Setelah memesan dua mangkuk es dawet telasih ekstra durian di warung Bu Dermi, aku dan Om Dirga duduk di bangku kayu panjang yang agak nempel ke dinding. Angin dari kipas tua di langit-langit berputar pelan, membuat suasana sejuk meski aroma santan dan gula jawa menyeruak. “Ra,” panggil Om Dirga sambil menatapku. “Apa lagi?” sahutku tanpa menoleh, pura-pura fokus lihat ibu penjual yang lagi ngaduk dawetnya. “Ekstra durian segala. Berani banget kamu makan durian pagi-pagi.” “Aku tuh nggak pilih waktu, Om. Selama masih ada durian, ya hajar,” jawabku. “Nggak takut nanti aku ilfeel gara-gara kamu bau durian?” Aku menatapnya datar. “Emangnya aku peduli?” Om Dirga malah terkekeh pelan. “Padahal dulu waktu pertama kali ketemu aja kamu jaim banget. Sekarang?” “Sekarang aku udah tahu asliny

