Dayan melirik jam di lengannya. Ia menguap berulang kali. Hingga matanya memerah. Ya Tuhan, ini pasti karena aku tidak bisa tidur semalam. Dua malam sudah tidurnya terganggu. Tapi walau begitu ia tidak ingin minum obat yang bisa membuatnya nyaman. Ia tak ingin menjadi kebiasaan. Bukan tak ingin tidur, tapi sekuat apapun ia memejamkan mata, hanya masalah Nazla yang terus berputar di kepalanya. Andai bisa ia ingin tak masuk kantor. Tapi Dayan ada janji dengan klien baru. Sayang jika dilewatkan. Akhirnya meeting yang menyiksa ini usai. Disertai dengan kelanjutan perjanjian kedua belah pihak. Dayan puas walau harus menahan kantuk setengah mati. Ia kembali menguap, dan melirik ke atas meja. Sudah dua cangkir kopi ia habiskan, tapi rasa kantuk masih saja belum reda. Memang, hanya tidu