"Lo tadi duduk sama siapa?" Tanya Jeni langsung begitu mereka turun dari bus. Saat ini mereka semua tengah berjalan menuju tempat kemah. Berhubung jalannya setapak sehingga hanya bisa dilalui dengan jalan kaki.
Putri memalingkan muka dari cermin kebanggaannya, menatap Jeni yang sedang kesusahan setengah mati menyeret-nyeret kopernya. "Sama orang gila."
Jeni menghentikan langkahnya, mengangkat alis kirinya dengan mulut melongo. "Setau gue ya Put, di sekolah yang paling gila ya cuma elo!"
"Mau gue damprat lo?!" Sungutnya mendelik, ngomong-ngomong Jeni aja yang cuma bawa satu koper udah sulitnya setengah mati. Apa kabar Vino ya, yang bawa dua koper miliknya ditambah kopernya sendiri, mungkin tuh anak udah mati sekarang.
Jeni mencibir tanpa suara, kan emang bener. Segila-gilanya siapapun, pasti kalah gila sama Putri.
Tidak lama tempat kemah merekapun terlihat, tampak beberapa orang yang tengah mendirikan tenda dengan panitia yang mondar-mandir sibuk sendiri.
"Kalian cepat kesini!!" Bentak Mbak ber almamater biru dongker sambil menunjuk-nunjuk kearah Putri dan beberapa anak yang berada disekitarnya. Sontak saja semuanya langsung terbirit-b***t mendekat, Putri aslinya mah bodo amat tapi karna Jeni yang narik tangannya terpaksa dia juga ikut terseret-seret.
"Buat kelompok beranggotakan 5 orang!" Semuanya saling toleh, jelas bingung dong baru juga datang langsung disuruh buat kelompok apalagi mereka semua sudah terpisah-pisah dari anggota kelasnya.
"TUNGGU APALAGI!!"
Ebusett!
Putri sampai melompat saking kaget nya, Mbak-mbak ini udah suaranya mirip geledek gak santai lagi ngomongnya. Beuh!
"Sama siapa nih kita?!" Panik Jeni menengok ke kanan ke kiri. "Woy buset dah! Elo malah santuy banget!" Omelnya mendelik melihat Putri yang malah sibuk mengusapi wajahnya yang berkeringat dengan tisu.
Putri menggedik asal, "sans aja kali Jen, bentar lagi juga ada yang samperin kita." Ujarnya sangat yakin. Jeni melotot tajam, se geer itukah Putri.
"Lo kalo ngo---"
"Permisi!"
Jeni tersentak kecil, menoleh kearah suara. Hampir melongo tak percaya saat melihat tiga gadis yang mendatanginya. Jeni melirik Putri yang kali ini sudah menurunkan cermin nya itu, ini si Putri bener-bener mirip cenayang.
"Eh, i-iya?" Jeni tersenyum kikuk lalu menyenggol sikut Putri membuat Putri merengut sebal sebelum akhirnya tersenyum ... kecut.
"Kalian mau nggak sekelompok sama kita, biar pas 5 orang." Ujar salah satu diantara mereka.
Jeni melebarkan mata antusias, seperti habis mendapat jackpot. "MAU!!"
"Woy biasa aja dong!" Tendang Putri ke betis Jeni karna suara cemprengnya yang bikin kaget semuanya.
Jeni meringis kikuk, lalu menggaruk belakang kepalanya. "Yaudah ayo kita buat tendanya sekarang!" Seru nya bersemangat.
Salah seorang gadis berambut bob dengan pipi bulat maju selangkah, "kita kenalan dulu dong!" Katanya tersenyum lebar. "Gue Ikma Fama, panggil aja Ikma." Gadis mungil berkulit seputih s**u dengan pipi bulat dan mata sipit itu agaknya merupakan keturunan Cina.
"Gue Devi Wahyu, kalian panggil aja gue Devi." Gadis bercelana kulot dengan cardigan coklat itu tersenyum ramah, memiliki senyum manis dengan kacamata bulat yang membingkai wajahnya.
"Gue Nerren Jey, panggil aja Jey." Kini giliran gadis berambut kriting gantung dengan lesung di kedua pipinya itu meringis menampilkan jejeran gigi rapinya.
Jeni kali ini maju selangkah, mengibaskan rambutnya kebelakang lalu menatap ketiga orang baru di hadapannya. "Gue Jeni Rosdiana, kalian bisa panggil gue Jeni."
Terakhir giliran Putri, gadis jangkung bertubuh altetis itu mengerjap kecil dengan senyum samar yang hampir tak terlihat. "Putri Berliana, panggil aja Putri." Ucap gadis itu terkesan cuek, sekedar info Putri itu meski anaknya sleboran gak tau diri. Tapi di depan orang asing gadis itu sangat cuek dan terkesan angkuh. Biar saja semuanya berspekulasi sesuai pemikirannya sendiri-sendiri, toh ... tak merugikan dirinya.
"Oh, yaudah ayo kita diriin tenda!" Seru Ikma memecah suasana dan mereka berlima pun mulai sibuk berkeja sama. Meskipun sepertinya percuma karna tidak ada yang tau cara mendirikannya.
***
"Sssst .. Jen-jen." Gadis berpiyama hello kitty yang tengah bergulung didalam selimutnya itu hanya mengguman tak jelas. Putri mendecak kasar, berusaha tetap tenang untuk tidak berteriak di telinga Jeni.
"Jeeeeen..." lama-lama tenggorokan Putri gatal juga, harus memanggil tegas tapi tetap lirih. Kan ngerepotin!
Sialnya tengah malam begini Putri malah kebelet pipis, udah gitu yang dikenalnya cuma Jeni lagi yang sekalinya molor udah ngalahin orang kehilangan jiwa.
"Heung!! Kresek ... Kresek ..."
Gadis jangkung itu sedikit tersentak mendengar gumaman Devi dan pergerakan yang seolah terganggu, dengan tangan seperti hendak mencakar wajah Jeni Putri akhirnya berdiri dari duduknya. Meraih senter yang berada di atas meja dan keluar dari tenda. Punya temen satu gitu amat, untung saja Putri bukan tipikal gadis penakut yang cengeng.
Kata dia sih...
Putri menyibak kain penutup pintu tendanya, mulai mengedarkan pandangan mencari panitia. Gak mungkin kan gak ada penjaga yang berkeliling disekitar.
"Dek mau kemana?"
Putri melotot horor, hampir berteriak kencang dengan jantung yang sudah berdebar tak karuan. Yang bener aja dong Mbak! Malem-malem pake kaos putih, rok putih, urai rambut sepinggang, udah gitu tiba-tiba muncul di belakangnya. KALO MAU JADI KUNTILANAK DI KUBURAN SANA!
"Ekhem, a-ku mau ke kamar mandi Mbak." Jelas Putri mengarahkan senternya ke area hutan belantara yang ada di sekitar mereka.
Perempuan berwajah sangar dengan jas almamater yang tersampir rapi di lengan kanannya itu mengangguk kecil, lalu melangkah mendahului Putri ke depan. "Ayo aku antar." Putri hanya mengekor saja, kalau tidak salah nama Kakel nya ini Safira. Si Kakak kelas paling galak dan disiplin di camp perempuan.
Penjagaan di sekitar sini ternyata jadwalnya bergilir, mungkin supaya ada waktu untuk mereka beristirahat.
"Mbak ini masih jauh?" Tanya gadis berkaos lengan pendek itu mulai merinding, sifat lebay bin alay nya mendadak hilang entah kemana begitu melirik kanan kirinya yang dipenuhi pepohonan.
"Bentar lagi sampe." Jawab Safira enteng sambil meniup-niup permen karetnya, Putri jadi horor sendiri. Nih Mbak-mbak satu gak punya rasa takut apa. Bisa santuy banget.
Lima menit perjalanan mereka akhirnya sampai di sebuah gubuk kecil yang sangat sederhana, berpintu kayu dengan atap seng.
"Kamu masuk gih, aku tunggu disini." Perintahnya menunjuk dengan dagu, Putri mengangguk sedikit bimbang. Masalahnya kamar mandi itu bahkan gak ada penerangannya sama sekali, kalo dirinya gak bawa senter, apa kabar sekarang?
Dengan langkah gontai gadis itu mulai memasuki kamar mandi, Putri meneguk ludahnya berat. Sepertinya dirinya harus banyak-banyak bersyukur mulai sekarang. Kamar mandi pembantunya bahkan 10 kali lipat lebih manusiawi ketimbang ini. Air yang diwadahi kendi besar, dengan lumut yang menempel dengan rimbunnya di tembok-tembok. Rasanya Putri jadi ingin membangun kamar mandi disini sekarang juga.
Ah sudahlah! Dirinya harus cepat-cepat melakukan panggilan alamnya.
Tok tok.
"Dek," baru juga masuk, sebuah ketukan di pintu hampir saja membuatnya terpeleset saking kaget nya.
"I-iya Mbak!" Jawab Putri dari arah dalam.
Sebuah suara kembali terdengar, "Mbak harus pergi ada urusan penting, kamu nanti baliknya dianter panitia lain ya. Bentar lagi datang."
Putri melotot. Dengan bola mata hampir menggelinding.
"Tap--"
"Oke Mbak pergi dulu." Dan setelah itu terdengar bunyi langkah kaki yang menjauh, Putri bersandar lemas di tembok. Bisa-bisanya dirinya ditinggal seorang diri disini?!!
"b*****t! Ini seriusan lebih creepy ketimbang lihat muka Kak Rensi!" Gumam gadis itu dengan tatapan hampa, di detik-detik seperti ini dirinya mulai menyesali karna tidak ada bahu untuk sandaran.
~Mas Elangggg help me....
***
"Ini gue seriusan balik sendiri?" Gumam gadis itu mulai melangkah terseok-seok, tidak lama kemudian Putri sudah terjatuh ke tanah dengan naasnya. Sendi-sendinya bergetar hebat membuatnya merasa parno sendiri. "Huhuu ... Kakeeek." Gumam gadis itu mulai berkaca-kaca, Putri sudah ketakutan setengah mati sekarang. Memeluk lengannya sendiri dengan kaki tertekuk, tak perduli meskipun tanah tempatnya duduk kotor.
Grep.
"Ayo balik."
Putri melotot lebar sejadi-jadinya, mulai berdiri dengan jaket asing yang menyampir rapi di bahunya.
"M--mas Ela-ng.." ucapnya serak, sosok pemuda yang terus saja dirapalnya sejak tadi mendadak bisa muncul di hadapannya bagai superhiro seperti ini?
JODOH EMANG TAK KEMANA!!
Elang memimpin di depan sambil mengarahkan senternya, tak berbicara banyak seperti biasa. Putri mengulas senyum kecil, mengikuti langkah pemuda itu meski harus tertatih-tatih karna lututnya benar-benar lemas.
Elang yang merasa tak ada pergerakan di belakangnya berhenti, menoleh kebelakang dan mendapati gadis tinggi itu tengah berjalan terseok-seok dengan tangan berpegangan pada pohon.
Pemuda tampan itu menipiskan bibirnya, berjalan cepat kearah Putri.
"Kamu ada yang sakit?" Tanyanya sambil merangkul bahu gadis itu, membantunya berjalan dengan pelan.
Jantung Putri memompa tak wajar, sudah lututnya lemas sekarang hati gadis itupun juga ikutan melemas. Ah ... sial inimah!
"N-ngak kok, cuma lemes aja."
"Kenapa keluar sendirian, Jeni mana?" Tanyanya menyebutkan nama sang Adik, setahunya Putri dan Jeni ini kan komplit, sepaket. Kemana-mana kayak bocah kembar.
Putri melangkah pelan, "tadi susah dibangunin."
"Kenapa gak ngajak temen lain? Sendirian di hutan gini gak baik!" Putri mendongak sedikit, dengan bibir mengulum begitu saja.
"Gak ada temen, yang lain gak deket." Jelasnya berbisik. Tingkah gila dan edan nya mendadak hilang di suasana menakutkan seperti ini, yah ... ada untungnya juga sih jadi tidak merepotkan Elang.
Elang menghela napas pelan, menurutnya Putri ini memang aneh. Gadis manapun pasti akan mencari teman sebanyak-banyaknya. Tapi gadis ini cuma mau berteman dengan Jeni dan Vino saja.
"Kalo tadi gak ketemu panitia yang berjaga, kamu mau ke hutan sendirian?" Putri mengerucutkan bibirnya kecil, menunduk memandangi kumpulan batu kerikil di depannya.
"Iya."
"Ck, bodoh!" Putri sudah terbiasa, sudah kebal dengan kata-kata pedas dari pemuda itu. Bahkan tindakan sadis nya pun Putri tak gentar.
Tenda mereka mulai terlihat, di tengah hutan belantara begini apa tidak takut kalau hewan buas bisa muncul sewaktu-waktu apa.
Elang menjauh, melepaskan pelukannya dari bahu Putri membuat gadis itu jadi tidak rela. Kesempatan sangat langka seperti ini masa mau dilepaskan begitu saja.
"Kamu masuk!" Titahnya menunjuk tenda Putri. Gadis itu mengangguk lemah. "Makasih Mas." Gumamnya sambil mulai berjalan melangkah, tepat tiga langkah sebuah panggilan membuat Putri langsung menoleh cepat. Merasa kaget sekaligus tak percaya.
"Iya Mas?" Tanya Putri sudah tersenyum-senyum sendiri.
Elang melangkah mendekat, lalu mencondongkan tubuhnya membuat Putri reflek menutup mata rapat-rapat. "Jaket aku masih kamu pake." Kata pemuda itu sambil mengambil jaket yang tersampir di bahu Putri.
Putri membuka mata nya, merasa sangat malu sendiri. Tidak semua novel yang di baca nya itu benar adanya, nyatanya yang terjadi lebih amsyong dari ekspektasi.
"Eh, y-yaudah ak-u masuk du-lu." Gagap gadis itu terbatas-bata lalu hendak berbalik terburu-buru, tepat sebelum sebuah jemari menyambar pergelangan tangannya.
Elang berkedip sekali, memandang datar kearah Putri. "Lain kali kalo ada apa-apa hubungi aku aja." Dan Putri tak bisa membedakan.
Apakah ini mimpi atau kenyataan.
***
TBC.