6. Penuh Kejutan

1391 Kata
"Woi! Udah pada denger belom?" Ratna menghambur ke meja tim peliputan dan mengejutkan rekan-rekannya yang lain. "Apaan?" tanya Tika datar. "Citra kecelakaan!" seru Ratna panik. "Hah?" Tika melongo bodoh. "Kapan?" Teguh yang biasanya tidak peduli dengan pembicaraan kedua rekan wanitanya ini, kini ikut bertanya. "Baru aja," ujar Ratna. "Kok, bisa?" tanya Tika setelah kebodohannya berkurang. Rustan mendekat. "Terus gimana sekarang?" "Katanya udah di rumah sakit. Tapi masih belum sadar," ujar sang informan dadakan. "Dia ada jadwal hari ini?" tanya Rustan lagi. Urusan mengingat jadwal orang lain bukanlah keahliannya. "Harusnya dia live In-Time Evening sama In-Time Night hari ini," jawab Teguh. "Kacau!" seru Tika. Mencari penyiar pengganti secara dadakan seperti ini tidaklah mudah. "Coba calling Rayya!" seru Ratna panik. Hanya itu yang terlintas di kepalanya saat ini. "Nggak akan mau orang itu! Dia mana pernah mau gantiin tugas orang lain?" sambar Tika emosi. "Tapi ini 'kan darurat," balas Ratna. "Coba aja kontak dulu, sambil kita pikirin solusi lain." Teguh menengahi. "Kalo mentok, paling Dito siaran sendiri hari ini," ujar Rustan. Yang lain menggeleng senewen. Menghubungi Rayya jelas menyebalkan, tapi membiarkan Dito live sendirian juga bukan pilihan baik. Sementara mereka hanya memiliki waktu kurang dari tiga jam. "Gini, nih, jadinya! Waktu Ardina keluar kemaren ini bukannya cepet-cepet cari pengganti. Coba waktu itu langsung cari penggantinya Ardina, nggak akan kelimpungan gini, 'kan!" seru Tika frustasi. "Udah, udah. Soal itu kita bahas nanti. Sekarang fokus dulu." Teguh menengahi. "Siapa yang mau kontak si Rayya?" tanya Tika dengan muka sebal. Ratna seketika langsung menggeleng. Teguh dan Rustan saling berpandangan. "Biar gue yang kontak," ujar Rustan akhirnya. Dia tahu kalau Teguh sangat menjaga jarak dengan Rayya, karena dulu mereka pernah memiliki cerita kelam. Sementara Rustan berusaha menghubungi Rayya, rekan-rekannya yang lain menunggu dengan tidak sabar. Mereka sudah bisa menduga tanggapan Rayya dari ekspresi wajah Rustan selama berbicara dengan wanita itu. "Banyak syaratnya, Nying!" Rustan mematikan sambungan dengan kesal. Kalau tidak ingat ponselnya ini baru lunas dibeli, ingin rasanya Rustan membantingnya ke lantai. "Bener, 'kan! Anak itu nggak akan mau. Udah tau gue. Ketebaklah pikiran dia!" sambar Tika. "Bilang apa dia?" tanya Teguh datar. "Dia minta dijemput. Minta disediain semua keperluannya. Minta dicariin asisten pribadi. Minta ruang khusus," ujar Rustan dongkol. "Sinting! Mana ada yang kayak begitu?! Dia pikir bintang tamu buat show apa?!" jerit Tika. "Kalian cewek-cewek nggak ada yang bisa gantiin? Seengaknya buat hari ini aja. Buat besok kita bisa cari talent dari program lain atau gimanalah." Teguh mencoba mencari jalan keluar di situasi serba kepepet ini. "Gila! Liat kamera aja bawaannya gue pengen kencing terus." Tolak Ratna langsung. "Gue apalagi! Langsung muntah-muntah gue!" Tika tidak kalah kerasnya menolak. "Parah kalian!" Rustan mulai ikut frustasi memikirkannya. "Gimana kalo Jill?" usul Teguh. "Jill? Emang anak itu bisa? Otaknya sih keren banget, tapi soal urusan tampil di depan kamera beda kali," ujar Tika. "Kan dia anak broadcasting," balas Teguh. "Masa?" tanya Ratna tidak percaya. "Serius. Gue baca di datanya dia," balas Teguh yakin. "Gue kirain dia anak jurnalistik kayak kita." Tika yang sudah pernah menjadi mentornya bahkan tidak tahu akan hal ini. "Bukan. Dia anak broadcasting. Harusnya udah nggak asing sama kamera," ujar Teguh optimis. Dan setelah sesi perdebatan yang cukup alot, akhirnya mereka berhasil memaksa Jill untuk menggantikan Citra menemani Dito live In-Time Evening. Bagi Cakra sendiri, tidak ada pilihan lain selain menyetujui usulan timnya karena situasi memang sudah sangat mendesak. Sulit mencari talent lain yang jadwalnya tidak bertabrakan mengingat waktu yang sudah sangat mepet. Meski rasa gugup membuatnya nyaris ingin menangis, Jill tetap bertahan. Ia meyakinkan dalam hatinya bahwa ini semua bisa dilaluinya. Apalagi mendengar bujuk rayu Tika yang mengatakan bahwa ini akan menjadi catatan yang sangat bagus bagi portfolio-nya nanti. "Mantap!" seru Rustan begitu Jill menyelesaikan live In-Time Evening bersama Dito. "Keren lo, Jill!" Ratna langsung memeluk Jill erat-erat. "Makin cinta gue sama lo, Jill. Adik kecil kita ini penyelamat banget!" Tika ikut memeluk Jill dan mengacak rambutnya dengan bersemangat. "Edanlah, lo! Perdana tampil di TV, lho ini! Live pula! Tapi zero mistake!" Rustan terus saja memuji Jill. "Baguslah! Biar si Rayya nggak sok hebat lagi. Dia pikir cuma dia yang bisa gantiin Citra, makanya belaga jual mahal!" Tika berujar penuh kemenangan. "Kalian nggak tau aja aku udah mau pingsan tadi." Jill tidak bisa mengabaikan perasaan bahagia yang menguasainya. Ia berhasil melakukan hal sulit ini, dan para seniornya mengatakan jika pekerjaannya baik. "Masa?" tanya Ratna tidak percaya. "Iya, mau pingsan, mau nangis, mau kabur." Kini Jill bisa menertawakan hal itu, padahal tadi ia begitu tersiksa. "Nggak keliatan, ah!" sanggah Tika. "Syukur, deh, kalo lancar. Aku takut bakal malu-maluin tadinya," ujar Jill sungguh-sungguh. "Sejujurnya kita juga tegang, sih. Mana tadi Cakra langsung turun tangan di control room," ujar Rustan. "Bukan cuma Cakra, edan! Ada Pak Kai juga tadi," imbuh Tika. "Seriusan?" Ratna mendelik lebar. "Jill, jangan-jangan lo emang beneran ada sesuatu yang sama Pak Kai?" "Nggak! Serius," bantah Jill cepat. "Ngemeng aje lo, Jill! Kita liat aja dah nanti!" Tika menjitak kepala Jill. *** Jill duduk sendirian di cafetaria Forty Media, menikmati segelas frapucinno sambil membaca pesan di aplikasi w******p miliknya yang tiba-tiba membludak jumlahnya. "Tidak baik senyum-senyum sendiri," tegur Kai yang entah sejak kapan sudah duduk di seberangnya. "Eh, Bapak?" ujar Jill kikuk. Berantakan sudah rencananya menikmati ketenangan malam ini sendirian. Padahal Jill sengaja menyendiri untuk mempersiapkan diri menghadapi siaran berikutnya, karena dirinya masih harus menggantikan Citra di In-Time Night hari ini. "Saya tidak tahu kalau ternyata kamu berbakat di depan kamera." Sore tadi, secara tidak sengaja Kai mendengar kegaduhan yang terjadi di tim In-Time. Kai biasanya tidak pernah peduli dan tidak pernah mengurusi hal-hal kecil seperti ini, namun karena ini menyangkut Jill ia seketika merasa tertarik. Entah mengapa, Kai jadi selalu ingin tahu dengan apa yang gadis itu kerjakan. Awalnya ia hanya penasaran karena secara tidak sengaja menemukan anak magang serajin Jill. Lalu perlahan ia merasa kagum dengan ide-ide yang bersarang di kepala Jill. Entah bagaimana, Kai seperti memiliki feeling bahwa suatu hari Jill akan memiliki kontribusi penting untuk dunia pertelevisian. Itulah yang membuat Kai berani memberikan tawaran pada Jill untuk menjadikannya karyawan di tempat ini. Kai tidak ingin melewatkan kesempatan dan merasa menyesal jika suatu saat menemukan Jill berkibar di stasiun televisi lain. Feeling-nya semakin terbukti ketika melihat betapa luwesnya Jill tampil di depan kamera, membawakan program dengan piawai, dan mengimbangi diskusi singkat bersama Dito sore tadi. "Saya juga nggak tahu, Pak," balas Jill jujur. "Sebelumnya sudah pernah?" "Untuk tugas kuliah pernah, Pak." "Tapi hasilnya bagus. Kamu sama sekali tidak terlihat seperti penyiar amatir. Kamu terlihat tidak canggung di depan kamera." "Ini bisa dianggap pujian, Pak?" Jill meringis. Entah mengapa, ia selalu merasa jika Kai senang memperoloknya. Kai membuka kedua tangannya sambil tersenyum lebar. "Boleh saja." "Terima kasih kalau gitu." "Sudah pikirkan tawaran saya?" Kai langsung pada inti permasalahan. "Sudah, Pak." "Dan?" "Saya mau, Pak," ujar Jill mantap. Kai tersenyum puas. "Kalau begitu, mulai sekarang kamu resmi jadi penyiar berita di In-Time, menggantikan Citra." "Hah? Gimana, Pak?" tanyanya bodoh. "Tidak mau?" balas Kai dengan nada mengancam. "Mau, Pak!" seru Jill cepat. Terlalu cepat. Kai sampai terkekeh melihat reaksi Jill. "Terus kenapa muka kamu begitu?" "Kaget, Pak. Saya nggak nyangka dikasih posisi sepenting ini." "Mau saya ganti penempatannya?" Kali ini Kai serius. "Terserah Bapak, sih." Jill menjawab pasrah. "Kamu sukanya di mana?" "Saya, sih, suka di news, Pak." "Ck! Kalau begitu untuk apa juga saya tanya-tanya lagi. Kamu ini buang-buang waktu saja," ujar Kai tidak sabar. "Maaf, Pak." Jill seketika merasa serba salah. "Hmm." Kai mengangguk kecil. "Pak?" panggil Jill ragu. "Ya?" "Kalau Mbak Citra sudah kembali bekerja, saya ke mana?" tanyanya takut-takut. "Ya, tidak ke mana-mana. Memangnya kamu mau ke mana?" "Saya nggak akan di ...." Ia tidak berani melanjutkan kalimatnya. "Tendang?" tebak Kai. "..." Jill mengangguk sambil meringis bodoh. Kai mengangkat tangannya untuk bertopang dagu. Ia berusaha mengendalikan tawanya sebelum menjawab. "Tidak akan. Tapi akan kita kaji ulang soal peran kamu. Untuk saat ini, jalani dulu saja dengan baik peranmu sebagai pengganti Citra." "Janji, ya, Pak? Awas, lho, bohongin saya lagi!" Jill mengancam dengan serius. Kai sampai termangu mendengar ucapan Jill. Selama ini tidak pernah ada yang berani mengancamnya. Tapi gadis ini? Gadis yang katanya takut ditendang ini? Berani mengancamnya di depan mukanya sendiri. Gadis ini benar-benar tidak terduga. Terkadang cerdas, terkadang lugu, terkadang lucu, terkadang menyebalkan. Gadis penuh kejutan ini tanpa sadar sudah membuat hari-hari Kai yang beberapa tahun terakhir ini suram, mulai kembali berwarna. *** --- to be continue ---
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN