlinang. Aku benci dengan kondisiku sekarang, di mana aku begitu cengeng dan bulir bening di kedua sudut mataku menjadi mudah menetes. Seringkali orang mengidentikan tangis dengan kelemahan, tapi tidak denganku. Tangis kadang menjadi kekuatan terakhir setelah kita jatuh kesekian kali. Dan tangis juga membantu orang untuk tetap waras, meluapkan kesedihan dengan cara yang lebih baik dibanding menyalurkannya pada hal-hal negatif. “Mba nangis kenapa?” Supir taksi yang aku taksir usianya seumuran ayah ini menatapku dari kaca spion. Aku bahkan sampai lupa kalau saat ini aku tengah berada di dalam taxi. Astaghfirullah... “Maaf pak, saya lupa kalau saya lagi naik taxi. Astagfirullah...” “Nggak apa-apa mba. Kalau sama saya mah santai aja mba. Oya ini ada tissu

