"Pak, berhenti di depan aja," pinta Jill.
"Akhirnya sampai juga." Kai bergumam kecil sambil perlahan menepikan mobilnya seperti permintaan Jill. Setelah berkendara hampir satu jam di tengah malam yang lengang ini, mereka akhirnya tiba di tempat kos milik Jill. Bayangkan berapa waktu yang dibutuhkan jika jalanan sedang macet?
"Maaf, Pak. Tapi 'kan tadi saya udah bilang, tempatnya jauh. Bapak nggak percaya, malah ngotot mau mengantar saya," sindir Jill.
"Untung saya antar kamu." Kai mendengus. Tidak terbayang olehnya kalau gadis ini benar-benar pulang sendirian di tengah malam seperti ini.
"Ya, udah. Saya turun, ya, Pak. Makasih udah repot-repot antar saya." Jill sudah bersiap membuka pintu, namun Kai mencegahnya.
"Tunggu, gedung kos kamu yang mana?"
"Nggak kelihatan dari sini, Pak."
"Terus kenapa kamu minta saya berhenti di sini?"
"Karena mobil Bapak nggak akan muat dibawa ke dalam," terang Jill.
"Kamu masih harus jalan lagi?" Kai memperhatikan sekitar, ke arah deretan pertokoan yang sudah sepi di sekitar mereka.
"Iyalah, Pak. Masa saya tidur di emperan toko?"
"Kamu ini!" ujar Kai kesal.
"Udah, Pak. Jangan marah-marah terus." Jill menggoyang-goyangkan tangannya cepat. "Udah subuh, nggak capek apa, Pak?"
"Cepat turun!" balas Kai. Gadis ini benar-benar!
"Lha? Bapak kenapa turun juga?" tanya Jill heran begitu melihat Kai juga keluar dari mobilnya.
"Antar kamu. Memangnya apa lagi?" balas Kai ketus.
"Nggak usah antar saya, Pak."
"Tidak usah cerewet, Jill!" desis Kai. "Heran saya, kamu ini cerewet sekali. Semakin malam semakin cerewet. Padahal kalau siang sangat diam."
"Saya kalo udah capek emang jadi hiperaktif mulutnya, Pak," balasnya lagi.
"Shh! Ayo, cepat!" Kai menyerah menanggapi keluwesan mulut Jill.
Jill berjalan tanpa membantah lagi. Sepanjang jalan Kai menebak-nebak bangunan manakah yang ditempati gadis ini, tapi setiap kali juga tebakannya meleset. Mereka terus saja berbelok-belok menyusuri jalan yang semakin lama semakin sempit. Hingga akhirnya mereka tiba di sebuah gang yang buntu, yang ruasnya begitu sempit hingga bahkan hanya dapat dilalui oleh sebuah motor.
Jill berhenti di sebuah rumah. Rumah kecil yang bangunannya terlihat sudah tua, namun bersih dan terawat.
"Udah sampai, Pak. Terima kasih udah antar saya."
"Tempat kos kamu ini jauh sekali, Jill. Kenapa tidak pindah ke kos yang lebih dekat dengan Forty Media?" Kai tidak habis pikir bagaimana gadis ini berani melewati jalan sepi dan gelap menuju kosnya ini setiap harinya.
"Udah nyaman, Pak. Lagian di sini harganya terjangkau. Kalau di dekat Forty Media itu harganya kejam, Pak." Mendengar dari Tika tentang harga sewa kamar di daerah sana saja Jill sudah tercekik rasanya. Bisa-bisa ia tidak makan sama sekali kalau memaksakan diri pindah ke daerah sana.
"Coba kamu hitung berapa ongkos yang kamu keluarkan untuk pulang pergi dari sini ke Forty Media setiap hari?"
"Ya, emang lumayan gede, Pak. Tapi tetap nggak sebanding sama harga kamar kos di sana."
"Jill, sebenarnya kamu bisa pakai fasilitas di Forty Media," saran Kai.
"Fasilitas apa, Pak?"
"Kamar-kamar di lantai 19 dan 20."
"..." Jill mengernyit. Mencoba mengingat-ingat fasilitas apakah yang ada di lantai 19 dan 20 gedung Forty Media?
"Kamu tidak tahu?" tanya Kai terkejut.
"..." Jill menggeleng pelan.
"Benar-benar tidak ada yang pernah memberitahu kamu?" tanya Kai tidak percaya.
"Beneran, Pak."
"Keterlaluan!" desisnya. Bagaimana bisa informasi umum untuk semua karyawan sampai terlewat seperti ini?
"Memangnya kamar itu untuk apa, Pak?" tanya Jill penasaran.
"Kamar itu disediakan untuk para talent dan kru yang bertugas sampai tengah malam seperti kamu ini."
"Sewa, Pak?"
"Tidak. Itu free. Boleh dipakai selama yang bersangkutan bekerja untuk Forty Media dan memang catatan kerjanya baik."
"Ohh ...." Jill mengangguk paham.
"Kamu tidak berminat mengajukan permohonan untuk bisa menempati salah satu kamar di sana?"
"Ya, jelas mau, Pak. Tapi apa bisa?"
"Dicoba saja dulu. Seharusnya bisa, karena setahu saya masih ada yang kosong."
***
"Hai! Serius banget mukanya. Lagi banyak kerjaan?" Dav mengempaskan tubuhnya di sebelah Jill.
Jill menoleh ke arah Dav dan tersenyum. "Nggak, kok."
"Terus kamu lagi ngapain?" Dav mengedik ke arah ponsel di tangan Jill.
"Main game." Jill terkekeh kecil.
"Pasti main Hayday," tebak Dav.
Jill menggeleng geli. "Bukan, kok. Aku nggak main Hayday."
"Candy Crush, ya?" tebak Dav lagi.
"Bukan juga."
"Sudoku?"
"Bukan, Dav." Jill tergelak mendengar tebakan-tebakan Dav. "Aku lagi main COC."
Dav mengernyit. "COC, Clash of Clans?"
"Iya."
"Seriusan?" tanya Dav tidak percaya.
"Serius." Jill mengangguk meyakinkan sambil menunjukkan ponselnya ke arah Dav.
Mata Dav terbelalak seketika. "Itukan mainan cowok, Jill."
"Emang cewek nggak boleh main?" tantang Jill.
"Bukan gitu. Cuma biasanya cewek yang aku kenal pada nggak suka. Bilangnya itu mainan cowok."
"Menurut aku, sih, seru. Ada mikirnya, ada tegangnya. Pokoknya seru."
"Setuju! Kamu udah level berapa?" tanyanya penasaran.
"Baru 42, Dav."
"Serius? Itu udah lumayan tinggi, lho!"
"Kamu main juga? Level berapa?"
"Aku level 67." Dav mengeluarkan ponselnya dan mulai membuka aplikasi permainan yang sama. "Eh, join di clan aku mau nggak?"
"Boleh, boleh," ujar Jill tertarik.
"Nanti aku ajarin trik-trik supaya menang terus."
"Asik! Makasih, lho!"
"Aku nggak nyangka lho cewek kalem kayak kamu mainannya COC."
"Ih, diskriminasi gender!" protes Jill.
"Bukan gitu. Justru menurut aku kamu keren. Jarang banget ada cewek yang seleranya unik kayak kamu."
"Emang, sih. Aku juga suka dikatain aneh sama temen-temen aku." Ia ingat seperti apa tanggapan Luna dan Domi setiap kali ia memainkan game ini.
"Jadi penasaran. Coba kalo soal selera musik. Kamu sukanya apa?" Sebagai seseorang yang bergelut di dunia musik, Dav terbiasa mengenali karakter orang lain dari selera musik mereka.
"Menurut kamu, kira-kira aku suka apa?" balas Jill sok misterius.
Dav berpikir sebentar. "Kalo cewek itu biasanya suka yang melow-melow, yang cinta-cintaan, yang gombal. Atau kayak yang sekarang lagi booming, boyband sama girlband korea."
"Salah!" sanggah Jill langsung.
Dav memiringkan kepalanya, menilik wajah Jill. "Lagu klasik?"
"No." Jill menggeleng geli.
"Ballad? Seriosa?" cecar Dav. Ia jadi semakin penasaran.
"Ngawur!" Jill mulai tidak bisa menahan rasa geli melihat ekspresi kebingungan di wajah Dav.
"Jadi apa, dong?" tanya Dav putus asa. "Keroncong? Koplo? Dangdut?"
"Stop, stop!" Jill tergelak kencang. "Aku suka rock."
"Bercanda!" seru Dav tidak percaya.
"Serius!"
"Contohnya?"
Jill memilih memberitahu Dav sebelum pria ini menebak dengan ngawur lagi. "Aku suka lagu-lagunya Queen, Scorpions, Aerosmith, Guns N' Roses, Bon Jovi, White Lion, Mr. Big, Fire House, Linkin Park."
"Wow! Kok bisa suka sama lagu-lagu mereka?" Dav jarang menemukan seorang perempuan yang memiliki selera musik seperti Jill, apalagi band yang Jill sukai kebanyakan adalah band lama.
"Karena Papa selalu putar lagu-lagu mereka dari aku kecil." Jill tersenyum mengingat ayahnya.
"Papa kamu unik juga, anak perempuannya dicekokin sama lagu-lagu rock gitu."
"Bukan cuma lagu, lho! Gara-gara Papa aku jadi suka sama sepakbola juga," ujar Jill antusias. Entah mengapa, mengobrol dengan Dav selalu terasa menyenangkan, meski mereka baru saling mengenal selama beberapa minggu. Obrolan bersama Dav selalu ringan dan seru.
"Kamu ini bener-bener nggak terduga, Jill. Suka klub apa?"
"Liverpool." Sama seperti kesukaan sang ayah.
"Wah, musuhan dong kita!" seru Dav.
"Jangan bilang kamu pendukungnya Manchester City?" Jill membelalak.
"Tepat!"
Dan keduanya tergelak bersamaan. Melanjutkan obrolan santai mereka yang tidak ada habisnya, hingga tiba waktunya mereka menjalankan tugas masing-masing.
***
"Lho? Kamu ngapain ke sini lagi?" Dav heran ketika melihat Jill kembali ke ruang wardrobe petang itu. Seharusnya siaran Jill sudah selesai sekitar setengah jam yang lalu, dan siaran berikutnya masih beberapa jam lagi. Sementara Dav sendiri baru saja menyelesaikan tapping You Rock dan kembali ke ruangan ini untuk mengembalikan properti yang digunakannya.
"Mau ambil jaket aku, ketinggalan di sini. Kamu baru beres tapping?" Jill berkeliling mencari jaket yang tadi ia letakkan sembarangan.
"Kamu mau ke mana abis ini?" tanya Dav sambil lalu.
"Balik ke ruangan."
"Kamu masih ada siaran malam, ya?" tanya Dav memastikan.
"Iya."
"Kamu selalu nunggu di sini?
Jill mengangguk penuh senyum.
"Kenapa nggak pulang dulu, baru malam balik lagi?" tanya Dav heran.
"Boros ongkos, Dav. Lagian jauh."
"Kenapa nggak minta tuker schedule?" saran Dav. "Kalo kamu ambil pagi-siang, atau siang-sore, jeda waktu kamu nunggunya 'kan nggak terlalu lama. Jadi kamu nggak terlalu buang waktu."
Jill tersenyum sambil menggeleng. "Aku 'kan anak baru, Dav. Nggak enak minta-minta ganti jadwal gitu. Lagian 'kan aku emang sekalian beresin kerjaan juga. Aku 'kan masih harus cari materi buat ulasan-ulasan aku."
"Aku temenin, mau?" Dav menawarkan diri. Ia sendiri heran dengan pertanyaan yang keluar begitu saja dari mulutnya. Bagi Dav, menghabiskan waktu bersama Jill terasa menyenangkan. Tidak pernah terjadi sebelumnya ia betah mengobrol dengan seorang perempuan lebih dari lima belas menit, biasanya ia akan merasa gerah dan mecari cara secepatnya untuk melarikan diri.
"Nggak usah, Dav. Kamu kalo udah beres balik aja," tolak Jill sungkan. Meski rasanya akan menyenangkan memiliki teman mengobrol untuk melewatkan waktu, tapi ia tidak ingin menyusahkan orang lain.
"Gapapa. Aku pulangnya tinggal naik ke lantai 20. Di atas juga bosen sendirian. Aku temenin kamu dulu aja, sekalian kita makan malam," ajak Dav.
"Lho, kamu tinggal di sini?"
Dav mengangguk kecil. "Oh, iya! Kamu kenapa nggak ajuin permohonan buat tinggal di sini aja? Daripada bolak-balik ke kos."
"Udah, Dav. Lagi nunggu respon."
"Kapan kamu ngajuin?"
"Sekitar dua minggu yang lalu." Begitu ia mengetahui informasi tersebut dari Kai, esoknya Jill langsung mencari tahu persyaratannya dan mengajukan permohonan. Tapi ia tidak terlalu berani berharap mengingat dirinya masih seorang karyawan baru di tempat ini.
"Hmm ..., nanti aku coba bantuin cek. Biar lebih cepet."
"Emang kamu bisa?"
"Aku kenal sama penanggung jawabnya. Tenang aja."
"Thank you, Dav!" ujar Jill senang.
***
--- to be continue ---