Aku memicingkan mata saat menata kue talam pandan yang baru matang di atas meja. Uapnya masih mengepul, membuat wajahku terasa hangat. Dari seberang meja, Om Dirga duduk santai sambil membantu menyusun risol ke dalam kotak pesanan. Obrolanku semalam dengan Mama tentang hubungan antara Om Dirga dan Bu Sania masih terus terngiang di kepala. Entah kenapa, rasa penasaranku justru makin besar. Hari ini, aku bertekad ingin mencari tahu asal-usul Om Dirga yang sebenarnya. Soalnya, ada bagian dari ceritanya yang terasa janggal—katanya sih dia cuma seorang sopir, tapi entah kenapa aku sulit percaya sepenuhnya. “Om, aku boleh nanya sesuatu nggak?” Dia mendongak. “Tanya aja. Tapi kalau pertanyaannya ribet, aku pura-pura nggak denger.” Aku meliriknya. “Serius, Om. Nggak ribet kok.” “Ya udah, a

