Rangga menelusupkan hidungnya di antara helaian rambut Naima, mengobati jantung yang seakan mau loncat dari dadanya. "Sudah?" Naima membalikkan wajah, menantang mata Rangga dengan percaya diri. Rangga mengangguk gugup, mendekati kanvas, tangan lihainya mulai bekerja, Rangga berusaha menjaga konsentrasinya agar tidak pecah, bahkan dia tidak perlu melihat Naima untuk melukis gadis itu, dia bisa melukiskannya dengan mata terpejam, Naima dengan rambut basahnya, kulit putih yang bekilau, bayangan itu sangat jelas, tak ada yang terlewatkan sedikit pun. Naima menjaga posenya dengan tenang, dagunya terangkat memamerkan leher putih jenjang yang berkilau ditempa sinar lampion. Rangga semakin gelisah, Rangga mengusap keringatnya, melukis Naima sama saja melambungkan dirinya ke atas awan, membuatny