“Bu, apakah kau akan mengajakku pergi juga?” Di atas ranjang besar dengan seprai berwarna putih, berbaringlah seorang anak kecil dengan yang sangat tampan. Wajahnya bagaikan pinang dibelah dua dengan Daniel. Ketampanannya sudah terlihat sejak dini, membuat siapapun yang melihatnya tak bisa mengalihkan pandangan begitu saja.
Terutama saat ini, ketika mata hitam besarnya melihat Sierra dengan pandangan penuh harapan, membuat Sierra semakin bimbang, apakah seharusnya dia membawa Ans pergi juga atau tidak?
Daniel hanya memberikan waktu yang singkat, untuk pergi dari rumah ini. Semua itu sudah menjadi jawaban bagi Sierra, bahwa tak peduli berapa lamapun ia bersama pria itu, mengharapkan cinta Daniel untuknya hanyalah suatu impian yang tak akan pernah tersampaikan.
Melepaskan impian dan harapan yang sudah digenggam erat selama bertahun-tahun bukanlah hal yang mudah. Kesedihannya sangat terasa, seperti ada tangan yang menggenggam erat jantungnya Begitu sesak dan menyakitkan.Dia hanya bisa berpasrah dan merelakan apa yang memang tidak digariskan untuknya. Mungkin dengan bisa menerima semua yang terjadi, dapat membuat perasaannya lebih lega.
Sierra menatap kedepan tak berfokus pada apapun. Tatapannya sangat dingin membeku. Sierra bertekad untuk membekukan hatinya untuk Daniel. Es tidak akan menangis dan berteriak. Es tidak akan menolak untuk pergi. Es hanya dengan keras kepala akan mencair dan menghilang. Dia tidak akan lagi memohon untuk dibiarkan tinggal.
Dengan semangat dan tekad baru, Sierra tak lagi bimbang dan berhenti untuk bersedih. Dia menatap Ans lekat dan bertanya dengan sangat serius, “Ans… Apakah kau mau ikut pergi bersama ibu?”
“Mau bu!” Bocah kecil itu segera melompat dari tempat tidur dan berdiri tak bisa diam di depan Sierra, wajahnya memerah terlihat penuh semangat, matanya bersinar gembira mendengar permintaan ibunya.
“Tetapi, jika kau ikut dengan ibu, maka kau tidak lagi menjadi Tuan Muda. Tidak ada lagi para pelayan yang membantu setiap harinya, tidak ada lagi rumah dan kamar besar seperti kamarmu saat ini. Semua mungkin akan menjadi tidak nyaman. Apa menurutmu, kau sanggup menjalaninya? Tidak akan mengeluh?” Sierra berjongkok di hadapan putranya. Mata coklatnya bertatapan serius bola mata hitam Ans.
“Tidak ada lagi Paman Jack dan Bibi Rosa? Semua akan hilang?” Tanya Ans dengan tatapan kebingungan, yang dijawab dengan anggukan tegas oleh Sierra.
“Tapi, apakah aku akan tetap bersama ibu selamanya?” Ans bertanya lagi dengan pandangan khawatir.
“Hmm… Jika kau pergi bersama Ibu, kita akan tetap bersama. Tetapi, jika kau ingin tetap tinggal di sini, bersama Bibi Rosa, ibu juga tidak melarang, hanya saja, kau tidak akan bisa bersama ibu lagi, dan mungkin kita akan jarang berjumpa.” Sierra berusaha menjelaskan sesederhana mungkin.
“Kenapa ibu tidak terus tinggal disini? Bukankah dulu ibu pernah berkata, biarpun ada Dewa Tampan yang membujukmu, kau tidak akan pernah meninggalkan Daniel?”Ans masih berusaha memahami apa yang terjadi pada ibunya dan Daniel.
“Bukan ibu yang meninggalkannya, tetapi dia yang membuang ibu.” Sierra tersenyum sendu. “Jadi, apakah kau akan ikut dengan ibu?” Tanya Sierra sekali lagi.
“Tentu bu. Tidak ada yang lebih penting di dunia ini selain ibu. Selama aku bisa bersama ibu selamanya, aku tidak butuh kamar besar ataupun pelayan.” Ans menjawab dengan tegas.
“Lagipula, sudah kukatakan sejak lama, orang itu tidak cocok untuk Ibu. Jika dia ada di dekatmu, Ibu akan berubah menjadi orang lain. Kau bahkan tidak bisa bersikap seperti dirimu sendiri di depannya. Ibu sangat pintar dan pemberani, tetapi di depan orang itu, ibu bahkan tak mampu mengangkat kepalamu, hanya bisa menunduk dan mengiyakan apapun perkataannya.” Ans bersungut-sungut, sambil melipat kedua tangannya di depan d*da.
“Ans…” Sierra mengernyit menatap wajah kecil tampan di depannya. Bagaimanapun juga, pria yang disebut sebagai ‘orang itu” adalah ayahnya, walaupun kenyataannya, sampai saat ini, Ans belum pernah memiliki kesempatan untuk memanggil Daniel dengan panggilan ‘Ayah’.
“Baiklah, baiklah, ayo bersiap-siap. Kita pergi dari sini. Ingat, ya, nanti tidak boleh mengeluh, apalagi mengatakan kalau dirimu dibawa pergi dari rumah secara paksa, kau yang ingin ikut pergi bersama Ibu dan memulai hidup baru.” Sierra mencubit pipi tembam Ans sambil tersenyum manis.
“Ayo bu, mari kita tinggalkan pria dingin itu, kita buat dia menyesal.” Ans tertawa bahagia sambil membantu ibunya berkemas.
Tidak ada lagi kebimbangan dan kesedihan. Sierra akan membawa putranya pergi secepat mungkin dan membuat kehidupan bahagia untuk mereka sendiri.
======
Satu jam kemudian.
Sosok tinggi besar seorang pria tampan, terlihat melewati pintu utama memasuki rumah. Dia terlihat menatap ke sekeliling rumah. Bibi Rosa, istri kepala pelayan segera menghampirinya dan sedikit menunduk memberikan salam.
“Dia sudah pergi?” Suara berat Daniel yang dingin terdengar menggema di rumah yang sunyi itu. Tidak ada yang berubah di kediaman itu. Semua barang berada di tempatnya, tidak terlihat ada tanda-tanda seseorang pergi meninggalkan rumah itu.
Bahkan seteko teh krisan yang selalu disiapkan wanita itu untuknya, tetapi tidak pernah disentuhnya, masih mengepulkan asap tanda minuman itu baru saja disajikan, dan diletakkan ditempat seperti biasanya. Hanya saja, kali ini ada selembar kertas yang terselip di bawah teko itu. Tetapi tidak terlihat olehnya.
“Belum, Tuan Muda. Nyonya Muda masih ada di kamarnya.” Bibi Rosa menjawab sambil menundukkan kepala. Daniel menganggukkan kepala tanda mendengar jawaban Bibi Rosa dan meneruskan langkahnya.
Selama lima tahun pernikahan mereka, ini pertama kalinya Daniel melangkahkan kakinya menuju kamar Sierra. Kamar wanita itu terlihat sederhana yang didominasi dengan warna putih, membuat kamar itu terlihat bersih dan rapi, tetapi tidak memberikan kesan dingin dan serius, melainkan terasa penuh kehangatan dan kenyamanan. Membuat orang merasa tenang, saat berada di kamar itu.
Daniel menatap ke sekeliling kamar. Kamar itu terlihat kosong tak ada seorangpun di dalamnya, buku-buku wanita itu masih tersusun rapi di raknya, ada sebuah buku yang sepertinya belum selesai dibaca, tergeletak terbuka diatas lemari nakas. Perlahan ia melanjutkan langkahnya menuju ruang pakaian yang berada di dalam kamar. Saat ia membukanya, baju-baju wanita itu masih tertata begitu rapi, seakan-akan tidak pernah digunakan sama sekali. Kening Daniel terlihat sedikit berkerut kebingungan, matanya terlihat bertanya-tanya.
Apakah wanita itu telah pergi? Apa dia pergi tanpa membawa apapun?
Saat Daniel kembali ke ruang tamu, ia melihat Hendri yang sudah berada di sana menantinya. Dengan langkah tenang ia menghampiri prajurit kepercayaannya itu, “Ada apa?” Tanyanya saat melihat wajah ajudannya yang begitu serius.
“Lapor, Jenderal. Nyonya Muda sudah pergi dan membawa Tuan Kecil bersamanya. Beliau meninggalkan surat dibawah teko teh, beberapa dokumen dan sebuah amplop untuk Anda. Baru saja Bibi Rosa menemukannya dan memberikannya kepada saya.” Hendri mendekat dan menyerahkan selembar surat, dokumen dan amplop berwarna putih.
Kening Daniel kembali berkerut semakin dalam. Ia membuka amplop putih itu dan mendapatkan selembar cek yang telah ia berikan sebelumnya.
Wanita itu pergi tanpa membawa uang yang kuberikan?
Daniel membuka tumpukan dokumen yang dipegangnya, pada halaman kedua, keningnya berkerut semakin dalam. Dokumen di lembar kedua itu adalah informasi bukti transaksi bank, yang menunjukkan bahwa selama lima tahun menikah, uang yang ditransferkan kepada wanita itu setiap bulannya sama sekali tidak tersentuh.
Danie mencoba mengingat kembali, seperti apa kehidupan wanita itu selama ini. Dia memberi tanda pada Bibi Rosa agar mendekat.
“Apakah ada yang bisa saya bantu, Tuan Muda?” Bibi Rosa bertanya dengan takut-takut.
“Katakan padaku. Selama ini apa saja yang dia lakukan di rumah?” Tanya Daniel dengan dingin dan datar.
“Nyonya Muda?” Bibi Rosa menaikkan alisnya sedikit bingung. Saat ia melihat anggukan Daniel, ia kembali berkata, “Setiap harinya Nyonya hanya bermain dengan Tuan Kecil dirumah dari pagi sampai siang. Sore hari, Nyonya akan menanyakan keberadaan Tuan Muda, jika dia mengetahui kalau Tuan Muda akan pulang ke rumah ini, maka Nyonya Muda akan menyiapkan teh krisan dan membantu di dapur untuk memasakkan beberapa makanan untuk Anda.” Jelas Bibi Rosa pelan.
“Dia memasak?” Daniel bertanya kembali.
“Iya, Tuan Muda, di beberapa kesempatan Anda makan di rumah, yang sangat jarang sekali, ada beberapa makanan yang dimasak oleh Nyonya Muda, tetapi, kami tidak diizinkan untuk memberitahukannya kepada Tuan Muda. Karena, selama ini, jika Tuan Muda mengetahui bahwa Nyonya Muda yang memasak, maka Anda tidak akan memakannya.” Bibi Rosa melanjutkan penjelasannya.
“Apa dia selama ini tidak pernah pergi berbelanja? Pakaian atau barang-barang lainnya?”
“Hampir tidak pernah Tuan Muda, pakaian Nyonya Muda dan Tuan Kecil selalu disediakan secara berkala oleh Kediaman Utama. Nyonya Muda sendiri tidak pernah berkeinginan membeli apapun, kecuali barang-barang kebutuhan Tuan Kecil. Itupun, biasanya Nyonya Muda meminta kepada kami untuk menyiapkannya.”
Daniel menganggukkan kepala tanda mengerti. Daniel tahu, untuk kebutuhan makanan dan pakaian, wanita itu dan anaknya tidak akan kekurangan, karena Keluarga Raeschell pasti akan menyiapkannya untuk mereka. Tetapi, selama lima tahun ini, dia sangatlah sedikit memberikan perhatian untuk wanita itu. Dari cerita yang pernah dia dengar dari rekan-rekannya, wanita yang kurang perhatian seperti itu, biasanya akan melampiaskannya dengan berbelanja barang-barang mewah. Namun, wanita itu tak mengambil sepeserpun uang yang telah ia berikan.
Di tengah-tengah kebingungannya, Daniel duduk di salah satu sofa di ruang tamu. Semuanya tidak ada yang berubah, hanya saja tanpa dia sadari, kedua orang yang sudah menemaninya selama lima tahun seperti bintang di belakangnya, telah menghilang dan pergi. Perlahan ia membuka lipatan surat yang tadi sempat dia lihat berada di bawah teko teh.