06: Tak Ada Kata Menyerah

1308 Kata
"Cieleh tuh muka tumbenan berseri-seri kayak bunga kantil!" Celetuk Jeni sambil melirik kearah Putri yang sudah mesem-mesem sendiri. "Yaiyalah! Orang kemaren tuh anak jalan ama Kak Elang, udah gitu gue ditinggalin lagi. Lupa temen emang!" Cibir pemuda berjaket levis biru laut itu sambil duduk menghadap kedua temanya. Putri yang moodnya sedang melambung tinggi itu nampak tak terusik sama sekali, malah senyum dibibirnya semakin lebar dengan tangan bertopang dagu. Jeni dan Vino kompak mendecih jijik. Dasar bucen! "Heran deh gue sama elo, biasanya tuh cewek-cewek sukanya sama cowok yang manis, baik hati, dan lembut. Lah ini .... malah milih modelan es batu kayak gitu!" Vino tak peduli meskipun ada Jeni yang notabenenya Adik Elang. Kalo lagi mau nyablak dirinya bakal lupa segalanya. Jeni yang berada disebelah kiri Putri malah membenarkan, tak berniat sedikitpun membela Abangnya itu. "Ho'oh, padahal Kak Saga lebih OKE tuh. Malah ngubernya yang mirip tembok!" Sahut Jeni santai sambil menyabet permen yupi yang akan Vino makan. Vino mengumpat dalam hati. Tapi menabok keras kepala Jeni. Putri melirik sinis Jeni dan Vino yang sedang tabok-tabokan itu, "halah ngomong aja kalo kalian itu ngiri sama gue, ngaku lo pada!!" Todongnya dengan kepercayaan diri setingkat dewa. "Ha? Gak salah denger gue? HAHAHA!!" Tawa Jeni meledak seketika, dan seketika juga tersedak permenya. "...UHUK-UHUK!!" "MAMPUS!" Vino dan Putri malah bertos ria tak memperdulikan Jeni yang sudah nangis bombay itu. "Setan! Kalian temen gue bukan, sih!!" Amuk Jeni sambil melepeh permenya ke lembaran kertas lalu diremas dan dimasukkan ke kolong mejanya. "Anjir koproh we, Jen!!" Logat medok Vino langsung keluar begitu saja melihat pemandangan itu, apalagi saat saliva Jeni yang menetes ke dagunya dan di lap dengan punggung tanganya tanpa beban. Ini cewek beneran apa cewek jadi-jadian?!! Jeni tak peduli sama sekali, malah dengan tenang menenggak air minumnya. Halah ngapain Jeni jaim segala, kalo ada doi mah gak papa. Lah ini ... cuma dua remahan kuaci doang! "Ck! Jorok lu Jen!" Kata Putri sebal sambil mendorong-dorong lebay bahu Jeni. "Eh ke kantin yuk, laper nih gue..." rengek Vino tiba-tiba sambil merengut kayak gembel. "Ke kantin yuk, mumpung istirahatnya masih lumayan lama!" Kali ini Putri sudah berdiri lalu mengambil kaca di saku seragamnya, merapikan poni ratanya sambil bergaya centil melihat pantulan bayanganya. "Lo kok cantik banget sih.." puji Putri pada bayanganya yang ada dibalik cermin. "Anjir geli gue!" Vino bergidik melihatnya. "Gimana Mas Elang gak ilfil kalo yang ngejar modelnya kayak Paijem gini!" Cibir Jeni saat mereka mulai melangkah. "Paijem ndasmu! Cantik gini juga!" Putri memelet kearah Jeni yang tubuhnya dibatasi Vino, Jeni yang tak mau kalau jadi ikut adu melet. Tak sadar saja mereka bertiga kalau sedang menjadi pusat perhatian, karna wajah ketiganya yang diatas rata-rata membuat mereka menjadi ikon kelas X. Tapi karna dasarnya bodo amatan, mereka jadi tak pernah tau kalau sedang dijadikan most wanted. Vino tertawa ringan sambil merangkul Jeni dan Putri yang ada disisi kanan kirinya itu, "lo berdua kalo ketemu kayak Tom and Jefri tapi kalo gak ketemu kangen-kangenan. Cih!" Katanya dengan nada menyebalkan. Putri mengernyit kecil, "bukan Jefri, Vi! Tapi Jepri." Omel Putri membenarkan. Jeni memutar kedua bola matanya malas, g****k sekali dua bocah ini! "g****k banget sih kalian! Namanya tuh Jeli!" "Lo pikir ager-ager apa, Jeli? Jepri yang bener!" Vino berdecak malas, "lu berdua kalo gak tau diem aja deh mendingan! Namanya tuh Jefri!!" Sahut Vino mulai emosi. Jeni berdecak tak terima, "gue tuh sering ya nonton pilemnya!" Balasnya jadi ngotot, "namanya tuh JELI!!" "JEFRI!" "JEPRI!" "JEL--" "Jerry!" Sahut seseorang yang lewat di sebelah mereka sambil mendengus geli. Mereka bertiga terdiam begitu saja, saling pandang lalu akhirnya kembali melangkah dengan wajah yang saling membelakangi. Cih! Dasar guoblok!!! ** "Pesen kayak biasanya ya!" Titah Putri dan Jeni barengan. Vino hanya mengumpat tanpa suara lalu melenggang ke stan mie ayam. Mentang-mentang dirinya cowok sendiri, lalu seenak udel dijadiin babu ha?! "Eh?!" Jeni tersentak kaget saat melihat siluet beberapa orang yang baru masuk kantin. Putri yang awalnya fokus membuat snap itu jadi menegak, menoleh kebelakang begitu saja. "Kena-- ... Anjir!" Umpat Putri begitu saja saat melihat Elang dengan kedua temanya masuk kantin, tapi yang menjadi fokusnya adalah dua orang cewek yang berada disebelah Elang. Putri mendelik lebar, tanganya mengepal begitu saja. "Ck! Selow Buk, mereka palingan bahas OSIS." Jeni juga kaget namun sebisa mungkin mengontrol emosinya. Putri membanting hapenya keatas meja, moodnya yang awalnya berada di awang-awang langsung terjun bebas nubruk lawang! "Bisa-bisanya mereka kegatelan begitu!" Desisnya masih menatap kelima orang itu yang mulai duduk di salah satu meja. Jeni melengos pelan, kalo Putri sedang baik moodnya pasti langsung dia balas ; "gak sadar diri lo! Elo aja kegatelan kayak ulet keket!" "Halah makanya juga rame-rame, bukan berdua doang, kan." Sahut Jeni enteng, sepertinya dugaanya kalau mereka sedang menbahas sesuatu perihal OSIS itu benar. Karna bisa dia lihat kalau Rensi mulai menaruh kertas-kertas entah apa diatas meja. Putri masih kesal, namun selanjutnya Jeni langsung terbelalak kaget saat Putri dengan beraninya berjalan ke meja mereka. Jeni mengusap wajahnya frustasi, gini amat ya temanya! Putri tak gentar sekalipun dirinya langsung menjadi sorotan berjamaah penghuni kantin, kakinya mantap menapak ubin lantai keramik itu dengan pandangan tajam. "Mas Elang!" Elang tersentak kecil, bahkan semua orang disana juga membelalak kaget. Jeni menutup wajahnya. Muka Putri tuh sebenarnya ada berapa, ya? Putri langsung tersenyum manis saat Elang menatap dirinya, tanpa permisi Putri langsung duduk di samping Elang dengan agak menyodok tubuh Rensi. Sengaja emang! "Ngapain kesini?" Tanya Elang dingin dengan raut mengeruh begitu saja, kenapa sih dimanapun dirinya berada pasti ujung-ujungnya selalu ketemu Putri. Ada apa sih dengan gadis ini sebenarnya?!! Putri tak mengindahkan raut muram Elang, dirinya malah semakin melebarkan senyumnya sampai gigi rapinya terlihat jelas. "Mau ketemu Mas dong! ......kangennn." Sepertinya urat malu Putri harus diganti yang baru, karna dengan edanya dia malah merangkul lengan Elang dengan wajah merengek-rengek manja. Elang mendorong kasar Putri lalu matanya berkilat marah, "jangan ganggu! Aku sedang sibuk!" Ketusnya membuat empat orang dimeja itu menatap dengan ekspresi wajah yang berbeda. "Lang, jangan gitu ih!" Rensi dengan wajah tenang seperti biasa mencoba melerai, namun Putri bukanya senang karna dibela malah justru jijik sendiri. "Iya Lang, gak baik bentak-bentak cewek!" Sahut gadis disebelah Rensi dengan name tag Amel itu. Suho yang berada didepan mereka diam-diam mendecih saat melihat ekspresi penuh arti dari Amel dan Rensi. Kenapa dia lebih suka Putri? Karna meskipun nyablak, setidaknya gak bermuka dua. Elang yang sudah terlepas dari cekalan Putri itu memandang rendah Putri. "Kamu mending pergi sekarang, mumpung aku masih baik!" Gadis berponi rata itu masih tak bergeming. "Lang jangan--" "Mbak bisa diem gak, sih?!" Bentak Putri sudah kesal kearah dua cewek disebelahnya itu. "PUTRI!!" Putri langsung terlonjak kaget, dadanya berdegup kencang dengan wajah melongo speechless. "Pergi!" Usir Elang kali ini dengan wajah mengeras, bila Putri bukan wanita mungkin sudah dia bantai habis-habisan. Putri jadi terdiam begitu saja, matanya tidak menangis bahkan wajahnya tidak nampak ketakutan sedikitpun. Cuma ... raut wajahnya jadi sedikit berubah. "Mas gak pernah bentak aku." "Karna kali ini kamu sudah keterlaluan!" Gigi rancak Elang bergemelatuk keras, menimbulkan suara yang membuat seisi kantin jadi mencekam tiba-tiba. "Kenapa sih Mas gak pernah ngehargain usaha aku? Setidaknya Mas pandang aku sekali saja, bisa?" Tanya Putri menatap berani manik coklat Elang itu. Keduanya jadi saling pelotot-pelototan dengan tajam. Elang mengusap wajahnya kasar, lalu memalingkan wajah begitu saja. "Gak bisa," jawabnya singkat. Putri membasahi bibirnya sesaat, masih tak mengalihkan pandangan meskipun Elang sudah memalingkan wajah. Pipi tirus, hidung bangir, rahang kokoh, alis tebal, dan kulit mulus tanpa jerawat atau noda sedikitpun .... mana bisa dirinya menyerah begitu saja? IMPOSSIBLE! "Mas ganteng." Bukan hanya Elang yang terperangah tak percaya, tapi semua orang disana juga mendelik kaget. Putri bedehem singkat lalu kembali tersenyum lebar seolah tak terjadi apapun. "Gak papa kalau Mas gak bisa hargain usaha aku, tapi jangan pernah ngusir aku kayak tadi." Elang menoleh reflek, membuat senyum yang terbit di bibir Putri makin membuncah. "Aku gak butuh disukai aku cuma butuh Mas Elang." **** TBC. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN