Arin sudah bersiap-siap untuk pulang, diraihnya jaket yang telah ia siapkan. Arin mendekati Friska, Friska menyiapkan roti yang sudah diolesi coklat. Arin lalu duduk, dalam diam. Suasana ruang makan terasa hening, hanya dentingan sendok dan garpu terdengar jelas. "Kuliahlah sungguh-sungguh, jangan pikirkan pria itu". "Sudahlah, pa jangan bahas itu lagi. Mama yakin Arin tidak menghubungi laki-laki itu" ucap Friska. "Tapi ma, papa masih tidak suka sama dia. Papa tidak suka, dia mempermainkan kedua putri kita, secara bersamaan". "Iya, pa. Sudah jangan dibahas lagi". Malik menatap Arin, "Taxi kamu sudah menunggu dibawah. Sebaiknya segera berangkat, dua jam lagi keberangkatan kamu". Arin mengangguk, dan ia meneguk air mineral yang sudah tersedia di gelas. Arin menegakkan tubuh dan ia men